Di Bawah Langit Firenze
Senja mulai melukis langit Firenze dengan warna jingga keemasan. Di tengah hiruk-pikuk Piazza della Signoria, seorang pelukis muda bernama Lorenzo sibuk mengamati orang-orang yang berlalu-lalang. Namun, matanya tertahan pada satu sosok---seorang wanita yang berdiri di dekat air mancur, gaunnya bergelombang lembut tertiup angin sore. Wajahnya teduh, seperti sosok yang terlahir dari kanvas lukisan Renaisans.
Wanita itu bernama Isabella, seorang putri bangsawan yang memilih melarikan diri dari kehidupan istana yang penuh aturan. Ia ingin mencari kebebasan, sesuatu yang selama ini terasa seperti mimpi baginya.
Lorenzo, dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, mendekatinya.
"Permisi, signorina, apakah saya boleh melukis Anda?" tanyanya, dengan senyum yang tak mampu ia tahan.
Isabella terkejut, tapi kemudian tersenyum kecil. "Mengapa saya? Di sini banyak wanita lain yang lebih pantas menjadi objek lukisanmu."
Lorenzo menggeleng. "Mereka adalah bunga, tapi Anda adalah matahari. Cahaya Anda adalah yang ingin saya abadikan."
Malam itu, mereka duduk di tepi Arno, bercakap tentang dunia. Lorenzo bercerita tentang kehidupannya sebagai pelukis miskin yang hanya bertahan hidup dari karya seni kecil, sementara Isabella mengungkapkan keresahannya tentang kehidupan yang terbelenggu. Semakin banyak kata yang terucap, semakin mereka merasa bahwa mereka menemukan sesuatu yang tak terjelaskan.
Hari-hari berlalu, dan setiap sore, Isabella kembali ke studio Lorenzo. Ia duduk di kursi kayu, dikelilingi oleh aroma cat minyak dan suara lembut kuas yang menyentuh kanvas. Lorenzo tak hanya melukis wajahnya, tetapi juga mempelajari jiwanya---sosok yang kuat namun rapuh, penuh cinta namun terluka.
Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Isabella tahu bahwa waktunya terbatas. Ayahnya telah mengirimkan penjaga untuk mencarinya.
"Saya harus pergi," kata Isabella suatu sore, matanya berkaca-kaca.
Lorenzo menggenggam tangannya. "Tetaplah. Saya tak peduli apa yang akan terjadi. Dunia ini terlalu indah jika saya harus kehilangan Anda."
"Tapi dunia Anda akan hancur jika saya tinggal," jawab Isabella lirih.
Dengan hati berat, Lorenzo membiarkannya pergi. Tapi sebelum Isabella meninggalkan studio, ia berdiri di depan lukisannya yang telah selesai. Di kanvas itu, Isabella tampak seperti dewi, penuh kehidupan, dengan mata yang seolah memandang masa depan yang cerah.
"Tolong simpan ini untukku," bisiknya.
Tahun-tahun berlalu. Lorenzo menjadi pelukis terkenal, tetapi di setiap karya agungnya, selalu ada jejak Isabella---mata, senyum, atau siluetnya yang samar. Ia tak pernah tahu di mana Isabella, tapi ia percaya bahwa cinta mereka tak akan pernah hilang.
Di suatu tempat di dunia, Isabella duduk di bawah langit lain, mengingat setiap senja bersama Lorenzo. Meski tak bersama, mereka tahu cinta mereka hidup di dalam lukisan itu---abadi, seperti Firenze di bawah langit jingga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H