Mohon tunggu...
Dyah Nopitasari
Dyah Nopitasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi jurusan BK UNESA

Mulai sekarang atau tidak sama sekali

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru BK Menyelesaikan Masalah atau Menambah Masalah?

27 November 2022   13:05 Diperbarui: 27 November 2022   13:10 1873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru BK Sahabat Siswa

Apasih yang terbesit di benak teman-teman ketika mendengar kata guru BK?. Pasti tidak jauh dari anggapan guru yang suka menghukum siswa, memberikan sanksi, serta galak. Beberapa kali saya berbincang dengan rekan saya  mengenai pandangan mereka terhadap guru BK. Mereka beranggapan bahwa guru BK hobinya menghukum siswa sehingga banyak siswa yang takut kepada guru BK. Tak hanya itu, mereka juga memiliki pengalaman konseling yang membuat mereka trust issue dengan guru BK. Mereka mengaku bahwa guru BK di sekolahnya dulu suka membocorkan masalah mereka kepada siswa lain tanpa sepengetahuan mereka. Tak sedikit juga yang mengaku bahwa guru BK di sekolahnya terkesan tidak kerja karena jarang terlihat. Guru BK mereka juga tidak ramah dan terkesan menyepelekan masalah siswanya dengan memberikan komentar yang sedikit menyinggung hati siswanya, seperti "Dandan menor kayak gitu buat apa? Biar banyak yang suka?", "Rok di buat press body gitu biar apa? Kamu ini mau sekolah apa fashion show?", dan perkataan negatif lainnya. Tentu hal tersebut membuat para siswa enggan untuk menceritakan masalahnya kepada guru BK. Niat hati ingin menyelesaikan masalah, ternyata setelah keluar dari ruang BK jadi bahan olokan teman-teman. "Datang ke guru BK bukannya menyelesaikan masalah, malah nambah masalah", ungkap rekan saya yang saat itu terkena kasus dan dipanggil ke ruang BK. Dari ungkapan rekan saya tadi, saya mulai bertanya-tanya "Memang tugas guru BK yang sebenarnya apa sih? Katanya menyelesaikan masalah, tapi kenyataannya malah banyak yang merasa tertekan setelah dari ruang BK.". Setelah saya kuliah di jurusan Bimbingan dan Konseling, saya baru paham apa sebenarnya tugas guru BK itu. Yang awalnya saya biasa-biasa saja dengan profesi ini(karena jujur ini bukan pilihan pertama saya), jadi mulai tertarik dengan bahasan mengenai BK. 

Saya jadi teringat sebuah quotes "Setiap permasalahan ada solusinya". Dari quotes tersebut pasti kita akan menyimpulkan bahwa ada jalan keluar disetiap masalah, namun apakah dalam mencari solusi kita sudah melakukan prosedur dengan benar?. Jangan sampai kita berniat untuk menyelesaikan masalah siswa, namun kita tidak tahu bagaimana langkah-langkahnya. Lalu apa sih penyebab semua asumsi mengenai guru BK di atas muncul? Jawabannya karena kurangnya pengetahuan guru BK mengenai profesinya. Banyak saya jumpai di beberapa sekolah masih terdapat guru BK yang ternyata bukan lulusan dari jurusan Bimbingan dan Konseling. Selain itu ada beberapa guru BK yang tidak mengetahui dasar-dasar BK, jenis layanan apa saja yang terdapat pada BK, strategi apa yang digunakan dalam konseling, bagaimana cara mengembangkan serta mengolah angket, dan lain sebagainya. Hal ini tentu menjadi masalah. Dimana tujuan BK untuk mengayomi siswa dan membantu siswa untuk berkembang dan bisa menyelesaikan permasalahannya sendiri terpatahkan oleh beberapa oknum yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik. 

Dengan segala stigma buruk yang disematkan pada profesi ini, apakah guru BK akan terus begitu?, Apakah guru BK hanya akan menjadi tekanan untuk siswa? Tentu saja tidak. Seperti yang tertera pada Permendikbud No. 111 Tahun 2014 mengenai Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah, pertama-tama sebagai konselor yang profesional dalam menjalankan profesinya, seorang guru BK harus lulusan dari S1 Bimbingan dan Konseling serta menamatkan Pendidikan Profesi Guru BK/Pendidikan Profesi Konselor. Serta terus mengembangkan kemampuannya dengan mengikuti pelatihan, seminar, workshop, dan lain sebagainya. Dengan bekal ilmu yang didapat dari pendidikan tersebut, diharapkan para calon guru BK atau konselor bisa menjalankan profesinya sesuai peraturan yang ada. Sehingga tidak ada lagi kasus guru BK yang terlihat tidak kerja atau terkesan guru yang paling santai karena tidak mengajar. Padahal setelah saya pelajari dalam beberapa mata kuliah, pekerjaan guru BK tidak kalah rumit dengan guru mapel. Untuk mendapatkan data dari siswa, kami guru BK perlu mengembangkan asesmen yang pengolahannya ternyata tidaklah mudah. Kami perlu latihan berulang-ulang untuk bisa mengolah data hasil asesmen tersebut. Yang kedua, guru BK perlu mengadakan bimbingan dengan siswa. Yang jadi permasalahannya adalah guru BK sering kesulitan untuk mendapatkan jam di kelas. Dimana yang seharusnya guru BK mendapatkan jam dikelas setara dengan 2 jam pelajaran, namun kenyataannya tidak demikian. Sehingga banyak guru BK yang jarang berinteraksi dengan siswa sehingga menghambat proses layanan Bimbingan. Tidak mungkin kita bisa percaya dengan seseorang jika kita tidak mengenalnya terlebih dahulu. Namun hal tersebut dapat diatasi. Guru BK dapat mengajukan permintaan melakukan bimbingan di kelas kepada kepala sekolah, dengan menjelaskan urgensinya BK untuk perkembangan siswa. Namun jika kepala sekolah tetap tidak memberikan kesempatan dengan alasan tertentu, maka guru BK dapat melakukan bimbingan di luar jam pelajaran. Misal saat istirahat, atau di luar jam sekolah. Namun perlu diingat bahwa itu semua dilaksanakan harus dengan izin siswa yang hendak mendapatkan bimbingan. Karena dalam tujuan profesi, seorang konselor/guru BK perlu memberikan pelayanan yang tulus tanpa paksaan sehingga dapat terjalin hubungan yang baik antara guru BK/konselor dengan siswa/konseli yang memudahkan dalam memberikan layanan bimbingan. Dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling guru BK perlu menjelaskan mengenai apa itu bimbingan dan konseling, apa tugas guru BK dalam layanan tersebut, serta apa tujuan dari layanan itu diberikan. Sehingga tidak ada lagi kesalahfahaman mengenai profesi guru BK. Bisa jadi para siswa/konseli enggan datang dan bercerita ke guru BK karena mereka tidak tahu fungsi guru BK di sekolah itu untuk apa.

Ketika guru BK sudah memenuhi persyaratan untuk menjadi guru BK yang profesional, serta melakukan layanan dengan tulus. Maka stigma negatif dari siswa yang sudah menjamur itu bisa pudar. Sehingga siswa dapat percaya dengan guru BK dan tidak ada lagi istilah Guru BK polisi sekolah, Guru BK tukang hukum siswa, dll. Namun perlu diingat bahwa layanan yang diberikan guru BK, tidak serta-merta menyelesaikan masalah. Bisa jadi permasalahan siswa dapat lebih ringan atau bahkan selesai dengan tuntas, namun tidak menutup kemungkinan kalau permasalahannya belum teratasi. Karena guru BK memiliki batasan kemampuan dalam menangani beberapa permasalahan yang dialami siswa/konseli. Ketika permasalahan tidak dapat diatasi oleh guru BK, maka guru BK dapat melakukan reveral/alih tangan kasus kepada pihak yang lain yang berwenang dalam mengatasi permasalahan tersebut. Seperti psikolog atau psikiater. Dalam alih tangan kasus, guru BK/konselor juga perlu perizinan dari siswa/konseli serta menjelaskan batasannya dalam menangani masalah sehingga siswa/konseli dapat mengerti. Pada dasarnya layanan yang diberikan guru BK khususnya konseling, itu adalah suatu proses. Tidak ada hasil yang baik tanpa melalui proses. Maka dari itu perlu adanya kontrak konseling sebelum pelaksanaan layanan konseling. Konselor dan konseli harus menyepakati kontrak konseling yang terdiri dari berapa durasi waktu yang diperlukan dalam layanan ini, jadwal konseling tiap sesi, serta fokus konseling ini untuk memecahkan permasalahan yang seperti apa. Jika siswa/konseli sudah mengetahui apa sebenarnya tugas guru BK, seperti apa layanan yang diberikan serta bagaimana proses layanan itu berlangsung, maka siswa/konseli tersebut akan bisa lebih terbuka untuk menceritakan masalahnya kepada guru BK. Sehingga ungkapan teman saya mengenai "Datang ke guru BK bukannya menyelesaikan masalah, malah nambah masalah" di atas bisa terpatahkan. 

Semoga Membantu:)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun