Boven Digul merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Papua Selatan dan ber-Ibu Kota di Tanah merah. Tempat ini tentu sering terdengar di telinga kita berdasarkan sejarah kelamnya. Yaitu sebagai tempat pengasingan pada zaman Hindia Belanda. Banyak tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan yang diasingkan di sana dan harus menjalani masa hukuman hingga bertahun-tahun. Boven Digul menjadi saksi bisu sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan kolonialisme dan imperialisme Belanda.
Keadaan alam digul pada zaman Hindia Belanda masih liar, tentu saja ini menyulitkan siapapun yang hidup di sana. Dalam buku Cerita Dari Digul Cetakan Tahun 2001, dikatakan bahwa dalam tempat tersebut terdapat banyak nyamuk malaria yang berterbangan. Tawanan Digul mengelabuhinya dengan mengonsumsi kina sebagai obat. Selain itu kondisi alam yang berada di tengah hutan belantara tentu saja menyimpan misteri. Konon terdapat suku primitive yang pada saat itu masih menerapkan praktik kanibalisme. Digul yang hidup dengan keaslian alamnya menjadi tempat berlatih bagi siapapun untuk bertahan hidup. Bagi tawanan yang telah tidak kerasan berada di sana banyak yang memutuskan untuk kabur melalui perjalanan-perjalanan panjang hingga ke Australia.
Digul yang pada saat itu digunakan sebagai tempat pengasingan telah mengajarkan berbagai hal bagi para tawanannya. Yaitu kemampuan-kemampuan untuk bertahan hidup. Para Tawanan yang berada disana hidup layaknya suatu komunitas baru yang membuka lahan untuk ditinggali. Mengelola sawah untuk diambil hasil produksinya. Beberapa tokoh yang diasingkan disana antara lain Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, Sayuti Melik, Mas Marco Kartodikromo dan tokoh-tokoh lain.
Di dalam masa tahanan tidak sedikit para tawanan yang mencoba mencari hiburan dengan membuat cerita-cerita karya mereka. Tujuannya adalah sedikit menghibur hati yang tentu saja merasa gelisah oleh kehidupan masa tahanan di Digul. Beberapa karya yang lahir di Digul menjadi suatu cerita yang fenomenal. Disunting oleh Pramoedya Ananta Toer, Buku Cerita dari Digul menyajikan 5 cerita karya para eks digulist, yaitu Abdoe'l Xarim M.s., Wiranta, D.E. Manu Turoe, dan Oen Bo Tik. Buku tersebut telah diterbitkan sejak tahun 2001 dan hingga kini masih dijual di toko-toko buku.
Usaha bertahan hidup yang dilakukan oleh para tawanan digulist menjadi suatu hal yang inspiratif, dimana dalam keadaan yang penuh dengan tekanan mereka masih dapat menguasai keadaan. Bahkan bagi sebagian orang justru digunakan sebagai masa untuk pembelajaran diri. Sebagai sesama bangsa Indonesia tentunya perjuangan para tokoh kemerdekaan harus kita lanjutkan dan kita kenang sebagai motivasi diri. Hingga hari ini Digul telah berkembang selayaknya kabupaten-kabupaten yang ada di Provinsi Papua Selatan. Sehingga kenangan akan kelamnya masa tahanan di era Hindia Belanda telah tersimpan rapi dalam ukiran sejarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H