Tak usah risau bergundah gulana
Karena memang begitulah hidup dan kehidupan
Saat ini, dulu, dan mungkin pula nanti
Belum ada yang suci murni nan hakiki
Seperti yang dimaui Ilahi
Suci murni, masih bersemayam di dalam ruh kata itu sendiri
Belum membumi
Untuk apa mengejar label, atribut, tanda penyematan, dan pentasbihan?
Apakah hanya demi sebuah pengakuan?
Demi kebanggan, ataukah demi mendapatkan imbalan?
Itu saja yang patut ditanyakan dan berikanlah jawaban
Sebenar-benar jawaban yang sungguh benar adalah jawaban
Bukan asal, apalagi hanya kepura-puraan belaka
Adakah jurnalistik yang independen di bumi ini
yang sunngguh benar menegakkan prinsip-prinsip yang diembannnya?
Adakah?
Dimana itu?
Di sinikah?
Ah, kita ini sedang bersandiwara
Pandai-pandailah memerankan lakon yang tengah dijalani
Yang paling penting, esensi pesan tersampaikan
Itu saja!
Mau silakan, tidak pun silakan
Dibreidel, silakan!
Sebab, tiada paksaan di dalam memilih pilihan hidup
Dalam sebuah tatanan hidup
Tuhan saja, tak pernah memaksa pada umatnya
Mengapa manusia harus risau bergundah gulana?
Manakala uneg-uneg yang tersembul dari dalam jiwa
Diabaikan, ditolak, bahkan diberangus?
Mengapa?
Agamapun, masih berkutat di dalam kata itu sendiri
Tak pernah mengejawantah, membumi dalam wujud  nyata, senyata-nyatanya ...
Apalagi yang ini, yang di sini ini ...
Semoga!
*****
Kota Malang, dini hari saat menyongsong fajar di penghujung April, Dua Ribu Dua Puluh Tiga. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H