Mohon tunggu...
dyahmeritha
dyahmeritha Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Gak tau kenapa aku merasa hanya lewat tulisan aku bisa menggambarkan semua perasaan, pikiran yang aku pikirkan.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Di Bawah Langit Firenze

29 November 2024   20:07 Diperbarui: 29 November 2024   20:07 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Bawah Langit Firenze

Senja mulai melukis langit Firenze dengan warna jingga keemasan. Di tengah hiruk-pikuk Piazza della Signoria, seorang pelukis muda bernama Lorenzo sibuk mengamati orang-orang yang berlalu-lalang. Namun, matanya tertahan pada satu sosok---seorang wanita yang berdiri di dekat air mancur, gaunnya bergelombang lembut tertiup angin sore. Wajahnya teduh, seperti sosok yang terlahir dari kanvas lukisan Renaisans.

Wanita itu bernama Isabella, seorang putri bangsawan yang memilih melarikan diri dari kehidupan istana yang penuh aturan. Ia ingin mencari kebebasan, sesuatu yang selama ini terasa seperti mimpi baginya.

Lorenzo, dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, mendekatinya.
"Permisi, signorina, apakah saya boleh melukis Anda?" tanyanya, dengan senyum yang tak mampu ia tahan.

Isabella terkejut, tapi kemudian tersenyum kecil. "Mengapa saya? Di sini banyak wanita lain yang lebih pantas menjadi objek lukisanmu."

Lorenzo menggeleng. "Mereka adalah bunga, tapi Anda adalah matahari. Cahaya Anda adalah yang ingin saya abadikan."

Malam itu, mereka duduk di tepi Arno, bercakap tentang dunia. Lorenzo bercerita tentang kehidupannya sebagai pelukis miskin yang hanya bertahan hidup dari karya seni kecil, sementara Isabella mengungkapkan keresahannya tentang kehidupan yang terbelenggu. Semakin banyak kata yang terucap, semakin mereka merasa bahwa mereka menemukan sesuatu yang tak terjelaskan.

Hari-hari berlalu, dan setiap sore, Isabella kembali ke studio Lorenzo. Ia duduk di kursi kayu, dikelilingi oleh aroma cat minyak dan suara lembut kuas yang menyentuh kanvas. Lorenzo tak hanya melukis wajahnya, tetapi juga mempelajari jiwanya---sosok yang kuat namun rapuh, penuh cinta namun terluka.

Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Isabella tahu bahwa waktunya terbatas. Ayahnya telah mengirimkan penjaga untuk mencarinya.

"Saya harus pergi," kata Isabella suatu sore, matanya berkaca-kaca.

Lorenzo menggenggam tangannya. "Tetaplah. Saya tak peduli apa yang akan terjadi. Dunia ini terlalu indah jika saya harus kehilangan Anda."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun