No. 17 Dyna Nurhayati Brak!!! Suara pintu kubanting berlari masuk ke kamarku tempat aku menumpahkan semua amarah dan kekesalanku. Ingin rasanya aku pergi saja dari rumah ini, semua tidak ada yang mengerti aku bahkan ibuku sendiri. Kenapa semua memaksakan kehendaknya ….kenapa tidak menanyakan mauku apa?? Aduh..!! mataku sakit dan mukaku masih basah airmata saat aku mencoba membuka mataku dan membuka selimut serta guling yang aku ajak curhat sejak masuk kamar tadi siang. Dan ternyata tanpa aku sadari aku ketiduran.dalam kemarahanku. Kudengar ada yang membuka pintu kamarku perlahan dan mendekati ujung tempat tidurku. Saat aku melirik dengan ujung mataku, aku dapati sosok yang lembut menatapku sambil tersenyum dan membuka guling yang menutupi sebagian wajahku “Ayo bangun..sudah sore, mandi terus makan ya” suara lembut yang tak lain adalah ibuku. Dan aku menjawab sambil membuang muka “Ah…males ahh”. Dan masih kudengar langkah kakinya keluar kamar dan suara lembutnya “Ayo makan, ibu sudah memasak sop ayam yang kamu suka lho!”. Begitu kudengar kata sop yang terbayang begitu enaknya rasa sop yang membuat lidah bergoyang mata terpejam dan tak ingin berhenti makan. Langsung aku bangun dan berlari “ibuuuu…” aku merajuk manja. “Gimana? Sudah kamu putuskan mau meneruskan kuliah dimana?” Tanya bapak yang duduk didepanku. “Ato ikuti permintaan ibu untuk sekolah di akademi kebidanan?” Tanya ibu yang membuat sop yang akau makan seakan ayamnya mau terbang keluar dari mulutku. “Ibu jangan membuat selera makanku ilang dong..kan aku sudah bilang kalo aku gak mau di kebidanan titik ! kan kakak sudah di kebidanan masak aku juga disuruh kesitu??” bentakku pada ibu. Ibu hanya menjawab lembut “ya sudah dihabiskan saja dulu makannya, tadi om kamu juga telphon katanya di semarang ada perguruan tinggi yang bagus walaupun swasta”. Aha…!! kesempatan ini pikirku, aku bias bebas main kemana-mana tanpa dilarang-larang lagi, tanpa diomelin ibu lagi dan gak dipaksa lagi buat ini itu. Oke lah aku kuliah di semarang aja lah daripada di kebidanan yang melihat jarum suntik saja aku sudah takut setengah mati..serem Akhirnya aku melanjutkan sekolah di sebuah perguruan tinggi swasta yang terkenal di kota lumpia, semarang. Aku merasa ini ya rasanya bebas dari kekangan ibu selama ini, ini ya rasanya aku merdeka se merdeka-merdekanya. Dan tanpa kusadari aku jarang menghubungi keluargaku apalagi ibuku. Sering ibu telphon dan kubilang nanti bu aku telphon balik aku sedang sibuk nih! “Kapan pulang nduk? Libur kuliahnya kapan” Tanya suara ibu di seberang melalui telphon kosku yang bordering jam 5 pagi-pagi. “Iya bu nanti bulan depan ya” jawabku singkat. “Tapi jangan lupa uang kirimannya ya bu ..” sambungku lagi. “Iya nak insya Allah pagi ini ibu transfer uangnya”jawab ibu. “Salam buat semua ya bu dadadaaaa”sambil aku tutup telphonnya. Tak terasa empat tahun berlalu dan aku sudah lulus kuliah serta langsung diterima kerja di sebuah perusahaan swasta nasional. Aku semakin melupakan keluarga dan ibuku, semakin jarang aku telphon apalagi pulang sekedar menjenguk ibuku yang sudah mulai sakit-sakitan. Memang dari dulu ibu terkena penyakit darah tinggi dan pernah terkena stroke ringan saat aku masih kelas 2 SMP. Masih segar di ingatanku bagaimana ibu susah payah berusaha sembuh dan semangatnya yang membuat ibu bisa sembuh total seperti sedia kala tanpa keliahatan kalau ibu pernah kena sakit stroke. Meskipun setelah itu sering kambuh penyakit darah tinggi ibu tetapi tidak pernah parah dan hanya diminumi obat herbal saja. *** Saat itu jam 9 pagi saat handphone milikku bordering dan saat kuangkat ternyata dari kakakku yang mengabarkan ibu sakit. “Sakit apa? Darah tinggi ibu kambuh ya?” tanyaku penasaran. “Aku gak jelas sakit apa, tapi kata bapak tadi jatuh dan sekarang di rumah sakit” jawab kakakku. “Kalau bisa kamu segera pulang ya” sambung kakakku, dan aku menjawab biasa “Iya aku usahain ya”. “Harus! gak bisa tidak!!” kakakku menutup telphonnya dengan membentakku. Oke deh aku pesan travel dulu dan travel akan berangkat sore jam 4. Menjelang sore aku merasa sangat merindukan ibuku, aku teringat terus wajahnya dan kelembutannya menghadapi aku yang selalu membangkang. Setelah travel yang aku tunggu-tunggu datang, aku segera naik dan untunglah penumpangnya hanya 3 orang termasuk aku, jadi cepatlah aku diantar ke rumah sakit tempat ibu dirawat, pikirku. Kulirik jam menunjukkan angka 17:30 dan mulai kurasakan rindu yang amat sangat menyanyat hatiku. Perjalanan kira-kira 6 jam dan itu berarti aku akan sampai kurang lebih jam 10 atau jam 11 malam. Rasanya aku tidak sabar untuk segera bertemu ibuku, Meminta maaf atas segala kebandelan dan kesalahan yang sering aku lakukan. Terlintas dipikiranku kemungkinan terburuk yang dialami ibuku….tidak…aku belum memberikan apa-apa ke ibu. Aku mencoba tenang tapi hatiku semakin berdebar kencang dan airmataku tiba-tiba mengalir deras bagaikan hujan badai diawal musim hujan. Aku hanya bisa berdoa dan berdoa untuk kesembuhan ibuku, Semakin lama aku merasakan wajah ibu semakin jelas ada di depannku dan tersenyum kearahku, ibu….ibu…aku masih ingin bersamamu ibu. Aku terlalu lama meninggalkanmu ibu…maafkan aku ibu. Aku telah melupakan ibu dan mengejar egoku sendiri. Sampai aku tersadar setelah ditepuk penumpang di belakangku, ternyata aku menangis tersedu-sedu dan membuat semua orang melihat kearahku. “Kenapa dek?” Tanya ibu yang duduk dibelakangku. “Ibu saya sakit bu”jawabku lirih sambil mengusap airmata. Kringg!!! Suara handphoneku mengagetkanku yang ternyata dari kakakku yang mengabarkan bahwa ibu sudah tidak apa-apa. Sudah dibawa ke rumah. Sambil kulihat jam di handphone yang menunjukkan angka 19:00 aku mengucap syukur karena ibu sudah sembuh dan sudah pulang kerumah. Tapi aku merasa ada yang aneh, kenapa ibu secepat itu dibawa pulang? Apa benar sakitnya ibu sudah sembuh? Padahal tadi katanya jatuh dan harus dirawat intensif? Berbagai pertanyaan bergelayut di pikiranku. Meskipun aku agak merasa tenang tetapi rasa seakan ada yang hilang itu terus melekat di hatiku. Jam menunjukkan angka 22:30 saat travel yang aku tumpangi mulai memasuki jalan yang menuju kerumahku. Tapi aku merasa ada sesuatu yang beda, Iya…! Tidak biasanya jam segini di kampungku masih ramai orang dan ada lampu yang terang di pemakaman. Belum habis rasa penasaranku, aku melihat ada beberapa orang yang sedang mempersiapkan makam. Siapa ya yang meninggal? Ah…jangan-jangan…. “Ibu…Ibu…” teriakku segera aku berlari turun dari travel saat sudah sampai di depan rumah dan kulihat banyak orang yang menyongsongku sambil memegangi badanku. Tak kupedulikan lagi siapapun yang ada disitu, aku hanya mau bertemu ibu. Sampai di depan pintu kulihat sebuah keranda jenazah yang masih terbuka. Segera bapakku menuntunku untuk melihat wajah ibu untuk terakhir kali sebelum ibu dibungkus kain kafan selama-lamanya. Tak kuasa aku menahan airmata dan aku merasa badanku lemas tanpa tulang, mulutkupun seakan terkunci rapat tersekat hanya bisa menatap kewajah ibu yang seakan tersenyum menyambut kedatanganku. Ingin aku teriak dan memanggil ibu…aku disini bu…aku sudah disini bu...Aku merasa menjadi anak yang tidak berguna, belum pernah sekalipun aku membuat ibu bahagia. Sampai aku merasa aku ingin menyusul ibu, saat ibu akan dikebumikan. Ya Tuhan apakah Engkau akan mengembalikan ibuku yang telah Engkau ambil? Maukah Engkau memberiku kesempatan sekali lagi agar aku bisa bertemu dengan ibu hanya untuk sekedar bertanya, Apa kabar ibu? satu kata yang telah kulupakan saat aku punya kesempatan. Kesempatan yang tidak mungkin aku miliki kembali, hanya lewat mimpi aku akan terus mengenangmu ibu dan sampai kapanpun itu. Aku akan selalu mengingat ibu dalam setiap doaku. Dan aku akan selalu menitipkan salamku padamu ibu, setiap hari. Kali ini aku berjanji ibu….Karena aku tahu ibu sangat menyayangiku. Aku percaya saat ini ibu sudah mendapat tempat yang terbaik, tempat yang membuat ibu bahagia. Ya Tuhan terimalah ibuku dan angkatlah derajat ibuku, ampunilah semua kesalahannya dan semua dosa ibuku. NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community Dan Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H