Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Birokrasi Masih Basi

10 November 2022   14:18 Diperbarui: 10 November 2022   18:23 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Reformasi birokrasi, itu hanya pada batas istilah dan teori belaka. Praktik dan menerjemahkannya? Utamanya di tataran bawah atau daerah? Belum menyentuh asas profesoinalitas yang bertumpu pada logika rosionalitas, mangkus dan sangkil. Fakta realita yang tak terbantahkan!

Administrasi birokrasi berbasis database, digital elektronik, nyatanya hanya sebatas istilah yang menggaung dalam wujud narasi-narasi liar di belantara media informasi. Media informasi apa saja. Praktiknya? Jauh panggang dari api, tak seperti yang diharapkan, ideal nan harmonis ...

Sebut saja salah satu dari sekian yang ada tentang administrasi, menyangkut identitas seseorang atau barang siapa.

Hanya lantaran terjadi selisih nama identitas antara dokumen satu dengan lainnya, dan diupayakan oleh warga untuk dibenarkan agar menjadi harmonis, tak terjadi selisih, betapa ribet urusannya! Urusan dibuat ribet bin ribut. Warga yang semustinya wajib dipenuhi haknya karena akibat kesalahan lembaga formal melalui oknumnya, mengapa justru warga yang dibuat pusing, bahkan menjadi objek penderita?

Suatu ketika di kala mana, di KTP seorang warga, tertera nama SETIANINGSIH. Sementara, di Kartu Keluarga tertera SETYANINGSIH. Mustinya tak perlu bertele-tele penyelesaiannya, kan? Apalagi yang menghadap adalah yang bersangkutan sendiri, dan yang benar berdasarkan akta kelahiran adalah yang SETIANINGSIH, mengapa harus diribetkan dengan keluarkan dalill-dalil sebagai senjata kesewenangan yang tak begitu dikuasai dan dipahami oleh seorang warga?

Mustinya, bila kesalahannya adalah akibat dari keteledoran lembaga sebagai kaki tangan negara, mengapa yang pusing dan repot, koq  malah warganya? Logika rasional yang dicederai sendiri oleh negara. Warga selalu yang ketiban sengsara ...

Alhasil, setelah dilakukan pembaruan identitas, di KTP yang baru tertera menjadi SETYANINGSIH dengan dalil dasar, nama di KTP itu  dirujuk dari  nama yang tertera di Kartu Keluarga, yakni SETYANINGSIH mengantikan yang lama, SETIANINGSIH! Lho? Komplain warga guna meluruskan menurut data yang disodorkan kepada oknum lembaga yang sok berwenang dan berkompeten itu, sia-sia dan tiada guna ... 

Ya, Tuhan, duh Gusti! Sebegitunya mereka dinama kaum elite, intelek, dan bla bla bla laksana wong agung. Fakta realitanya, intelektualitas, logika rasionalnya, sangat dan sangat rendah. Berlindung di balik menterengnya lembaga,  gelar, posisi jabatan, dan jubah-jubah kebesaran yang mampu memperdaya para warga yang justru patut dijadikan tuannya, bukan malah sebaliknya, dan selalu ketiban sengsara ...

*****

Kota Malang, November di hari kesepuluh, Dua Ribu Dua Puluh Dua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun