Dua tahun setelahnya, BPS belum mencatat berapa luas lahan baku sawah di Indonesia. Data terakhir masih berbasis kepada Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor 686/SK-PG.03.03/XII/2019 tentang Penetapan Luas Lahan Baku Sawah Nasional Tahun 2019.
Alih fungsi lahan akan terjadi terus menerus yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan lahan seperti, pemukiman, industri, perkantoran, tempat wisata, jalan raya dan infrastruktur lain untuk menunjang perkembangan masyarakat.
Dampaknya jelas, produktivitas pangan akan menjadi berkurang atau menurun. Lahan pertanian yang menjadi lebih sempit karena alih fungsi menyebabkan hasil produksi pangan juga menurun, seperti makanan pokok, buah-buahan, sayur, dan lain-lain.
Maka dari itu, ketahanan pangan bangsa rawan terancam oleh tingginya potensi alih fungsi lahan di seluruh Indonesia yang mencapai 100.000 hektar per tahun. Butuh regulasi yang tepat untuk meminimalkan dampak buruknya untuk generasi yang akan datang.
Sebenarnya, untuk  menjaga angka inflasi, Pemerintah bisa memberlakukan kebijakan  distribusi beras seeperti halnya terhadap BBM, dengan memberikan subsidi harga pada  beras kelas medium.
- Gabah dibeli oleh Bulog dengan harga yang menguntungkan petani (Rp 7.000 s.d. Rp 10.000 per kilogram)
- Selanjutnya menjual beras medium dimaksud dengan harga Rp 10.000.
Hal ini akan mendorong petani jadi bergairah dalan melakukan budidaya padi, meskipun tanpa kucuran dana bantuan dari pemerintah.
Inilah yang menjadi masalah bagi Dinas/Departemen terkait, karena dengan subsidi harga mereka tidak bisa mendapatkan apa-apa (vested interest yang hangus). Wajarlah kalau dinas/departemen pertanian menjadi sarang koruptor, dan menterinya sekarang sudah menjadi tersangka dalam kasus korupsi ( www.kompas.com, Â 3/10/2023) Â
Kebijakan food estate sebagai antisipasi terhadap krisis pangan nyatanya tak membuahkan hasil, alias gagal juga, bahkan berdampak pada kerusakan lingkungan. Food estate berpotensi meningkatkan risiko deforestasi, musnahnya flora fauna, dan memicu bencana yang akan menjadi  sumber penderitaan bagi masyarakat Indonesia.
Inilah bukti kegagalan pemerintah dalam melakukan mitigasi krisis pangan.Â
Beberapa pembangunan proyek food estate terindikasi dilakukan secara ilegal dan merusak tutupan hijau serta lahan gambut. Seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah, tepatnya di Kabupaten Gunung Mas. Hampir 700 hektar hutan sudah dirusak. Pelaksanaan proyek ini penuh dengan konflik kepentingan.
Belum lagi yang terjadi di Sumatra Utara (42.000 hektar hutan alam), Jambi (32.000 hektar), Sumatra Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Papua sebagai area yang ditargetkan menjadi food estate.