Mohon tunggu...
Dyah R
Dyah R Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Bagian terbaik dari kehidupan adalah bagian yang kita syukuri."

Bersama suami dan anak-anak, domisili di Jogja. Pernah belajar di Fakultas Ekonomi UNHAS. Suka membaca di waktu senggang.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bagaimana Cara Anda Memperlakukan Uang?

23 Juli 2010   10:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:39 1930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Uang adalah alat pembayaran yang kita gunakan sehari-hari. Bentuk dan wujudnya sudah sangat familiar dan menemani keseharian kita. Uang yang paling sering kita gunakan untuk bertransaksi sehari-hari adalah uang kartal (berupa uang kertas dan logam). Uang terus berputar menemani kehidupan kita. Uang kartal (yang untuk selanjutnya saya sebut uang saja) yang kita pegang saat ini, mungkin saja berasal dari penjual ikan, pedagang makanan, dan lain sebagainya. Pada intinya, sejak didistribusikan dari Bank Indonesia, uang berkali-kali berpindah tangan. Dari transaksi yang satu ke transaksi berikutnya. Hingga akhirnya lenyap karena rusak atau kembali ke Bank Indonesia. Semua itu merupakan siklus uang. Ada sebuah fakta yang seringkali dilakukan orang-orang dalam memperlakukan uang, dimana perilaku tersebut sebenarnya merugikan negara secara tidak langsung. Perilaku yang seperti apakah itu? Yaitu perilaku orang-orang yang kerap kali mengklip uang mereka menggunakan staples/hekter. Hal tersebut mungkin tampak sepele bagi beberapa orang. Tapi kenyataannya, uang-uang (uang kertas) yang kembali lagi ke Bank Indonesia setelah melalui siklus 'kerja'nya, akan diperiksa oleh mesin. Dan mesin seringkali 'membaca' uang yang sudah ada sedikit bolong (akibat staples) tersebut sebagai uang yang rusak. Hingga pada akhirnya secara otomatis dihancurkan (dipotong kecil-kecil) oleh mesin. Proses pemotongan uang kertas rusak menjadi bagian-bagian kecil ini disebut proses racik atau peracikan. Uang yang sudah dipotong-potong kecil-kecil, kemudian oleh mesin, digumpal-gumpalkan menjadi bulatan-bulatan sebesar bola tenis. Lalu semuanya dikemas dalam beberapa kantong-kantong plastik besar untuk nantinya dibawa ke tempat pembuangan. Proses penghancuran (yang selanjutnya disebut proses racik) uang ini berlangsung di suatu ruangan khusus yang tidak boleh sembarangan orang masuk ke dalamnya. Yang boleh masuk hanya dua orang kasir dan satu orang pejabat Bank Indonesia. Selama proses racik berlangsung, semuanya didokumentasikan oleh CCTV dari berbagai arah dan dibuatkan berita acara (berapa total uang yang diracik). Petugas-petugas yang terlibat di dalamnya pun memakai pakaian khusus (pakaian yang tidak bersaku). Dan menjalani penggeledahan saat keluar dari ruang racik. Dapatkah anda membayangkan apa jadinya bila bergepok-gepok uang kertas harus mengalami nasib dihancurkan hanya karena perilaku yang kita anggap sepele? Ya..hanya karena staples lah hal tersebut terjadi. Lalu setiap uang yang telah hancur itu digantikan kembali dengan uang baru. Sedangkan biaya untuk mencetak uang, tidak lah sedikit. Sehingga secara tidak langsung sebenarnya perilaku kecil kita terhadap uang dapat berpengaruh terhadap perekonomian negara. Semoga informasi ini bermanfaat. Trims. NB: tolong infonya disharing ke yang lain yah.. agar yang terbiasa men-staples uang, bisa menghentikan kebiasaannya. Terima kasih. :) Sumber informasi: Acara Klasikal oleh Bidang Moneter yang diikuti penulis pada Selasa, 20 Juli 2010 di Bank Indonesia Makassar.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun