Andai saja negeri ini disadari akan potensi yang dimiliki sebagai karunia Tuhan Semesta Alam, bukan tak mungkin menjadi negeri serba makmur sejahtera bagi seluruh rakyatnya, tanpa kecuali.Â
Betapa tidak! Tiga ratus lima puluh tahun dikangkangi oleh kolonialis-imperialis Belanda, dihisap dan dikuras kekayaan alamnya, belum habis jua, hingga saat ini. Tiga setengah tahun teperdaya oleh oleh propaganda Nipon dengan tiga A-nya, tak kunjung habis pula. Itulah hebatnya negeri ini, tiada tanding dan tiada banding dengan negeri di belahan dunia manapun. Dan, itu adalah fakta sejarah yang tak terbantahkan ...
Menjadi ironis, di kala telah menyatakan diri sebagai negeri merdeka, lepas dari belenggu penggangu penjajahan dalam wujud apapun, adil makmur nan sejahtera, belum kesampaian jua. Mengapa dan ada apa dengan negeri Indonesia_Nusantara ini?
Apakah lantaran negeri ini masih dalam cengkeraman penjajah gaya baru yang serba modern, halus, tak kentara laksana benang sutera? Entah dari luar atau dari dalam, oleh sebagian dari bangsa sendiri? Begitukah?
Bukankah bangsa dan negeri ini telah berjalan selama tujuh puluh tahun sebagai bangsa dan negeri merdeka? Namun, apa yang telah dicapai selama tujuh puluh tujuh tahun di usia kemerdekaannya?
Sebagai bangsa dan negeri mandiri, makmur sejahtera dalam keadilan, belum nampak jua? Mengapa?
Apakah lantaran belum memiliki para abdi kehidupan bangsa dan negeri yang benar-benar berintegritas dan berakhlak mulia?
Seorang saja dari seluruh penduduk negeri, bila terbaca miskin apalagi kurang makan, bahkan hingga kelaparan, maka kemakmuran dan kesejahteraan yang berkeadilan, adalah sebuah kegagalan bagi tatanan keseimbangan sebuah negeri yang konon sebagai negeri surgawi, tongkat kayu dan batu jadi tanaman yang selalu dikisahkan ...
*****
Kota Malang, November di hari kedua puluh, Dua Ribu Dua Puluh Dua.   Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H