Algoritma media sosial juga berperan dalam polarisasi yaitu dapat melanggengkan bias dengan memprioritaskan konten yang selaras dengan audiens tertentu, sambil mengabaikan perspektif lain. Ini selanjutnya dapat memperkuat perpecahan yang ada dan meminggirkan kelompok dengan sudut pandang yang berbeda. Algoritma media sosial dapat memperkuat Filter Bubble yang merupakan situasi dimana pengguna media sosial hanya terpapar pada informasi yang selaras dengan sudut pandang, preferensi, dan minat mereka.Â
Hal ini dapat membatasi paparan terhadap beragam perspektif dan menciptakan ruang gema di mana individu cenderung tidak terlibat dengan informasi yang menantang keyakinan atau nilai mereka. Platform media sosial juga dapat menciptakan Echo Chamber yaitu situasi dimana individu dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki pendapat, sikap, dan keyakinan yang sama. Hal ini dapat menyebabkan bias konfirmasi, di mana individu hanya mencari informasi yang memperkuat keyakinan mereka yang sudah ada sebelumnya, daripada mempertimbangkan perspektif atau bukti alternatif.
Selain itu, Platform media sosial dapat menjadi tempat berkembang biaknya disinformasi, berita palsu, dan teori konspirasi. Informasi palsu atau menyesatkan dapat menyebar dengan cepat melalui jejaring sosial, menyebabkan kebingungan, ketidakpercayaan, dan polarisasi. Ini bisa menjadi masalah terutama ketika individu lebih cenderung berbagi informasi yang sejalan dengan keyakinan mereka yang sudah ada sebelumnya, terlepas dari keakuratannya.
Peran pemuda dalam menghadapinya di pemilu 2024
Pada Pemilu 2019 polarisasi sangat berpengaruh terhadap struktur politik dan mengakibatkan perpecahan dan juga melemahkan solidaritas masyarakat. Namun kita dapat belajar dari masa lalu sehingga dalam Pemilu 2024 dampak negatif polarisasi dapat dicegah dan diatasi. Masyarakat Indonesia terutama Pemuda Indonesia harus membuka diri terhadap pandangan yang berbeda: Pemuda dapat mengurangi polarisasi dengan membuka diri terhadap pandangan yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari informasi dari berbagai sumber yang memiliki pandangan yang berbeda dan berusaha memahami pandangan tersebut.Pemuda juga dapat menghindari retorika yang memperburuk polarisasi dengan memilih bahasa yang santun dan tidak memprovokasi konflik. Hal ini dapat membantu mencegah penyebaran propaganda dan retorika yang memicu ketegangan antar kelompok. Pemuda dapat juga mengedukasi masyarakat untuk meningkatkan literasi media dengan memahami cara kerja media sosial dan media lainnya. Hal ini dapat membantu menghindari penyebaran disinformasi dan meningkatkan kemampuan dalam memilah dan memilih informasi yang bermanfaat.
Pemuda dapat berpartisipasi dalam kegiatan yang memperkuat integrasi sosial, seperti kegiatan yang melibatkan berbagai kelompok identitas. Hal ini dapat membantu membangun solidaritas dan saling pengertian antar kelompok identitas. Terakhir, pemuda dapat mengutamakan dialog dan diskusi sebagai cara untuk memecahkan masalah dan mencari solusi. Hal ini dapat membantu mengatasi polarisasi dan menciptakan lingkungan yang inklusif dan terbuka terhadap pandangan yang berbeda.
Daftar Pustaka
Annas, F. B., Petranto, H. N., & Pramayoga, A. A. (2019). Opini publik dalam polarisasi politik di media sosial. Jurnal PIKOM (Penelitian Komunikasi Dan Pembangunan), 20(2), 111-122.
Said, Z. (2019). Politik Hukum Perbankan Nasional: Polarisasi Ekonomi Global.
Kiftiyah, A. (2019). Upaya rekonsiliasi politik identitas pasca pelaksanaan pemilu 2019 di Indonesia. Jurnal Analis Kebijakan, 3(1).
Syarwi, P. (2022). Polarisasi Isu, Politik Identitas dan Keterbelahan Publik pada Pemilu Presiden Tahun 2019. Communitarian: Jurnal Prodi Ilmu Politik, 4(1).