Nama : Dyas Rizki Zahrandi
NIM : 1405621047
Pendidikan Sosiologi B 2021
Apa itu Polarisasi dan Efeknya Terhadap Pemilu?
Pemilu 2024 di Indonesia semakin dekat, dan kita sebagai pemuda harus siap menghadapi tantangan yang ada. Salah satu tantangan terbesar yang muncul dalam setiap pemilu adalah polarisasi politik. Polarisasi politik bisa membuat masyarakat terpecah belah dan berpotensi menimbulkan konflik yang merugikan semua pihak. Oleh karena itu, penting bagi pemuda untuk memahami fenomena polarisasi politik dan mencari cara untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi dampaknya.
Polarisasi merujuk pada pembagian masyarakat menjadi kelompok-kelompok yang saling bertentangan dalam pandangan politik, ideologi, nilai, atau agama. Dalam konteks pemilu, polarisasi sering terjadi ketika ada dua kandidat atau partai yang mempunyai pandangan yang sangat berbeda, sehingga masyarakat terpecah menjadi dua kubu yang saling melawan.Dalam konteks pemilu di Indonesia juga hanya terdapat dua kandidat pada pemilu sehingga terdapat kedua kubu yang saling bertentangan.Â
Peran polarisasi dalam pemilu dapat berpengaruh besar terhadap hasil pemilu dan politik secara umum. Ketika masyarakat terpecah menjadi dua kubu yang saling bertentangan, hal ini dapat memicu sikap permusuhan, intoleransi, dan ketidakadilan dalam pemilihan. Hal ini dapat membuat para pemilih mengabaikan program dan kebijakan dari kandidat atau partai dan hanya memilih berdasarkan identitas atau afiliasi politik. Selain itu, polarisasi juga dapat memperparah ketegangan sosial dan politik yang ada di masyarakat.
Polarisasi dapat mengancam integrasi dalam masyarakat dengan memperburuk konflik yang suda ada dengan isu-isu lain. Selain itu, polarisasi dapat menurunkan kualitas demokrasi dengan memperlemah dukungan terhadap keputusan bersama dan memperkuat sikap oposisi.Â
Polarisasi juga dapat membuat proses keputusan menjadi sulit dan mengganggu stabilitas politik. Ketidakpercayaan pada pemerintah dan institusi juga meningkat karena polarisasi, seperti media dan lembaga penegak hukum. Hal ini dapat terjadi ketika individu merasa bahwa pemerintah atau institusi tersebut hanya melayani kepentingan kelompok tertentu atau tidak berpihak pada pandangan mereka sendiri.
Disisi lain, polarisasi juga dapat berperan sebagai salah satu faktor yang membangun kesadaran politik dan partisipasi masyarakat dalam pemilihan. Ketika masyarakat merasa terpolarisasi, mereka cenderung lebih aktif dalam menyuarakan pendapatnya dan mengikuti perkembangan politik, baik melalui media sosial maupun melalui partai politik. Dalam beberapa kasus, polarisasi dapat memotivasi masyarakat untuk lebih memahami pandangan politik dan ideologi yang berbeda, sehingga dapat memperkaya wawasan politik dan memperkuat demokrasi.
Mengapa polarisasi terjadi?
Polarisasi terjadi karena terdapat perbedaan pendapat antara masyarakat. Terdapat beberapa faktor utama penyebab polarisasi diantaranya yaitu :
Ketidaksetaraan ekonomi
Polarisasi dalam masyarakat dapat terjadi dari perspektif ekonomi karena ketidaksetaraan ekonomi antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Faktor-faktor seperti perbedaan dalam pendidikan, akses ke lapangan kerja, dan kekayaan pribadi dapat menyebabkan perbedaan yang signifikan dalam pendapatan, kekayaan, dan status sosial. Hal ini kemudian memunculkan perbedaan pandangan dan kepentingan dalam hal kebijakan ekonomi.
Kelompok yang lebih mampu secara ekonomi mungkin mendukung kebijakan yang menekankan pada pasar bebas dan privatisasi, sementara kelompok yang lebih rendah dalam skala ekonomi mungkin mendukung kebijakan yang lebih menekankan pada perlindungan sosial dan redistribusi kekayaan. Perbedaan pandangan ini dapat memperkuat polarisasi dan mempersulit pencapaian kesepakatan dalam masyarakat. Selain itu, kebijakan ekonomi yang tidak seimbang dapat memperburuk ketidaksetaraan ekonomi dalam masyarakat dan memperkuat polarisasi. Misalnya, kebijakan yang menguntungkan kepentingan bisnis besar atau kelas atas dapat memperkuat ketidaksetaraan ekonomi dan menimbulkan rasa tidak puas di kalangan kelompok yang lebih rendah dalam skala ekonomi.
Perbedaan budaya
Polarisasi dapat terjadi karena perbedaan budaya karena adanya perbedaan nilai, keyakinan, dan norma-norma yang dipegang oleh kelompok-kelompok yang berbeda. Perbedaan budaya ini dapat mempengaruhi cara pandang dan cara berpikir orang dalam kelompok tersebut, dan memengaruhi juga cara mereka bertindak dan berinteraksi dengan kelompok lain. Pada dasarnya, setiap kelompok memiliki cara pandang, nilai, dan keyakinan yang berbeda yang berasal dari pengalaman hidup dan lingkungan sosialnya. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan cara pandang dalam melihat suatu masalah atau situasi, sehingga menghasilkan pendapat yang berbeda pula.
Polarisasi juga dapat terjadi karena adanya stereotip dan prasangka yang berkembang di antara kelompok-kelompok yang berbeda. Misalnya, stereotip negatif mengenai kelompok tertentu dapat memicu ketidakpercayaan dan bahkan ketakutan pada kelompok lain, dan ini dapat memperburuk polarisasi antar kelompok. Ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk memahami perbedaan budaya dan mencari titik kesamaan juga dapat memicu polarisasi. Jika orang-orang tidak terbuka terhadap pemahaman budaya lain dan bersikeras mempertahankan keyakinan mereka sendiri, maka polarisasi akan semakin memburuk.
Politik identitas
Polarisasi politik identitas dapat terjadi ketika individu atau kelompok identitas tertentu membentuk aliansi atau ikatan politik untuk memperjuangkan kepentingan mereka dan bersaing dengan kelompok-kelompok identitas lainnya. Hal ini sering terjadi ketika identitas tertentu, seperti etnis, agama, jenis kelamin, atau orientasi seksual, dianggap sebagai faktor utama yang membedakan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Polarisasi politik identitas dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti:
Perbedaan pandangan tentang isu-isu politik yang berkaitan dengan identitas tertentu, seperti hak-hak perempuan, atau hak-hak kelompok minoritas.
Ketidakadilan atau diskriminasi terhadap kelompok-kelompok identitas tertentu dalam politik atau kebijakan publik.
Penyebaran propaganda dan retorika yang memicu ketegangan antar kelompok identitas tertentu.
Penggunaan isu-isu identitas sebagai alat politik untuk memenangkan dukungan massa, bahkan jika hal tersebut memperburuk polarisasi antar kelompok.
Polarisasi politik identitas dapat berdampak negatif pada masyarakat, seperti memperburuk polarisasi, memperlemah integrasi sosial, dan memperkuat segala bentuk diskriminasi dan ketidakadilan.
Algoritma media sosial juga berperan dalam polarisasi yaitu dapat melanggengkan bias dengan memprioritaskan konten yang selaras dengan audiens tertentu, sambil mengabaikan perspektif lain. Ini selanjutnya dapat memperkuat perpecahan yang ada dan meminggirkan kelompok dengan sudut pandang yang berbeda. Algoritma media sosial dapat memperkuat Filter Bubble yang merupakan situasi dimana pengguna media sosial hanya terpapar pada informasi yang selaras dengan sudut pandang, preferensi, dan minat mereka.Â
Hal ini dapat membatasi paparan terhadap beragam perspektif dan menciptakan ruang gema di mana individu cenderung tidak terlibat dengan informasi yang menantang keyakinan atau nilai mereka. Platform media sosial juga dapat menciptakan Echo Chamber yaitu situasi dimana individu dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki pendapat, sikap, dan keyakinan yang sama. Hal ini dapat menyebabkan bias konfirmasi, di mana individu hanya mencari informasi yang memperkuat keyakinan mereka yang sudah ada sebelumnya, daripada mempertimbangkan perspektif atau bukti alternatif.
Selain itu, Platform media sosial dapat menjadi tempat berkembang biaknya disinformasi, berita palsu, dan teori konspirasi. Informasi palsu atau menyesatkan dapat menyebar dengan cepat melalui jejaring sosial, menyebabkan kebingungan, ketidakpercayaan, dan polarisasi. Ini bisa menjadi masalah terutama ketika individu lebih cenderung berbagi informasi yang sejalan dengan keyakinan mereka yang sudah ada sebelumnya, terlepas dari keakuratannya.
Peran pemuda dalam menghadapinya di pemilu 2024
Pada Pemilu 2019 polarisasi sangat berpengaruh terhadap struktur politik dan mengakibatkan perpecahan dan juga melemahkan solidaritas masyarakat. Namun kita dapat belajar dari masa lalu sehingga dalam Pemilu 2024 dampak negatif polarisasi dapat dicegah dan diatasi. Masyarakat Indonesia terutama Pemuda Indonesia harus membuka diri terhadap pandangan yang berbeda: Pemuda dapat mengurangi polarisasi dengan membuka diri terhadap pandangan yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari informasi dari berbagai sumber yang memiliki pandangan yang berbeda dan berusaha memahami pandangan tersebut.Pemuda juga dapat menghindari retorika yang memperburuk polarisasi dengan memilih bahasa yang santun dan tidak memprovokasi konflik. Hal ini dapat membantu mencegah penyebaran propaganda dan retorika yang memicu ketegangan antar kelompok. Pemuda dapat juga mengedukasi masyarakat untuk meningkatkan literasi media dengan memahami cara kerja media sosial dan media lainnya. Hal ini dapat membantu menghindari penyebaran disinformasi dan meningkatkan kemampuan dalam memilah dan memilih informasi yang bermanfaat.
Pemuda dapat berpartisipasi dalam kegiatan yang memperkuat integrasi sosial, seperti kegiatan yang melibatkan berbagai kelompok identitas. Hal ini dapat membantu membangun solidaritas dan saling pengertian antar kelompok identitas. Terakhir, pemuda dapat mengutamakan dialog dan diskusi sebagai cara untuk memecahkan masalah dan mencari solusi. Hal ini dapat membantu mengatasi polarisasi dan menciptakan lingkungan yang inklusif dan terbuka terhadap pandangan yang berbeda.
Daftar Pustaka
Annas, F. B., Petranto, H. N., & Pramayoga, A. A. (2019). Opini publik dalam polarisasi politik di media sosial. Jurnal PIKOM (Penelitian Komunikasi Dan Pembangunan), 20(2), 111-122.
Said, Z. (2019). Politik Hukum Perbankan Nasional: Polarisasi Ekonomi Global.
Kiftiyah, A. (2019). Upaya rekonsiliasi politik identitas pasca pelaksanaan pemilu 2019 di Indonesia. Jurnal Analis Kebijakan, 3(1).
Syarwi, P. (2022). Polarisasi Isu, Politik Identitas dan Keterbelahan Publik pada Pemilu Presiden Tahun 2019. Communitarian: Jurnal Prodi Ilmu Politik, 4(1).
Habibi, M. N. (2019). Analysis of Indonesia politics polarization before 2019 president election using sentiment analysis and social network analysis. International Journal of Modern Education and Computer Science, 11(11), 22.
Warburton, E. (2020). Deepening Polarization and Democratic Decline in Indonesia. Political Polarization in South and Southeast Asia: Old Division, New Dangers, eds. Thomas Carothers and Andrew O'Donohue, Carnegie Endowment for International Peace, 25-40.
Terren, L., & Borge-Bravo, R. (2021). Echo chambers on social media: A systematic review of the literature. Review of Communication Research, 9, 99-118.
Bozdag, E., & Van Den Hoven, J. (2015). Breaking the filter bubble: democracy and design. Ethics and information technology, 17, 249-265.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H