Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jangan Cabut Nyawaku, Tuhan

9 November 2022   23:37 Diperbarui: 10 November 2022   08:02 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: pikiran-rakyat.com

Maafkan hamba, ya Tuhan seru sekalian alam. Betapa hamba ini sadar dengan sepenuh-penuhnya penanggapan, bila kehidupan dan kematian adalah suatu kepastian menurut ajaran-Mu, rancangan ilmu-Mu semata. Sebagai ciptaan-Mu, hamba tak kuasa menghadang, mencegah dan menghalangi mau-Mu. Dan, kehidupan dan kematian sudah menjadi rancang bangun menurut asas kepastian dari-Mu.

Hamba-Mu, hanya bersenandung harap agar masih Engkau  beri kesempatan meski hanya sejenak untuk selalu berbuat kebajikan universal. Atas diri sendiri, keluarga, bangsa serta dunia yang maha luas ini. Beri hamba kesempatan, ya Tuhan, untuk bertaubat. Beri hamba kesempatan untuk kali ini, permohonan terakhir hamba, ya Tuhan. 

Karena betapa hamba ini masih merasa belum banyak berbuat kebajikan atas sesama dan semesta alam dengan nilai dan prinsip keseimbangan yang telah Engkau ajarkan. Seperti yang termaktub dalam kitab suci-Mu dan isyarat alam sebagai bagian dari ayat-ayat-Mu jua.

Baca juga: Surga yang Hilang

Masih adakah ruang dan waktu bagi hamba-Mu ini dalam bertaubat, wujud rasa syukur hamba atas segala karunia yang telah Engkau limpahkan? Bila masih ada, jangan cabut dulu nyawaku, sebab hamba-Mu belum apa-apa, belum mampu memperhitungkan arti hidup dan kehidupan seperti yang Engkau maui, memadu mau-Mu dengan mauku. 

Harmonisasi antara mau-Mu dengan mauku sebagai hamba-Mu yang sudah sepatutnya selalu menghamba kepada-Mu di keseluruhan dimensi kehidupan milikmu semata ...

Tuhan, masih adakah kesempatan bagiku dari-Mu? Ataukah sudah Engkau tutup pintu taubat untukku?

Mentari masih beredar menurut orbitnya, rembulan masih pantulkan cahayanya di malam hari, bintang kemintang pun demikian, pancarkan cahaya di gulita malam. Dan, aku hamba-Mu, masih bisakah saksikan mentari, rembulan dan bintang kemintang sinari bumi seiring dengan tugas dan asas kepastian dari-Mu?

Tuhan, perkenankan senandung harap hamba-Mu ...

Semoga!

*****

Kota Malang, November di hari kesembilan, Dua Ribu Dua Puluh Dua.   

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun