Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kegagalan Total Pemerintah dalam Mitigasi Krisis Pangan

6 Oktober 2023   06:47 Diperbarui: 7 Oktober 2023   05:36 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut prediksi Mark, di Indonesia pada tahun 2050 yang akan datang, akan terjadi lonjakan jumlah penduduk yang sangat drastis, mengingat laju pertumbuhan penduduk saat ini yang masih relatif tinggi. Ini harus diantisipasi dengan menaikkan produksi pangan paling tidak sebesar 60%. 

Untuk bisa mencapai target tersebut, mau tidak mau, pemerintah harus mampu meminimalisir dampak perubahan iklim ini secepatnya, misalnya dengan memperketat pengawasan dan pemeliharaan kawasan hutan untuk mencegah illegal logging dan pembakaran hutan, mengurangi penggunaan material anorganik seperti plastik dan sterefoam, meminimalisir penggunaan pestisida dan zat kimia berbahaya lainnya dalam usaha pertanian dengan menggalakkan pemanfaatan bahan nabati dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta mempercepat adopsi teknologi pertanian.

Selain itu upaya memperbaiki kualitas lingkungan juga harus terus dilakukan dengan melibatkan semua elemen masyarakat, karena tanpa keterlibattan masyarakat, program penyelamatan lingkungan akan sulit berhasil.

Sementara, laporan tahunan yang dihasilkan oleh Jaringan Informasi Ketahanan Pangan (FSIN) diluncurkan oleh Jaringan Global Melawan Krisis Pangan (GNAFC) -- sebuah aliansi internasional yang terdiri dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa, lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah, yang berupaya untuk mengatasi krisis pangan bersama-sama.

Laporan tersebut menemukan bahwa sekitar 258 juta orang di 58 negara dan wilayah menghadapi kerawanan pangan akut pada tingkat krisis atau lebih buruk (IPC/CH Fase 3-5) pada tahun 2022, naik dari 193 juta orang di 53 negara dan wilayah pada tahun 2021. Hal ini merupakan angka tertinggi dalam tujuh tahun sejarah laporan tersebut. 

Tidak hanya komoditi pangan saja terdampak oleh perubahan iklim global, di Dataran Tinggi Gayo misalnya yang merupakan produsen utama kopi arabika. Perubahan iklim yang belakangan semakin ekstrem juga berdampak pada menurunnya produktivitas kopi Arabika di daerah tersebut. Seperti diungkapkan oleh seorang peneliti yang juga Kepala Loka Penilitian Teknologi Perkebunan (LPTP) Kopi Gayo, Ir. Khalid beberapa waktu yang lalu menanggapi menurunnya produksi kopi arabika di kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah pada musim panen tahun ini. 

Bagi masyarakat Gayo, menurunnya produksi kopi juga akan berdampak kepada penurunan pendapatan masyarakat, karena lebih dari 80 persen masyarakat di kedua kabupaten ini menggantungkan hidupnya dari budidaya kopi. Menurunnya pendapatan petani akhirnya berdampak pula kepada penurunan daya beli masyarakat termasuk daya beli produk-produk pangan utama seperti beras, karena selama ini hampir 40 persen kebutuan pangan di daerah ini masih bergantung pasokan dari luar daerah. Secara langsung maupun tidak langsung dampak perubahan iklim global pada tanaman kopi Gayo akhirnya juga memengaruhi ketahanan pangan masyarakat Gayo. 

Ancaman krisis pangan yang akan menimpa bangsa Indonesia, adalah sebagai berikut:

  • Dampak Elnino terhadap kekeringan dan merosotnya produksi beras.  
  • Indonesia mulai kesulitan impor beras dan tanaman pangan akibat banyak negara-negara yang menghentikan ekspor produk pangannya. 

Sudah 22 negara yang menghentikan ekspor panganya, demi mengantisipasi dan menyelamatkan rakyatnya sendiri. Negara-negara yang dimaksud adalah sebagai berikut: 

  •  Amerika Serikat, Kanada, Meksiko,  Rusia, Inggris Raya, Jerman, Belanda, Ukraina, Hungaria, Italia, Uganda, Australia, China,  Jepang, India, Uni Emirat Arab, Korea Selatan , Thailand, Bangladesh, Vietnam, Pakistan, Myanmar. (www.badanpangan.go.id)

Kondisi tersebut memicu lonjakan harga kebutuhan pangan pokok, utamanya beras yang trend-nya terus melonjak dari waktu ke waktu, dan diperkirakan mengalami puncak kenaikan pada akhir tahun 2023 dan awal tahun 2024. 

Kesalahan yang Menuai Kegagalan Total

Kesalahan fatal Pemerintah adalah karena lebih memfokuskan pada pembangunan fisik dan kurang berorientasi pada pencapaian swasembada pangan. Sementara,  kurangnya infrastruktur pertanian dijadikan kambing hitam ketika ketahanan pangan telah dirasakan mulai terkoyak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun