Mohon tunggu...
diyanah shabitah
diyanah shabitah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Airlangga yang menyukai kemajuan teknologi. Inginnya sih menjadikan kemajuan teknologi dapat membantu kinerja sistem politik menjadi lebih baik dalam melayani dan mensejahterakan masyarkat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Indonesia dalam Dialektika Orang Biasa

29 Agustus 2019   20:00 Diperbarui: 29 Agustus 2019   20:03 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sekarang persilakan aku untuk beropini. Beropini tentang negeriku. Mulai dari manusianya hingga sistem sosial politik dan medianya. Manusia di negeri ku. Mereka bilang sih, beragam rasnya, beragam sukunya, beragam agamanya, dan juga beragam jenisnya, mulai dari yang kaya tapi sok miskin, dan yang miskin tapi sok kaya, ada yang pintar tapi keblinger, ada yang bodoh tapi sok pintar, ada yang baik tapi hanya di depan publik, ada yang galak tapi juga hanya pencitraan, ada yang tidak tau apa-apa tapi sok tahu dan ada yang tahu tapi pura-pura tak mau tahu, dan yang terakhir, ada yang dukung no. 01, ada yang dukung no. 02. Yah, itulah manusia di negeriku, luar biasakan?


Keberagaman manusia ini, entahlah harus ku bilang sebagai anugerah atau bencana. Mungkin bisa jadi anugerah kalau memang manusia-manusia ini saling menghormati dan terbuka terhadap perbedaan. Tapi tidak dapat dipungkiri juga kalau perbedaan ini menjadi potensi terjadinya konflik di negeriku. Kalau konflik, yang terjadi bukan hanya konflik SARA, tapi juga konflik antara si kaya dan si miskin, konflik antara si pintar dan si bodoh, dan konflik karena perbedaan pilihan politik. Waduh ini mah si ribet banget urusannya kalau bener-bener terjadi pasti bakal chaos banget.  


Tapi kalaupun konflik itu terjadi, biar saja diselesaikan oleh pemerintah dan lihat bagaimana sistem politik bekerja.

Pemerintah? Yakin bisa menyelesaikan persoalan konflik yang complicated itu?


Mau bagaimanapun urusan konflik memang menjadi urusan sistem politik. Bapak teori sistem politik (David Easton) dari zaman baheula udah bilang kalau sistem politik itu bekerja untuk merespon tuntutan dan dukungan dari masyarakat menjadi suatu kebijakan atau keputusan politik yang dapat menyelesaikan persoalan. Kalau nyatanya sistem politik tidak dapat menyelesaikan konflik itu maka sistem politik di Indonesia memang tidak bekerja. Itu berarti wajar saja jika ternyata dalam sidang paripurna anggota dewan dapat tertidur pulas, wajar saja jika uang rakyat bisa dinikmati sendiri oleh aktor-aktor politik. Bapak e-ktp kita sudah memberi bukti, kamu pasti tau kan? Itu loh yang sengaja menabrak tiang listik hingga bengkak sebesar bakpao dalam panggung sandiwaranya...


Eits, tunggu dulu data diatas itu, tidak bisa menjadi bukti kalau sistem politik di negeriku tidak bekerja dengan baik. Karena, presidenku telah berhasil merespon teman-temanku di Timur untuk mendapatkan harga BBM yang lebih ekonomis, juga telah berhasil membuat jalan untuk mobilisasi dan mempermudah distribusi sandang, pangan, papan ke daerahnya hingga bisa mendapat harga lebih murah dari sebelumnya. Tidak hanya itu dia juga telah berhasil membangun banyak infrastruktur, mulai dari tol darat, tol laut, hingga bandara. Keren kan, jalan tol yang udah dibangunnya bisa membantu laju perekonomian di daerah juga lho. Dengan adanya jalan tol, maka akan mempermudah mobilisasi para turis atau pengunjung untuk datang ke sektor pariwisata yang ada di daerah-daerah yang kemudian berimplikasi pada meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).


Luar biasa sekali presiden ku dapat membangun ribuan kilo meter (km) jalan tol. Tapi bagaimana dengan nasib masyarakat yang termarjinalkan karena penggusuran yang dilakukan demi terbangunnya jalan tol? Sudahkah kau menengoknya? Bagaimana mereka diperhatikan oleh pemerintah? Oh iya aku lupa tentang mereka.


Ternyata pemberitaan di media yang kutemui kemarin, telah mem-framing ku akan nilai penting pembangunan infrastruktur tanpa perlu memikirkan orang-orang yang termarjinalkan. Mungkin ini salah satu bukti juga kalau kekuasaan politik berhasil mengendalikan media.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun