Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Selamat Jalan, Ikhlas dan Ihlas

8 November 2022   23:42 Diperbarui: 9 November 2022   04:14 4944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bersih hati, tulus hati itulah nilai dan prinsipnya. Tak ada pamrih, apalagi kecenderungan bernuansa politis. Tidak sama sekali! Manakala mengekspresikannya, laksana di titik nol, tak kurang dan tak lebih. Pas! Sebab, kurang itu bukan harmonis, berlebihan pun bukan, belum seimbang dan pincang nan timpang, tak ideal.

Sebelum kau pergi dan takkan kembali selamanya menuju kedamaian abadi, aku tak percaya, mimpikah aku ini? Benarkah? Dan, bukan aku saja yang merasakannya. Yang lain pun demikian. Kepergianmu ke alam abadi, laksana sambaran petir di siang bolong, tanpa mendung tanpa hujan. Aku masih tak percaya, dan mereka pun tak percaya jua, berperasaan sama  ...

Sadarlah aku, demikian pula mereka, saat jasadmu ditanam, ditampung oleh bumi, dan bumi pun menerima tanpa kata menolak kepasrahanmu kepada Sang Maha Pencipta, nyata memancar tanpa kendala ...

Aku masih ingat, dan takkan pernah lupa dan alpa, saat kali terakhir bersua denganmu. Kau belikan aku bubur ayam karena menyaksikan aku terkulai di atas dipan, sakit, kurang asupan makanan. Kulahap bubur pemberianmu, dan setelah itu, esok harinya, aku menjadi bugar seperti sedia kala. Itulah kali terakhir aku dipertemukan Tuhan denganmu.

Namun, mengapa justru kau pergi lebih dulu untuk selamanya? Mengapa?

Protes pun kulayangkan kepada Tuhan. Mengapa Engkau ambil dia di usia muda, belum setengah abad? 

Apakah senandung harapku buat dia selama ini agar Engkau berikan waktu yang lebih panjang demi kebaikan yang selalu ditebartanamkan kepada sekitar, dimana dia berpijak dan berada, tak Engkau terima? Dan, kusenandungkan harap kepada-Mu, untuk kali ini penuhilah pintaku ya Tuhan, kali ini saja, jangan Kau cabut dulu nyawa dia ... 

Namun dia telah ikhlas, rela menghadap Sang Maha Pencipta kapanpun. Sepertinya begitu jelang kepergiannya, selamanya. Dari penuturan kerabat dekatnya, terucap olehnya bahwa ternyata hidup yang dijalani selama ini, hanya begini saja. 

Dia telah ikhlas bila tiba saatnya menuju keharibaan-Nya ... Dan, kita semustinya ikhlas pula agar dia tak terhalang menuju akhir perjalanan memasuki gerbang kematian milik Tuhan semata ...

Semoga!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun