Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kopid-Salongos: No, tentang Vaksin Covid-19 (2)

12 Januari 2021   23:11 Diperbarui: 29 Januari 2021   22:28 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Hampir setiap hari tanpa henti, hujan mengguyur kotaku, sejak akhir Desember 2020 hingga memasuki Januari 2021. Sebagian orang ada yang menggerutu karena hujan yang dianggap mengusik aktivitas kesehariannya, sebagian malah senang bila hujan terus-menerus turun saban hari, dan ada pula yang bersikap rileks atas guyuran hujan, bahkan cenderung sangat menikmati bila hujan selalu menerpa lingkungannya. Yach, begitulah karakter manusia, macam-macam lagak dan gayanya. 

Lantas, kira-kira aku ini di kelompok manusia yang manakah manakala berhadapan dengan hujan sebagai bagian dari ciptaan Sang Pencipta Semesta Angkasa dan Bumi dengan segala isi di antara keduanya ? Semoga saja, aku adalah bagian dari yang selalu bersyukur atas turunnya hujan yang membasahi bumi tempat berpijak. Sebab, hujan pun adalah rahmat jua di samping terik sinar matahari yang kita rasakan. Lebih-lebih bila kita hidup di alam Indonesia_Nusantara yang dianugerahi hanya dua musim, panas dan hujan... 

Memasuki musim penghujan ini, bagaimanakah para regu jaga Kamling di Kampungku ? Oh, tampaknya mereka masih kompak, istiqamah dengan jadwal jaganya masing-masing. Setidak-tidaknya, kesemuanya adalah demi keamanan dan kenyamanan lingkungan kampung.

Apalagi, rata-rata mereka menyempatkan diri mengisi jadwal jaga Kamling menurut regunya masing-masing, atas dasar kesadaran dan suka rela. Guyub rukun pun terbangun, kesan sebagai masyarakat patembayan yang distempelkan bagi masyarakat perkotaan seperti dalam kamus Sosiologi, jadi hilang dengan sendirinya. 

Suasana di Pos Jaga Kamling kampungku, memang beda di kala memasuki musim penghujan, bila dibandingkan saat musim kemarau. Kelengkapan diri bagi masing-masing anggota regu, mulai dari payung, mantel, krepus yang melekat di kepala, jadi pemandangan pembeda bila disandingkan pada saat musim kemarau.

Ada singkong rebus, kopi tubruk, yang rupanya disiapkan dari rumah anggota regu jaga, entah kali ini siapa yang membawanya. Yang jelas, bergilir pembawa konsumsi di antara masing-masing anggota regu jaga, berjalan dengan otomatis sesuai dengan kemampuan dan muatan masing-masing. Alamiah... 

"Monggo, Kang, pohong kuning hasil tanaman sendiri", ucap Sam Trimo mempersilakan kepada ayas. Ayas pun langsung melahapnya. Enak, mempur medhuk sekali, apalagi hasil tanaman kawan sendiri, dan gak beli... 

"Wah, piawai juga ya sampeyan sebagai pekebun penanam singkong ?", timpal ayas.

"Iya, Kang. Memanfaatkan sejengkal pekarangan belakang rumah. Nayamul, Kang, cocok dikonsumsi saat musim hujan begini. Apalagi berdampingan dengan kopi tubruk. Kopinya, kopi Dampit, Kang", kata Sam Trimo sembari mempersilakan ayas untuk segera menyeruputnya. 

"Koq, punya Kopi Dampit, Kang Trimo?" Tanya Sam Rastam menimpali. 

"Iya, kapan hari ayas berkunjung ke rumah kerabat ojob di daerah Dampit. Pulangnya, dibekali kopi oleh kerabat tersebut", jawab Sam Trimo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun