Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keturunan, Organisasi dan Paham Terlarang untuk Menjadi TNI

20 September 2022   02:23 Diperbarui: 20 September 2022   02:42 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: kibrispdr.org

b. Bahwa orang-orang dan golongan-golongan di Indonesia yang mengenal faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme,                         khususnya Partai Komunis Indonesia, dalam sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia telah nyata-nyata terbukti beberapa kali berusaha         merobohkan kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia yang sah dengan cara kekerasan.

c. Bahwa berhubung dengan itu, perlu mengambil tindakan tegas terhadap Partai Komunis Indonesia dan terhadap kegiatan-kegiatan                   yang menyebabkan atau mengembangkan faham atau ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme.

Mengingat: 

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat (3).

Dan seterusnya ...

Sampai di sini, mari dicermati secara seksama, adakah relevansinya antara esensi isi TAP MPRS 1966 dengan larangan terhadap yang ditengarai sebagai keturunan PKI untuk menjadi prajurit TNI?

Esesnsi dari TAP MPRS 1966 dimaksud adalah sebagai berikut:

  • Pembubaran PKI dan organisasi yang terkait, dari pusat hingga daerah
  • Pernyataan PKI sebagai organisasi terlarang
  • Penyebaran dan pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Dari esensi TAP MPRS NOMOR XXV Tahun 1966 dimaksud, nyata sekali bahwa larangan bagi keturunan PKI untuk menjadi prajurit TNI, tidak berdasarkan pertimbangan hukum. Sehingga kebijakan yang melarang keturunan PKI, lebih didasarkan kepada aspek politis yang diwariskan Orde Baru, daripada pertimbangan hukum yang berkeadilan, persamaan kdudukan, hak dan kewajiban warga negara di depan hukum, atau equal before of the law.

Dari sudut pandang Hukum Pidana, apakah sanksi dari akibat tindak pidana seseorang akan berkelanjutan dibebankan terhadap keturunannya? Apalagi, bila keturunan yang dimaksud tak terlibat langsung maupun tak langsung, atau tak tak tahu menahu terhadap kejadian tindak pidana yang dilakukan oleh orang tuanya? Maka, pelanggaran atau tindak pidana apakah yang telah dilakukan oleh keturunannya sehingga harus menerima sanksi yang diskriminatif itu?

Tanggung jawab pidana, hanya dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada pelaku (dader) atau yang turut serta (mededader) atau yang membantu (medeplichtige). Oleh karenanya, adalah suatu tindakan yang bertentangan dengan hukum, rasa keadilan, kepastian hukum, serta prinsip-prinsip negara hukum, yang apabila tanggung jawab tersebut dibebankan kepada seseorang yang tak terlibat secara langsung. 

Dengan demikian, maka berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut dan untuk menjunjung tinggi prinsip supremasi hukum, seharusnya pernyataan Panglima TNI yang menolak diskriminasi latar belakang keluarga calon prajurit TNI tersebut harus dipandang sebagai suatu kewajiban Jenderal Andika sebagai orang nomor satu di institusi TNI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun