Hampir setiap hari tanpa henti, hujan mengguyur kotaku, sejak akhir Desember 2020 hingga memasuki Januari 2021. Sebagian orang ada yang menggerutu karena hujan yang dianggap mengusik aktivitas kesehariannya, sebagian malah senang bila hujan terus-menerus turun saban hari, dan ada pula yang bersikap rileks atas guyuran hujan, bahkan cenderung sangat menikmati bila hujan selalu menerpa lingkungannya. Yach, begitulah karakter manusia, macam-macam lagak dan gayanya.Â
Lantas, kira-kira aku ini di kelompok manusia yang manakah manakala berhadapan dengan hujan sebagai bagian dari ciptaan Sang Pencipta Semesta Angkasa dan Bumi dengan segala isi di antara keduanya ? Semoga saja, aku adalah bagian dari yang selalu bersyukur atas turunnya hujan yang membasahi bumi tempat berpijak. Sebab, hujan pun adalah rahmat jua di samping terik sinar matahari yang kita rasakan. Lebih-lebih bila kita hidup di alam Indonesia_Nusantara yang dianugerahi hanya dua musim, panas dan hujan...Â
Memasuki musim penghujan ini, bagaimanakah para regu jaga Kamling di Kampungku ? Oh, tampaknya mereka masih kompak, istiqamah dengan jadwal jaganya masing-masing. Setidak-tidaknya, kesemuanya adalah demi keamanan dan kenyamanan lingkungan kampung.
Apalagi, rata-rata mereka menyempatkan diri mengisi jadwal jaga Kamling menurut regunya masing-masing, atas dasar kesadaran dan suka rela. Guyub rukun pun terbangun, kesan sebagai masyarakat patembayan yang distempelkan bagi masyarakat perkotaan seperti dalam kamus Sosiologi, jadi hilang dengan sendirinya.Â
Suasana di Pos Jaga Kamling kampungku, memang beda di kala memasuki musim penghujan, bila dibandingkan saat musim kemarau. Kelengkapan diri bagi masing-masing anggota regu, mulai dari payung, mantel, krepus yang melekat di kepala, jadi pemandangan pembeda bila disandingkan pada saat musim kemarau.
Ada singkong rebus, kopi tubruk, yang rupanya disiapkan dari rumah anggota regu jaga, entah kali ini siapa yang membawanya. Yang jelas, bergilir pembawa konsumsi di antara masing-masing anggota regu jaga, berjalan dengan otomatis sesuai dengan kemampuan dan muatan masing-masing. Alamiah...Â
"Monggo, Kang, pohong kuning hasil tanaman sendiri", ucap Sam Trimo mempersilakan kepada ayas. Ayas pun langsung melahapnya. Enak, mempur medhuk sekali, apalagi hasil tanaman kawan sendiri, dan gak beli...Â
"Wah, piawai juga ya sampeyan sebagai pekebun penanam singkong ?", timpal ayas.
"Iya, Kang. Memanfaatkan sejengkal pekarangan belakang rumah. Nayamul, Kang, cocok dikonsumsi saat musim hujan begini. Apalagi berdampingan dengan kopi tubruk. Kopinya, kopi Dampit, Kang", kata Sam Trimo sembari mempersilakan ayas untuk segera menyeruputnya.Â
"Koq, punya Kopi Dampit, Kang Trimo?" Tanya Sam Rastam menimpali.Â
"Iya, kapan hari ayas berkunjung ke rumah kerabat ojob di daerah Dampit. Pulangnya, dibekali kopi oleh kerabat tersebut", jawab Sam Trimo.