Siapapun korbannya KDRT bukanlah hal yang patut dinormalisasi. Kekerasan yang terjadi dalam hubungan rumah tangga bukanlah aib yang harus disembunyikan dan ditutup rapat-rapat.
Demi Anak
Terjebak dalam hubungan rumah tangga yang toksik terkadang membuat perempuan sulit untuk melawan, apalagi jika dalam pernikahan tersebut pasangan suami istri telah memiliki anak. Rela tidak bercerai dan menahan semua penderitaan demi anak sering sekali dilakukan oleh perempuan yang terjebak dalam pernikahan yang toksik.
Dalam kasus KDRT yang korban dan pelakunya adalah orang tua, anak akan sangat menderita dan cenderung berperilaku menyimpang. Ketika anak melihat orang tuanya saling menyakiti maka secara langsung anak akan ikut merasakan penderitaan yang sama. Efeknya anak bisa mengalami gangguan makan dan tidur, stres, trauma, perilaku menyimpang, bahkan hingga depresi.
Dalam kasus KDRT bercerai adalah solusi yang dapat ditempuh. Jika anak hidup dalam kondisi melihat orang tuanya menjadi pelaku dan korban KDRT anak akan merasa bersalah karena menjadi penghalang kebahagiaan dan kebebasan orang tuanya. Dan ada kemungkinan anak akan tidak hanya menjadi saksi dalam KDRT tersebut, melainkan juga dapat menjadi pelaku dan korban dari hal yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H