Namaku puput, seorang gadis yang lahir pada 24 Desember 2002, dari keluarga biasa saja, juga bukan keluarga dengan nilai keagamaan yang kental. Itu yang membuat bapak berfikir untuk memasukkan anak-anaknya ke pondok pesantren. Keputusan ini diambil setelah aku berkelit ingin sekolah umum saja. tapi bapak bersikeras.
Aku bukan siswa yang aktif berorganisasi, terhitung hanya 2 program yang pernah aku ikuti dari SD hingga SMP. Diakhir kelulusan pada 2018 waktu itu, teman-teman dari SMPN 1 Jayanti  menawarkan agar ikut mereka mendaftar ke sekolah-sekolah umum. Tapi aku mengikuti arahan bapak dengan sedikit berat hati.
Terbangun ditempat yang udaranya begitu asing. Menusuk kulit. Ingin kutarik selimut, tapi suara teriakan dari para pengurus santri itu sangat mengganggu dan memang sudah waktunya dijam 4 pagi, harus mulai beraktifitas. Memulai hidup baru, dilingkungan baru, dan bertemu dengan banyak orang-orang baru.
Menjalani Pendidikan dipesantren Mathla'ul Huda, Pandeglang, jauh dari orang tua. Menjadi awal perjalanan yang dramatis, membuat hati selalu sesak ditiap harinya, rindu begitu kemelut. Makanan yang sederhana, hingga pada minggu pertama aku tak mau menyantap hidangan dapur umi.Â
Masa berlalu, ragaku hampir menjadi utuh kembali disini. Beratnya hati, telah ringan dengan segala Motivasi melihat rekan-rekan yang hebat dalam berdebat, berpidato, bertilawah, juga dari keaktifan kegiatan ekstrakurikuler, seperti melukis, membuat kaligrafi, silat, qori, dan masih banyak kegiatan lain.
Cara berfikirku, caraku berbicara, serta kebiasaan. Dengan aturan ketat, menjadi seorang yang disiplin dan kuat prinsip, dibimbing oleh ustadz dan ustadzah, luar biasa pengalaman yang kudapat. Benar memang, pahitnya pil dalam perjalanan, sebanding dengan perubahan di diri ini. Sesuatu yang tersembunyi, berhasil tergali, dan terasah untuk kubawa sebagai bekal ke jenjang Pendidikan berikutnya. Â Aku berterima kasih kepada tuhan atas 3 tahun yang begitu berharga, juga meminta maaf karena sebelum ini semua, aku terlalu menyalahkan keputusan yang harus diterima.
Apresiasi juga kurasakan atas semua kerja keras dan usahaku belajar, dan juga menjadi santri yang berani menghadapi orang banyak, menghadapi permasalahan tanpa perlu mengadu pada orang tua, merupakan suatu kebanggaan, hingga kepercayaan diri ini menjadi semakin kuat untuk menghadapi dunia selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H