Mohon tunggu...
Dyana Ulfach
Dyana Ulfach Mohon Tunggu... -

pelajar di SMK N 11 Semarang, Hobi menulis, suka kebebasan, musik, menyukai semua yang berhubungan dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Dalam Kesadaranku #1

22 Februari 2014   16:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:34 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Alunan musik itu terdengar jelas ditelinga. Tanpa ada kata-kata yang terlepas dari sang vokalis. Tenang. Setenang air sungai tanpa bebatuan. Sama seperti yang aku lihat dimimpiku malam itu. Tenang.

Musik itu masih mengalun dengan sendirinya. Mataku mulai sayup. Mungkin salah satu efek yang terdapat didalam musik ini. mataku mulai terpejam. Pikiranku mulai menjajaki alam bawah sadarku.

Aku melihat cahaya terang berwarna putih. Tapi begitu cepat dia pergi. Meninggalkan padang rumput hijau yang luas ini. aku mendengar gemercik air disebelah utara. Dengan cepat kakiku melangkah menujunya. Benar. Sungai yang lebarnya hampir setengah tinggi badanku. Airnya jernih. Didasar air tidurlah batu-batu hitam yang cukup besar.

Ikan berwarna kuning keemasan sedang menari untukku. Mungkin dia tahu kalau aku sedang tidak ingin tersenyum hari ini. tapi, mereka sudah membuatku tersenyum. Fariasi barisannya, Formasinya, indah. Sama seperti barisan paskibraka. Tapi mereka lebih lembut. Mereka terus menari. Tapi aku lelah harus membungkukkan badanku untuk waktu yang tidak sebentar. Aku tahu, konser barisan ikan itu sebenarnya masih lama. Maaf ikan. Mungkin untuk lain waktu. Tapi, terimakasih sudah membuat mulutku mengembang hari ini. kakiku melangkah lagi. Dan aku kembali melihat cahaya putih itu datang menghampiriku lagi.

Aku tidak tahu apa yang terdapat di balik cahaya itu. Aku hanya bisa diam terpaku menunggu kehadirannya disampingku.Tapi dia sekarang justru berhenti. Dia berhenti kurang lebih 10 meter didepanku. Tanpa basa-basi aku langsung menuju titik cahaya itu berada. Semua di sekitarku terasa nyata. Semakin aku dekat dengan cahya itu, semua lebih terlihat nyata. Sebenarnya apa cahaya itu? Entahlah. Yang aku tahu setelah aku melihat semua ini adalah aku tertidur.

Semua hanya ilusiku belaka. Lagu Band tanpa vokalis itu masih mengalun. Aku segera mencari arah kursor. Dan aku letakkan tepat di atas di tombol stop. Lagu itu berhenti. Aku tutup laptop bututku. Iya, laptop mungkin sekarang sudah sangat busuk. Tergantikan dengan benda bujur sangkar tanpa keyboard yang memudahkan komunikasi. Tapi aku tidak begitu tertarik dengan benda itu.

Jarum panjang pada jam dinding kamar sudah menunjukkan pukul 16:00 waktu indonesia bagian barat. Kebanyakan orang menggunakan waktu ini untuk mandi dan bersiap-siap menjelang malam harinya. Ayam-ayam juga mulai mencari tempat peristirahatannya nanti. Lina adikku sudah siap didepan layar televisi untuk menunggu siaran drama korea yang dia sukai. Rambutnya masih basah. Semenjak ada siaran drama itu, dia memang rajin mandi lebih awal.

Handuk warna hitamku yang sudah hampir 2 tahun menemani hidupku aku culik dari tempat semula dia merenung. “bosen nggak nggantung disini? Pindah tempat gih ke kamar mandi. Kali aja kamu dapet gebetan disana.”. semua barang kesayanganku memang sering aku ajak berbicara. Memang terdengar aneh. Lina juga pernah memergokiku sedang berbicara dengan handphone bututku. Tapi, aku tidak pernah memerdulikannya. Aku tetap bertindak selayaknya orang biasanya. Bedanya hanya perlakuanku pada barang kesayanganku saja.

Tidak perlu berlama-lama berada dalam ruangan 2 kali 2 meter ini. handukku masih berusaha menyerap air yang sedang bercinta dengan rambutku. Lina masih duduk di depan televisi. “nuu... jangan lupa si tuki di kasih minum” ibu juga sama denganku. Sangat amat sayang dengan benda yang dia miliki. “iya bu” ucapku. Tuki adalah kaktus yang ibu rawat semenjak aku lahir. Kata ibu itu adalah kado dari almarhum eang kakung yang diberikan pada ibu yang nantinya akan di berikan padaku. Kadang, aku heran. Banyak orang yang mewarisi anak cucunya dengan harta. Sedangkan aku hanya dengan kaktus. Tapi, aku juga sayang padanya. Tuki sangat setia. 17 tahun lebih dia sudah hidup. Tapi, perubahannya sedikit sekali. Padahal setiap sore sudah diberi makanan dan minuman organik untuknya. Hem.. sepertinya aku tahu kenapa dia tidak besar-besar. Mungkin dia tipe kaktus karnifora.

“bang yanuuuu dugi nakal nih!” teriakan lina memang melukai pendengaran. “biarin aja kenapa sih” lina memang takut kucing. Semenjak dia berusia 7 tahun. dulu dia pernah dicakar setelah dia mengganggu salah satu kucing ayah. Dasar bocah. Dugi adalah salah satu kucing kesayangan ayah. Sebenarnya kalau dihitung dengan kalkulator, jumlah kucing ayah ada 15. Tapi, karena lina takut kucing sekarang hanya tinggal 2 ekor. Dugi dan fenu. Sebenarnya mereka berdua ada di istana mereka di belakang rumah. Tapi, sepertinya ibu lupa memasukkan dugi ke istananya setelah dugi peri ke salon.

“baaaaaanggg yanuuuu!!”. Berisik! Gerutuku. “gi sini gi. Lina bau. Mending sama aku aja. Dugii.” Dengan matanya yang tajam, dugi mendekatiku. Hap. Dia sudah ada di gendonganku. “enak aja. Bang yanu tuh yang bau!” cukup dengan lirikan tajam. Lina pasti sudah kalah. Dia memang menyebalkan. Tapi manis. Bulu coklat dugi hari ini halus. Lebih halus dari biasanya. Salah satu efek setelah pergi kesalon tadi.

“ohjae Moo..” beginilah lina setiap sorenya. Keberisikan dan kebawelannya mulai kambuh. Tapi, kalau rumah sehari saja tidak ada lina, bagaikan udara yang tidak pernah terjamak oleh gerakan apapun. Usianya hanya terpaut empat tahun denganku. Semenjak dia masuk smp dia menjadi lebih bawel dari biasanya. Tapi, kadang dia bisa bersikap 5 tahun lebih tua dari padaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun