Fear of Missing Out, atau FOMO, mengacu pada perasaan cemas atau tidak nyaman yang mungkin dirasakan seseorang ketika mereka percaya bahwa mereka kehilangan peristiwa atau pengalaman menarik yang dialami orang lain. FOMO dapat diperparah dengan hadirnya media sosial, yang memudahkan untuk terus menerus membandingkan pengalaman diri sendiri dengan pengalaman orang lain.
FOMO menjadi sebuah fenomena bagi mahasiswa khususnya dalam beberapa tahun terakhir, FOMO dapat berdampak signifikan pada kesehatan mental mereka, karena mereka mungkin merasakan tekanan untuk menghadiri acara dan pengalaman yang dihadiri orang lain. Hal ini dapat menimbulkan perasaan kesepian, keterasingan, dan perasaan bahwa seseorang tidak sepenuhnya berpartisipasi dalam pengalaman universitas.
Meskipun media sosial dapat menjadi alat yang berguna untuk terhubung dengan orang lain, mempromosikan diri sendiri, dan membangun karier, penggunaan yang berlebihan dan tidak sehat dapat menghasilkan stres, kecemasan, dan depresi. Terlebih lagi, mahasiswa sering mengalami tekanan untuk terlihat sempurna di media sosial, yang dapat menyebabkan kecemasan dan rasa tidak aman yang lebih besar. Di era media sosial dan teknologi ini, FOMO semakin terasa dan banyak mahasiswa yang bergumul dengan perasaan tersisih, tertinggal, dan bahkan menjadi sering membandingkan diri.
Salah satu Mahasiswi Universitas Airlangga, Tunjung Fadillah, 20 tahun memberikan pendapatnya melalui wawancara singkat di whatsapp (15/05/2023) mengenai dampak FOMO bagi mahasiswa pada era sosial media ini “menurut aku si kita jadi lebih kurang memiliki self esteem. saat kita melihat kebahagian yang dimiliki orang lain, maka ada rasa cemas yang timbul di alam bawah sadar dan secara ga langsung kita membandingkan dengan kehidupan mereka yang sebenarnya. jadi ngerasa dirinya kurang cukup dan berharga. itu salah satu dampak dari penggunaan sosmed yg berlebih juga si”.
Salah satu alasan utama mengapa mahasiswa mengalami FOMO adalah tekanan untuk selalu terhubung dan mengetahui, yang bisa membuat kewalahan. Platform media sosial, seperti Instagram, Twitter, dan LinkedIn, telah memudahkan orang untuk berbagi pengalaman dan terhubung dengan orang lain, yang dapat menimbulkan rasa kehilangan di antara mahasiswa/i yang tidak aktif di platform ini. Pada saat yang sama, tekanan untuk mempertahankan tingkat profesionalisme yang tinggi, seperti memperbarui profil LinkedIn, dapat menimbulkan kecemasan dan stres lebih lanjut bagi mahasiswa yang mencoba mengarahkan karier mereka dalam iklim ekonomi yang menantang.
Untuk memitigasi dampak FOMO, mahasiswa dapat melakukan beberapa langkah.
Batasi waktu di media sosial: Mahasiswa/i dapat mencoba membatasi waktu yang mereka habiskan di platform media sosial seperti Instagram, Twitter, dan Facebook. Hal ini akan membantu mereka menghindari perasaan FOMO yang muncul ketika melihat teman-teman mereka melakukan aktivitas yang menarik.
Fokus pada tujuan dan pengalaman pribadi: Mahasiswa dapat memfokuskan diri pada tujuan dan pengalaman pribadi mereka, daripada membandingkan diri dengan orang lain. Mereka dapat menetapkan tujuan yang spesifik dan berusaha untuk mencapainya, tanpa terpengaruh oleh aktivitas atau prestasi orang lain.
Cari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional: Mahasiswa dapat mencari dukungan dari orang yang mereka percayai, seperti teman, keluarga, atau profesional seperti terapis. Berbicara dengan seseorang yang dapat dipercaya dapat membantu mengurangi perasaan FOMO dan memberikan perspektif baru.
Fokus pada saat ini: Mahasiswa dapat memusatkan perhatian pada saat ini dan menikmati pengalaman yang sedang mereka alami saat ini. Hal ini dapat membantu mereka mengurangi perasaan cemas dan kehilangan yang sering disebabkan oleh FOMO.
Kelola ekspektasi: Mahasiswa juga dapat mengelola ekspektasi mereka dan menerima bahwa tidak mungkin untuk mengikuti semua peristiwa, pengalaman, atau peluang yang ada di sekitar mereka. Dengan memahami bahwa mereka tidak bisa melakukan segalanya, mereka dapat merasa lebih terkendali dan mengurangi perasaan FOMO.