Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Maba-Ospek, Konsepsi dan Implementasi

14 Juni 2023   01:20 Diperbarui: 15 Juni 2023   16:10 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitulah gambaran konsepsi idealitas tentang mahasiswa baru dan ospek (Maba-Ospek) di perguruan tinggi pada umumnya. Namun, bagaimanakah realitasnya manakala mahasiswa baru itu menjalani sebuah Ospek? Adakah harmonisasi antara makna konsepsi dengan wujud implementasinya?

Fakta realita di lapangan, kegiatan Ospek mahasiswa di Indonesia acapkali diwarnai tindak kekerasan dalam bentuk verbal, bahkan tak jarang terjadi kekerasan fisik. Dimana telah terjadi praktik konsep junior harus patuh kepada senior, apapun perintahnya. Sehingga seringkali terjadi pemandangan di saat Ospek, yakni bagaimana mahasiswa baru mengenakan pakaian dan ornamen yang tidak wajar, bahkan harus menerima hukuman fisik dari senior bahkan sampai berujung pada kematian.

Sedikit kita buka lembar catatan sejarah Ospek yang melahirkan korban kematian. Salah satunya adalah kematian seorang Jonoly Untayanadi, mahasiswa IPDN (Intstitut Pemerintahan Dalam Negeri) Sulawesi Utara. Meninggal dunia usai mengikuti Ospek pada 25 Januari 2013. Ketika dirujuk ke rumah sakit, mulut korban mengeluarkan darah. Korban akhirnya meninggal dunia di rumahnya, di Tikala Baru, Manado, Kamis 24 Januari 2015. Sebuah tragedi memilukan yang terjadi di ranah kampus perguruan tinggi yang nyata telah mencedrai prinsip dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang berfilosofi, sebagai berikut:

  • Pendidikan dan Pengajaran
  • Penelitian dan Pengembangan, dan
  • Pengabdian Kepada Masyarakat.  

Jikalau fungsi Ospek yang salah satunya adalah fungsi akademis, yakni pengembangan intelektual, bakat, minat, dan kepemimpinan bagi mahasiswa, maka apa relevansinya antara praktik dalam Ospek yang ditengarai sebagai ajang balas dendam oleh senior terhadap junior dengan perguruan tinggi sebagai agen ilmu pengetahuan berfilosofikan Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat? Adakah relevansinya?

Pun demikian manakala mahasiswa baru berpredikat junior yang harus tabik kepada seniornya dengan mengenakan pakaian dan ornamen yang tidak wajar atau aneh-aneh pada saat pelaksaanaan Ospek, adakah relevansinya dengan hakikat, tujuan dan fungsi Ospek sebagaimana dalam konsepsinya?

Bila sudah menjadi rahasia umum, betapa bertolak belakang antara makna konsepsi Ospek dengan praktik pelaksanaan terhadap mahasiswa baru sebagai kandidat intelektual anak bangsa, maka masihkah Ospek dipertahankan dan diprogramkan terhadap mahasiswa baru sebelum menerima kuliah perdana di Tahun Ajaran 2023-2024 ini?

Sekian, dan terima kasih. Salam Seimbang Universal Indonesia_Nusantara ...

*****

Kota Malang, Juni di hari keempat belas, Dua Ribu Dua Puluh Tiga.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun