Pembangunan infrastruktur itu adalah salah satu dari kelima fokus kerja di periode ke-2 Jokowi bersama Ma'ruf Amin. Hal ini menandakan bahwa sejak awal dan memasuki periode ke-2, Jokowi benar-benar lebih memberikan porsi yang lebih besar terhadap pembangunan infrastruktur dengan dasar pertimbangan yang berujung pada wacana mempercepat nilai tambah perekonomian rakyat. Dan, hal itupun diamini oleh kabinetnya yang selanjutnya menjadikan Presiden Jokowi dinyatakan telah sukses membawa perkembangan serta  perubahan ke arah yang lebih baik dalam membangun perekonomian negeri ini daripada era sebelumnya.
Klaim tersebut nampak terlihat dari penilaian sebagian besar kalangan sebagaimana yang dirilis oleh pelbagai media tanah air ketika menjelang akhir masa jabatan Jokowi periode ke-2 dalam tajuk "Refleksi Akhir Tahun Kepemimpinan Jokowi Periode Kedua".
Disebutkan bahwa dari segi ekonomi, Jokowi berhasil menjaga pertumbuhan positif di 5,44 persen pada kuartal II tahun 2022. Hal ini menunjukkan secara fundamental ekonomi Indonesia tetap baik di tengah perekonomian dunia yang sedang tidak menentu.
Selain itu, tingkat inflasi masih terkendali di angka 4,9 persen, masih cukup baik dibanding dengan rerata inflasi ASEAN yang berada di sekitar tujuh persen atau rerata inflasi negara maju yang mencapai 9 persen. Pemerataan pembangunan yang telah dicanangkan Jokowi sejak periode pertama juga tetap dilanjutkannya, walaupun dalam keadaan pandemi Covid-19 dan gejolak ekonomi global. Hal ini menjadi penting untuk mempercepat kemajuan Indonesia melalui pembangunan infrastruktur dan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi serta menjaga lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Alhasil, penilaian "keberhasilan" Jokowi selama memimpin negeri ini, dapat ditunjukkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah sebagai berikut:
- Data survey kepuasan masyarakat atas kepemimpinan Jokowi yang cukup tinggi, sebagaimana hasil survey LSI pada Juli 2023 memperlihatkan kepuasan publik atas kerja Jokowi mencapai 81,9% (CNN Indonesia, 12/7/2023).
- Pola dan program Jokowi menjadi acuan Capres 2024 (Prabowo dan Ganjar), sebagaimana berdasarkan hasil survey Litbang Kompas 27 Juli hingga 7 Agustus 2023, 18,1 persen responden memastikan akan memilih bacapres yang diendorse Presiden Jokowi. Yakni, tentang aspek berkelanjutan program pembangunan yang telah diterapkan oleh Presiden Jokowi.
Meskipun kondisi ekonomi pada periode pertama Jokowi memimpin yang tidak lebih baik daripada SBY. Data perbandingan pertumbuhan ekonomi antara SBY dan Jokowi menunjukkan secara prosentase, pertumbuhan ekonomi era Presiden SBY juga lebih tinggi. Selama 2004-2013, rerata ekonomi Indonesia tumbuh 5,78% sementara pada 2014-2022 sebesar 4,12%. Akan tetapi Jokowi pun bisa saja berkilah bahwa tantangan kondisi global jauh lebih berat pada masanya.
Dari pelbagai gebrakan pembangunan yang dilakukan Jokowi, khususnya pembangunan infrastruktur yang masif, ada hal  mendasar justru terabaikan, yakni soal  ketahanan pangan yang sangat rapuh. Hampir sebagian besar produk pangan di negeri ini selalu dipenuhi dengan cara impor. Suatu hal yang sangat miris sebagai negara agraris yang subur kang sarwa tinandur itu, justru impor pangannya cukup besar.
Sebagai catatan yang tak bisa dipungkiri, yakni sebagai berikut:
- Kebutuhan bahan pangan Indonesia sangat bergantung pada pasar impor. Enam dari dari sembilan barang kebutuhan pokok harus dicukupi dari negara lain.
- Buah dan sayuran, dan komoditas bahan pangan utama lainnya, seperti gandum, kedelai, jagung sangat bergantung pada impor. Negara sesubur Indonesia justru mengalami defisit perdagangan buah dan sayuran rerata Rp 19 triliun per tahun.
- Indonesia menempati posisi ke sepuluh di Asia dan Pasifik, dan ke 60 di dunia dalam hal ketahanan pangan pada The Global Food Security Index 2022.
Dalam sebelas tahun terakhir, rakyat Indonesia telah menghabiskan US$84,8 miliar atau setara Rp1,272 triliun untuk hanya berbelanja enam dari sembilan barang kebutuhan pokok/sembako-beras, susu, bawang, garam, daging dan gula dari pasar internasional. Jumlah uang belanja dapur rakyat yang jumbo ini menyedihkan bila disandingkan dengan sejumlah data betapa Indonesia adalah negara gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja sebagai gambaran kondisi masyarakat dan wilayah yang subur makmur, tertib, tentram, sejahtera, serta berkecukupan atas segala sesuatunya.
Indonesia adalah negara ke-14 untuk luas daratan (1,811,569 km), negara dengan panjang garis pantai ketiga atas dunia (54,716 km), sebanyak 53% penduduknya adalah usia produktif, buruh murah dan empat musim yang aman dari cuaca ekstrim. Namun nyatanya, pelbagai potensi alam dan manusia itu masih gagal dimanfaatkan untuk tujuan Tata Tentrem Kerta Raharja.
Selama ini yang banyak diributkan adalah beras. Padahal ada sembilan bahan pokok hidup yakni beras, gula pasir, minyak goreng dan mentega, daging sapi dan ayam, telur ayam, susu, bawang merah dan putih, ikan dan garam beryodium. Produksi produk pertanian dalam negeri tidak cukup memenuhi kenaikan pesat konsumsi makanan, sehingga mendorong impor terus menerus.Â