Mohon tunggu...
Mama Dyan
Mama Dyan Mohon Tunggu... -

Ordinary mom

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gaya Pidato Jokowi Memang 'Ndeso'

4 Juni 2014   07:48 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:27 2779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pidato Jokowi saat deklarasi damai pemilu oleh KPU malam tadi dinilai banyak orang kurang meyakinkan. Meskipun ada yang memberinya apresiasi positif karena menilainya dari sisi lain, yakni kepatuhan Jokowi untuk berpidato tidak melebihi waktu yang ditetapkan. Sementara sang pesaing, Prabowo mengabaikannya, karena berpidato melebihi kuota waktu. Namun begitu, tetap saja secara umum Jokowi terlihat tidak sebaik Prabowo dalam berpidato.

Saya teringat gaya pidato Jokowi dahulu. Singkat dan padat. Saat baru menjabat menjadi walikota Solo, pidatonya rata-rata hanya singkat, tidak lebih dari lima menit, bikin orang melongo. Beda sekali dari pejabat-pejabat pada umumnya yang gemar berpidato panjang lebar meski tanpa makna dan bahkan bukan tidak jarang, bikin bingung yang mendengarkan.

Jokowi sering hanya mengucapkan, "Selamat datang di Solo. Selamat berbelanja. Di Solo, ada Pasar Klewer, ibu-ibu bisa borong batik buat oleh-oleh, yang bapak-bapak membelikan untuk oleh-oleh istrinya. Kalau malam ada Galabo, Gladag Langen Bogan, bisa makan tengkleng, nasi liwet, makanan khas Solo". Sudah begitu saja. Selesai pidatonya. Singkat, padat.

Pada awalnya, ada rasa heran. Pidato kok cuma begitu. Rasanya kurang berwibawa begitu. Tapi lama-lama, yen dipikir-pikir, bener juga ya. Daripada buang-buang waktu orang banyak dengan pidato yang belum tentu jelas isinya, mending pidato yang langsung to the point.

Sebagai wali kota dari kota yang mengandalkan sektor jasa, perdagangan, dan pariwisata, Jokowi paham betul ia harus pandai menjual kotanya. Ia membangun citra Solo sebagai kota MICE, karena ia ingin orang datang, menginap, makan, berbelanja, dan berkegiatan di Solo. Saat tamu datang, tentu tamu-tamu itu akan digiringnya untuk membelanjakan uangnya di Solo. Kalau sudah begitu, siapa yang diuntungkan? ya orang Solo karena merasakan multiplyer effectnya, mulai dari hotel tempat menginap hingga tukang becak dan taksi yang mengantarkan tamu dan mbok penjual nasi liwet.

So, saya tidak heran lagi melihat gaya pidato Jokowi saat acara deklarasi damai tadi. Apa yang ia ucapkan, sudah ia pilih dan pertimbangkan sebagai kata-kata yang dirasanya paling efektif. Memang terasa ia agak grogi karena sedikit tidak lancar dan kesrimpet lidah.

Saya jadi teringat lagi masa-masa awal Jokowi menjadi wali kota Solo. Kadang ada nada ndredeg saat berpidato. tetapi itu cepat menghilang seiring ia semakin terbiasa berpidato sebagai wali kota di depan khalayak umum. Kadang-kadang pidatonya juga bisa panjang saat memberi sambutan di acara formal. Ini terutama setelah ia mendapat berbagai penghargaan. Biasanya Jokowi akan berbagi kisah suksesnya dalam menangani beberapa hal yang dianggap sebagai prestasi, seperti penanganan PKL, pasar tradisional, dan good governance.

Soal penampilannya yang kurang meyakinkan, saya juga punya pengalaman lain. Saat Solo dilewati rombongan balap sepeda Tour d'ISSI, seorang rekan dari Jakarta sampai bertanya tentang sosok Jokowi. "Itu wali kotanya? kok nggak meyakinkan banget?". Memang penampilan Jokowi yang ceking dan wajah yang 'ndeso' bisa bikin orang salah menilainya. Saya pun saat itu hanya bisa tersenyum karena memang belum cukup tahu tentang sosoknya karena ia baru saja menjabat.

Itulah Jokowi. Tepat sekali ungkapan ini untuk tokoh fenomenal ini, tak kenal maka tak sayang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun