Mohon tunggu...
Dyah Kirana
Dyah Kirana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan di Universitas Jember

Halo! Aku Dyah Kirana mahasiswi tahun keempat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan UNEJ. Tertarik di bidang moneter, keuangan, perbankan, dan pasar modal. Platform ini akan aku gunakan sebagai penyampaian opini yang berkaitan dengan isu-isu terbaru khususnya di Indonesia. So, for those of you who want to discuss about everything what I wrote here, I appreciate it because it's for better me in the future!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Twin Deficit di Indonesia: Krisis Ekonomi 1997-1998 dan Pandemi Covid-19

3 November 2024   13:43 Diperbarui: 3 November 2024   13:56 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: The Jakarta Post

Jember, 3 November 2024 - Twin deficit merupakan istilah yang merujuk pada kondisi di mana suatu negara mengalami defisit anggaran dan defisit neraca pembayaran secara bersamaan, hal ini telah menjadi isu krusial dalam aktivitas ekonomi Indonesia. Fenomena ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh aktivitas ekonomi nasional terutama selama periode Orde Baru saat terjadi Krisis Ekonomi 1997-1998 dan era Reformasi saat Krisis Pandemi COVID-19. 

Defisit anggaran terjadi ketika pengeluaran pemerintah lebih besar daripada penerimaan yang seringkali disebabkan oleh kebutuhan untuk membiayai program pembangunan dan pengeluaran sosial yang tinggi. Di sisi lain, defisit neraca pembayaran menggambarkan ketidakseimbangan antara transaksi luar negeri, baik dalam bentuk perdagangan barang maupun jasa dan aliran modal. Situasi ini menciptakan tekanan pada nilai tukar dan dapat mengganggu stabilitas makroekonomi dan berpotensi memicu inflasi yang pada akhirnya memengaruhi daya beli masyarakat.

Selama periode Orde Baru, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat yaitu sebesar 8,2 persen pada tahun 1996 yang disertai dengan peningkatan defisit anggaran. Hal itu terjadi karena adanya kebijakan pembangunan yang agresif terutama investasi besar-besaran untuk pembangunan infrastruktur yang dibiayai oleh utang luar negeri sehingga menciptakan ketergantungan yang berisiko dan mengancam stabilitas keuangan negara dalam jangka panjang. 

Krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1997-1998 menjadikan tantangan ini semakin kompleks karena mengharuskan pemerintah untuk tidak hanya menghadapi dampak langsung dari krisis tersebut, tetapi juga untuk mereformasi kebijakan fiskal dan moneter yang sudah ada. Artinya, Pemerintah harus berupaya menyeimbangkan pengeluaran dan pendapatan diiringi dengan pengembalian kepercayaan investor dan masyarakat. Sehingga diperlukan kebijakan yang tidak hanya memperbaiki situasi ekonomi dalam jangka pendek, tetapi juga membangun fundamental ekonomi yang kuat untuk pertumbuhan berkelanjutan di masa depan. Mengingat kondisi twin deficit yang berkelanjutan dapat berpotensi memperburuk stabilitas makroekonomi di Indonesia.

Memasuki Era Reformasi pada pemerintahan Jokowi pada tahun 2015 hingga 2020, kondisi perekonomian Indonesia cenderung stabil pada angka sekitar 5 persen. Namun, munculnya Pandemi COVID-19 memperburuk ekonomi Indonesia, ditandai dengan kontraksi tajam pada pertumbuhan ekonomi sebesar 2,2 persen. Pada saat yang sama, anggaran pemerintah mengalami defisit sebesar 4 persen yang diiringi dengan defisit neraca pembayaran sehingga, lagi dan lagi, Indonesia mengalami kondisi twin deficit. 

Defisit anggaran pemerintah terjadi karena pemerintah meningkatkan pengeluarannya sebagai respon terhadap krisis yang disebabkan oleh Pandemi COVID-19. Pengeluaran itu digunakan untuk membiayai berbagai program sosial dan kesehatan dalam rangka pemulihan ekonomi pasca-krisis. Program-program ini tidak hanya penting untuk mendukung masyarakat yang terdampak oleh krisis, tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan ekonomi dalam jangka panjang. Pengelolaan fiskal menjadi krusial karena sangat diperlukan saat terjadi krisis. Meskipun pada kenyataannya, ketidakstabilan dalam anggaran dapat menghambat pemulihan ekonomi dan memperburuk kondisi neraca pembayaran yang sudah dalam keadaan rentan.

Tidak hanya itu, guncangan eksternal dan internal semakin memperburuk kondisi ini. Dari sisi eksternal, ketidakpastian global dan fluktuasi harga komoditas berkontribusi pada ketidakstabilan neraca pembayaran. Sementara itu dari sisi internal, tantangan kelembagaan seperti inefisiensi dalam pengelolaan sumber daya, korupsi, dan birokrasi yang lamban menghambat upaya untuk mencapai pengeluaran pemerintah yang efektif dan efisien. Kebijakan fiskal yang tidak terencana dan terlalu longgar dapat menciptakan beban utang yang semakin berat sehingga semakin menyulitkan pengelolaan anggaran di masa depan. 

Oleh karena itu, dalam menghadapi situasi twin deficit perlu adanya pendekatan terintegrasi dan holistik. Dengan kata lain, tidak hanya berfokus pada pemulihan jangka pendek namun juga pada pembangunan institusi dan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Sehingga diperlukan upaya reformasi yang mampu membangun kepercayaan investor, meningkatkan daya saing ekonomi domestik, serta menciptakan stabilitas makroekonomi.

Kondisi twin deficit di Indonesia tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi, tetapi juga menciptakan ketidakpastian sosial. Defisit anggaran dan neraca pembayaran yang berkelanjutan berimbas langsung pada kehidupan masyarakat sehingga memicu serangkaian dampak yang dapat memperburuk situasi sosial dan politik. Ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan yang diambil oleh pemerintah dapat meningkat terutama ketika dampak dari kebijakan tersebut dirasakan dalam bentuk inflasi yang tinggi dan penurunan daya beli. 

Selain itu, peningkatan tingkat pengangguran akibat kebijakan pemangkasan anggaran untuk menanggulangi defisit juga berkontribusi pada ketidakpuasan sosial. Ketika pemerintah terpaksa melakukan pemotongan anggaran di sektor-sektor yang penting seperti pendidikan dan kesehatan, maka dampaknya akan langsung terasa utamanya bagi kelompok masyarakat yang paling rentan. Hal ini menciptakan ketidakadilan yang dapat memicu protes dan gerakan sosial yang berpotensi menambah ketegangan dalam masyarakat. 

Oleh karena itu, penting untuk merumuskan kebijakan yang efektif. Penanganan twin deficit memerlukan pendekatan yang holistik, termasuk reformasi kelembagaan dalam kebijakan fiskal dan moneter, serta upaya untuk meningkatkan daya saing ekonomi domestik. Dengan demikian, Indonesia dapat mengatasi kondisi twin deficit dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun