Mohon tunggu...
Dyah Iin Nur Yuliningsih
Dyah Iin Nur Yuliningsih Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya adalah guru SD Negeri di wilayah Kabupaten Bekasi. Tp saya lahir di kota kecil Ngawi, Jawa Timur. Hobi saya banyak. Semua yg bersifat seni saya suka.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Refleksi Coaching untuk Supervisi Akademik (Modul 2.3 Koneksi antar Materi)

6 Desember 2023   23:44 Diperbarui: 7 Desember 2023   00:19 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru adalah salah satu profesi yang sangat berpengaruh dalam tiap desah nafas kehidupan. Dari seorang guru mampu tercipta ribuan ahli dan pakar dalam bermacam bidang ilmu. Profesi yang dianggap paling mulia dari banyak orang,  dan membutuhkan keahlian dalam pembelajaran. Harus mampu memecahkan masalah yang dihadapi, dan  mampu menjadi pemimpin pembelajaran  untuk murid, untuk teman sejawat, dan untuk masyarakat. Hal ini sesuai dengan peran Guru Penggerak yaitu menjadi coach bagi guru lain / teman sejawat.

Coaching didefinisikan sebagai proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis. Dimana seorang coach memfasilitasi atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi diri coachee (Grant, 1999).  Sedangkan Withmore (2003) mendefinisikan bhwa coaching adalah kunci pembuka potensi untuk memaksimalkan kinerja seseorang. Berdasar kedua pendapat tersebut, maka International Coacg Federation mendefinisikan bahwa "coaching sebagai bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimiliki melalui proses menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran yang kreatif". 

Dari beberapa devinisi tersebut dapat  disimpulkan bahwa coaching merupakan kegiatan yang dilakukan bersama dua orang (coach dan coachee) dari suatu keadaan yang belum baik menjadi lebih baik. Dimana seorang coach menggali potensi coachee untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan pertanyaan-pertanyaan yang membangkitkan motivasi hingga coachee sadar dan tanpa paksaan menemukan solusi sendiri.

Untuk menjadi seorang coach yang baik, guru harus menerapkan dan memiliki  kemampuan dalam melaksanakan  coaching, yaitu :

1. Paradigma Berpikir Coaching

    Saat melakukan coaching, coach harus melakukan 3 hal, yaitu : fokus pada coachee, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki        kesadaran diri yang kua, mampu melihat peluang baru dan masa depan. 

2. Prinsip Coaching

     Ada 3 prinsip dalam coaching yaitu : Kemitraan, Proses Kreatif, dan Memaksimalkan potensi

Ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki coach , antara lain :

1. Presence ( Kehadiran Penuh )

    Kemampuan coach untuk bisa hadir secara utuh bagi coachee saat coaching, sehingga badan, pikiran, dan hati selaras saat coaching berlangsung.

2. Mendengarkan Aktif 

    Ketrampilan mendengarkan aktif atau biasa disebut dengan menyimak, adalah ketrampilan yang sangat diperlukan dalam coaching. Seorang coach akan lebih banyak mendengarkan dan lebih sedikit bicara. Fokus dengan apa yang diucapkan oleh coachee sebagai mitra . Harus dapat mengesampingkan pemikiran pribadi.

    Ketrampilan Mendengarkan aktif perlu dilatih coach untuk fokus sehingga tidak terjadi asumsi , judgment,  dan asosiasi terhadap coachee. 

3. Mengajukan Pertanyaan Berbobot

     Dalam melakukan coaching ketrampilan kunci lainnya adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot.  Pertanyaan yang diajukan coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan ide yang belum terpikirkan, mengungkapkan emosi atau nilai, yang dapat mendorong coachee untuk membuat aksi dan mengembangkan diri.

Selain mendengarkan aktif, referensi yang dapat digunakan dalam pertanyaan berbobot adalah Mendengarkan dengan RASA ( Receive, Apreciate,  Summarize , Ask ). 

Pada sebuah percakapan (coaching) ,untuk membantu coach dalam membuat percakapan dengan coachee agar  lebih bermakna dan efektif, terdapat sebuah alur yang disebut alur TIRTA. 

TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal dan banyak diaplikasikan model GROW { Goal (tujuan), Reality (nyata), Option (pilihan) dan  Will (keinginan untuk maju)}

Dalam kaedah Bahasa,  TIRTA mempunyai arti air. Air mempunyai sifat mengalir bebas ke segala arah. Dalam dunia pendidikan, kita ibaratkan murid adalah air, maka biarlah mereka merdeka , mengalir lepas hingga mencapai  tujuannya (hilir). 

Alur TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang membuat coachee  mampu menghadapi dan membuat keputusan bijaksana secara mandiri. Dan melalui alur percakapan TIRTA, coach diharapkan mampu mendampingi murid dan rekan sejawat dalam  menemukan solusi masalah yang dihadapi. 

Dan alur TIRTA dapat dijelaskan sebagai berikut :

  • Tujuan Umum ( Tahap awal dimana pihak coach dan coachee menyepakati tujuan  pembicaraan yang akan berlangsung
  • Identifikasi  (coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang  sedang dibicarakan dan menghubngkan dengan fakta-fakta yang ada
  • Rencana Aksi  ( Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat )
  • Tanggung Jawab ( Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya )


Keterkaitan Coaching dengan Pembelajaran Berdiferensiasi Dan Pembelajaran Soial Emosional

 

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Sesuai dengan definisi pembelajaran berdiferensiasi tersebut dapat diasumsikan bahwa paradigma coaching dan prinsip coaching dapat diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan pembelajaran. Selain itu dengan menerapkan coaching sebagai sebuah pendekatan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid adalah suatu hal yang dapat dilakukan dan efektif untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Untuk menyusun dan melaksanakan proses pembelajaran, guru akan mengaarahkan murid untuk menemukan, menentukan/memilih kebutuhan belajarnya. Murid dimampukan untuk dapat belajar sesuai dengan gaya belajar, kemampuan belajar, bakat dan minat yang dimiliki. Dengan demikian pembelajaran dapat berjalan baik dan murid merasa nyaman dengan proses belajar yang mereka lakukan.

Keterkaitan coaching dengan pembelajaran sosial emosional

Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat:

  1. Memahami, menghayati, dan mengelola emosi  (kesadaran diri)
  2. Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
  3. Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
  4. Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi)
  5. Membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)

Lima kompetensi sosial emosional yang dipelajari pada modul sebelumnya menjadi sebuah dasar seorang guru agar dapat menguasai tiga kompetensi coaching yang ada. Sehingga pembelajaran sosial emosional sangat penting dan perlu dilakukan  seorang guru untuk meningkatkan kompetensi sosial emosionalnya sebelum belajar mengenai coaching.

Dalam PSE seorang guru akan memperoleh pengalaman mengenai mengelola diri yang baik hingga mampu mengambil keputusan. Tehnik yang digunakan untuk mengembalikan kesadaran penuh atau (mindfulness)  dengan teknik S-T-O-P yang dapat diterapkan kepada coachee sebelum melakukan kegiatan coaching. Dengan demikian coaching akan terjadi baik dan membuat  coachee mampu dalam menemukan solusi masalah yang dialami.

Keterkaitan Keterampilan Coaching dengan Pengembangan Kompetensi Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Pemimpin pembelajaran yang baik  adalah seorang yang memiliki prinsip dan mampu menerapkan paradigma coaching untuk supervisi akademik. Paradigma coacing dan prinsip coaching untuk supervisi akademik  perlu dimiliki oleh seorang pemimipin pembelajaran agar dapat melakukan evaluasi dan refleksi pembelajaran sebagai bahan perbaikan kedepan. Selain itu, kemampuan coaching seorang pemimpin pembelajaran harus selalu ditingkatkan dan diasah guna supervisi akademik yang dilakukan.

Melakukan supervisi akademik dengan teknik coaching akan lebih efektif dibandingkan dengan teknik lain. Karena dalam coaching seorang coachee mampu menemukan potensi positif dalam diri maupun potensi lain disekeliling sebagai solusi atas masalah yang dihadapi. Suatu hal yang muncul atas inisitif atau hasil pemikiran reflektif seseorang biasanya lebih bertahan lama atau berjangka panjang dan memberikan kesan makna yang mendalam ketika berhasil diterapkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun