Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Yang Kusaksikan di Panggung Kehidupan

2 Juli 2023   22:15 Diperbarui: 2 Juli 2023   23:31 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari dimulai dari diri sendiri
Panggung kecil hanya diri sendirilah yang mengenali
Siapakah diri ini?
Apa yang seharusnya dijalani?
Dan, kemanakah pada akhirnya nanti?
Terlintas, terjawabkah dari lubuk sanubari
Bahwa sebenarnya diri ini tak lebih sebagai hamba Tuhan semesta alam?

Selangkah lagi, memasuki ruang batih
Apa yang seharusnya dijalani?
Terjawabkah dalam wujud nyata sebagaimana mau-Nya?
Harmonisasi laksana di taman merindang ...

Lantas, begitu pulakah sekeliling di luar ruang batih
Di panggung yang bukan kecil lagi
Harmonisasi laksana di taman merindang pun mewujud?

Bila tidak, mungkinkah di panggung kehidupan luas
Harmonisasi laksana di taman merindang akan mewujud?

Berhentilah semburkan caci maki, tuduhan, luapan benci
Jikalau memang sama merasa sebagai hamba-Nya
Apakah karena kedengkian yang membuat diri tak kuasa berhenti?
Menabiri diri lantaran tak sanggup menyamai, tak sanggup melampaui?
Begitukah?

Orkestra katak bergema, kegaduhan pun menjelma
Tragi komedi mementas dalam lakon tak berujung tak berpangkal
Berlatarkan jalur nyanyian iblis, nyanyian setan
Dimanakah serapan dari Yang Maha Pengasih Yang Maha Penyayang
Bisa jadi nyata ditampilkan kepada sesama?
Dimanakah?

Di panggung kehidupan ini
Kehidupan indah bagai di taman merindang
Masih sebatas ilusi, wacana angan-angan semata
Sebab, lukisan hidup ideal sesungguhnya tak kunjung direngkuh
Berlagak berlagu melebihi Tuhan semesta alam, selalu disembulkan ...

*****

Kota Malang, di awal Juli, Dua Ribu Dua Puluh Tiga. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun