[caption id="attachment_95449" align="alignleft" width="300" caption="dominasi maskulin (source pict: jalasutra.com)"][/caption] Persoalan gender selalu menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan. Dan di buku Dominasi Maskulin ini, Pierre Bourdieu mencoba menjelaskan tentang analisis etnografis terhadap pembagian kerja berbasis gender yang berlaku dalam masyarakat Qubail yang merepresentasikan budaya Mediterania.
Bourdieu membahas bagaimana konsep pembagian kerja berbasis gender dimulai dari perspektif konstruksi sosial tubuh, kekerasan simbolik, hingga kekuatan yang terkandung dalam struktur yang ada. Semuanya dijelaskan Bourdieu dalam kerangka pemaknaan simbol.
Misalnya tentang perempuan yang selalu diidentikkan dengan dapur, sumur, dan kasur. Sedangkan lelaki yang selalu diidentikkan dengan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan usaha keras. Konon hal-hal sederhana seperti itu, diterima begitu saja oleh masyarakat, seperti yang diungkapkan Bourdieu di pendahuluan bukunya
"Sesungguhnya, tiada hentinya saya selalu terheran-heran dengan apa yang disebut paradokz doxa: yaitu fakta bahwa tatanan dunia sebagaimana adanya itu secara grosso modo ditaati, meskipun tatanan dunia itu hadir dengan makna-makna yang unik maupun yang terlarang, dalam pengertian denotasi maupun kiasan, dengan kewajiban-kewajiban dan sanksi-sanksinya."
Lebih lanjut lagi Bourdieu berpendapat bahwa
"..tatanan yang telah mapan itu dilestarikan dengan cara yang sedemikian mudah, dengan perkecualian beberapa kecelakaan sejarah. ...meskipun tatanan itu mencakup hubungan-hubungan dominasi yang ada di dalamnya, dengan segala perlakuan istimewa, dengan privilese dan ketidakadilannya"
Secara sedernaha dapat disimpulkan bahwa menurut Bourdieu dalam buku ini, kekerasan simbolik yang dialami perempuan kadangkala tidak dipahami sebagai sebuah kekerasan sebab kekerasan yang tidak terlihat secara fisik. Contoh sederhananya yaitu: laki-laki mencaci perempuan ketika perempuan gagal melakukan pekerjaan yang ditugaskan laki-laki kepadanya. Dan jika perempuan itu berhasil, laki-laki tidak akan memujinya (page 47). Disposisi-disposisi semacam inilah yang menurut Bourdieu menjadi penyebab ter-lestarikan-nya dominasi maskulin.
Atau contoh sederhana lain, yaitu para orangtua yang tidak mengijinkan anak perempuannya memilih jurusan yang "berbau lelaki" seperti teknik mesin misalnya, adalah contoh konkret sehari-hari yang mudah kita temui. Tidak sedikit pula posisi-posisi pekerjaan sulit diduduki oleh perempuan, sebab posisi-posisi tersebut telah dianggap khusus untuk laki-laki.
Lebih lanjut Bourdieu membahas bahwa salah satu efek dominasi maskulin yang bisa kita amati di keseharian yaitu dimana dominasi tersebut menjadikan perempuan sebagai barang-barang simbolik. Secara sederhana misalnya bagaimana perempuan merasa bangga dapat menjadi pasangan yang tampak membanggakan pasangannya. Orang mengharap bahwa kalau bisa perempuan itu bersifat "feminin", yaitu murah senyum, simpatik, penuh perhatian, tunduk, tidak banyak bicara, etc. Bahkan disebutkan dalam buku ini, perempuan membutuhkan pandangan orang lain agar dirinya menjadi ada. Dan hal itu lah yang menjadi alasan mengapa perempuan banyak menghabiskan waktu, uang, dan energi untuk kecantikan. Sebab mereka terus diorientasikan untuk mendapatkan tubuh, wajah, dan penampilan yang ideal menurut standat baku yang ada. Dalam era sekarang ini propaganda iklan-iklan kecantikan tentu sangat mempengaruhi.
Buku ini ibarat seperangkat alat analisis untuk mengetahui logika-logika yang bekerja dalam tatanan sosial masyarakat secara umum, meskipun yang dijadikan bahan riset Bourdieu adalah masyarakat Qubail, namun prinsip-prinsip yang dibahas adalah prinsip-prinsip yang berlaku universal dan sangat relevan dengan kondisi kekinian.
Berikut detail informasi bukunya