Pembaca yang budiman, sebangsa dan setanah air.
Tiba gilirannya poin berikutnya yang kami ulas di artikel ini, setelah di artikel  sebelumnya diulas tentang "Memajukan Kesejahteraan Umum". Kali ini, adalah tentang "Melindungi Segenap Bangsa" yang secara lengkap di Mukadimah UUD 1945, di alinea IV adalah demikian, "Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia". Agar tak terkesan terlalu panjang pada judul artikel ini, maka kami ambil penggalannya saja, yakni Melindungi Segenap Bangsa.
Esensi dari Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dimaksudkan adalah tentang peran negara dalam melindungi, menjaga dan melihara nasib bangsanya, penduduk negeri, warga negara, atau masyarakatnya dalam perspektif ideologis, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.
Melindungi secara etimologis dan filosofis, adalah tentang bagaimana negara dalam hal menjaga, merawat, memelihara, serta menyelamatkan agar terhindar dari marabahaya bagi seluruh penduduknya, warga negaranya tanpa kecuali, dan menghindari segala hal yang beraroma serta bernuansa diskriminatif. Begitulah pada prinsip yang sesunguhnya.Â
Bukan hanya sebatas pada wacana-wacana, atau hanya berkutat di  pusaran konsepsi, teori dan rumusan belaka, dalam artian tidak membumi dalam praktik tindak nyata oleh negara bagi warganya. Yang berarti pula, bahwa untuk apa negara ini dibentuk dan dibangun bagi warganya. Setidak-tidaknya terjadi komitmen antara negara dengan warga negara atau negara menjamin nasib seluruh warga negara dalam prisip keseimbangan relasi di antara keduanya. Sehingga jangan sampai terjadi ketimpangan yang terlingkup dalam simbiose mutualisme.Â
Oleh karenanya, seperti apakah fakta realitanya manakala negara mengimplementasikan komitmennya menurut kerangka idealistik, yakni tujuan negara dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Adakah harmonisasi antara tataran ideal dengan tataran praktik realnya? Ataukah malah terjadi yang sebaliknya dan bersifat kontradiktif di alam nyatanya?Â
Mari bersikap jujur ilmiah, apa adanya, tanpa tedeng aling-aling dan bersyak wasangka!Â
Adagium indoktrinatif yang menyatakan, "jangan bertanya apa yang telah diberikan negara untukku, namun bertanyalah pada apa yang bisa kuberikan untuk negara", tak patut dan layak diterapkan di negeri ini. Sebab, prinsip dari adagium dimaksud lebih berkecenderungan pada kapitalisme dan atau komunisme yang setali tiga uang. Bukan bertitik tolak dari komitmen perjanjian luhur bangsa Indonesia, yakni Pancasila beserta UUD 1945.Â
Apakah di kala pemerintah merekomendasi warganya dalam hal mengadu nasib ekonominya ke manca negara sebagai TKI atau TKW, adalah wujud dari tanggung jawab negara dalam hal melindungi nasib segenap bangsanya? Ironisnya, mereka para TKI dan TKW, malah dibanggakan dengan sematan sebagai pahlawan devisa? Apakah di kala pemerintah mendatangkan investor asing yang berujung pada terkurasnya SDA negeri ini, dan lebih banyak menguntungkan para investor asing daripada menguntungkan warganya adalah wujud dari negara telah melindungi seluruh tumpah darah?Â
Sekali lagi, mari bersikap jujur ilmiah, apa adanya, tanpa tedeng aling-aling dan bersyak wasangka!
Ternyata, upaya negara dalam hal melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, masih dalam tataran konsepsi teori. Sikap tindak praktik nyata negara dalam hal ini, masih konsisten dan belum bergeser sebagaimana dalam tamsilnya, "jauh panggang dari api" ...Â