Lembah Bakkara Danau Toba (kini merupakan wilayah administratif dari Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara), setelah belasan tahun tak saya kunjungi ternyata sangatlah luar biasa perkembangannya. Dahulu, menuju Bakkara tanpa membawa kendaraan sendiri amatlah sulit. Dengan kendaraan umum dari Siborong-borong menuju Lembah Bakkara, kita harus berpacu dengan waktu agar bisa kembali "ke atas" (menuju Siborong-borong atau Dolok Sanggul) tepat pada waktunya.Â
Sebab kendaraan umum yang notabene rata-rata berusia tua itu tidak setiap saat tersedia. Karena penginapan pun hampir tidak ada di Bakkara pada saat itu, maka menginap bukanlah menjadi pilihan tepat bagi yang hanya akan melakukan urusan singkat di Bakkara. Pilihan terbaik adalah pulang pada hari yang sama, dengan syarat pergi pagi-pagi sekali dan pulang tidak terlalu sore agar masih bisa mengejar trayek kendaraan umum menuju "ke atas".
Namun itu kondisi belasan tahun yang lalu. Saat ini Bakkara memiliki wajah baru yang cukup menjanjikan. Sejumlah hotel dan penginapan mulai dibuka untuk umum, baik bagi para wisatawan maupun peziarah. Homestay juga seakan menjadi tren baru bagi masyarakat Bakkara. Istana Sisingamangaraja masih menjadi destinasi yang cukup diminati di Bakkara dikarenakan tokoh ini popularitasnya cukup kuat.Â
Pun berbagai objek wisata alam yang sangat memanjakan mata turut mendongkrak minat masyarakat untuk berkunjung ke Bakkara. Beberapa restoran dengan berbagai sajian menu juga mulai bermunculan, siap untuk mendukung Bakkara sebagai objek wisata alam, sejarah, dan budaya.
Markombur Ditemani Ikan Natinombur
Dengan berbagai daya tarik itu, jangan lupakan pula pemanja lidah dengan sejumlah rempah andalan yang legit menggigit. Andaliman yang sering disebut-sebut sebagai "merica batak" menjadi andalan bagi sejumlah masakan khas Batak yang mengundang selera. Sebut saja ikan natinombur yang sungguh asyik dinikmati sembari "markombur" atau ngobrol "ngalor ngidul" tak tentu arah.
Rempah Nusantara menjadi penanda bagi nikmatnya setiap gigitan menu-menu tradisional yang kaya rasa. Ikan natinombur adalah salah satunya. Berbahan dasar ikan yang banyak dihasilkan di Danau Toba, baik ikan nila, ikan emas ataupun beberapa jenis ikan lainnya, kekhasan masakan ini tentulah akan sulit terlupakan, terutama bagi yang baru sekali mencoba.
Rasanya sedikit tajam di lidah. Dominasi rasa pedas dan pedar dari ramuan andaliman dan kecombrang menjadi perpaduan rasa ajaib yang tiada tara. Sentuhan primitif dihasilkan dari proses memasak ikan yang didahului dengan kegiatan memanggang. Sebuah proses pengolahan makanan sederhana yang dipelajari sejak awal kehidupan manusia dahulu, saat manusia mulai mengenal pemanfaatan api. Aroma asap pada ikan yang berpadu dengan bumbu-bumbu tradisional kaya rempah tentunya membuat selera makan semakin meningkat. Â Â Â
Tak hanya andaliman dan kecombrang, cabe, sereh, kunyit, lengkuas, daun jeruk, kemiri, jahe, bawang merah putih dan jeruk nipis menjadi pelengkap bumbu bercitarasa Nusantara ini. Warna pucat kecoklatan menjadi penanda hadirnya kemiri di dalam ramuan bumbu masakan ini. Juga munculnya bawang merah muda utuh lengkap dengan daunnya yang menambah sensasi menu ini saat dikunyah. Â Sedangkan bumbu-bumbu pedas yang terlalu banyak disertakan terkadang juga menyebabkan perut melilit maha dahsyat. Walaupun demikian, siapa yang tak tergoda dengan racikan bumbu aromatik nan eksotik ini?
Natinombur yang menggeletarkan lidah sudah pasti nikmat disantap dengan sepiring nasi hangat. "Sambalnya" yang sedikit berkuah pun akan berkolaborasi dengan butiran nasi sehingga lidah akan bergoyang tiada henti. Ditemani sepiring nasi berlauk ikan natinombur, acara markombur hampir dapat dipastikan akan sulit dihentikan saking asyiknya. Apalagi jika dilengkapi dengan segelas tuak kelapa yang juga banyak dihasilkan di Bakkara.