Mohon tunggu...
Dyah Fitri Utami
Dyah Fitri Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Bismillahirrahmanirrahim.. Sedang berjuang meraih impian :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Berkaca dari Finlandia, untuk Pendidikan Indonesia yang Lebih Baik

10 Januari 2016   01:27 Diperbarui: 10 Januari 2016   01:43 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pendidikan merupakan sarana yang sangat penting dalam membentuk karakter suatu bangsa, serta menjadi wadah untuk melahirkan para pemimpin di masa mendatang. Sistem pendidikan akan menentukan bagaimana kualitas pendidikan suatu negara, untuk itu diperlukan adanya pemikiran & langkah yang tepat dalam menentukan sistem pendidikan agar tercapai kualitas pendidikan yang baik.

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini masih dalam kondisi yang cukup memprihatinkan. Keterbatasan sarana prasarana, jumlah guru yang tidak merata, kualitas guru yang dinilai masih kurang, serta kurikulum yang sering gonta-ganti merupakan beberapa penyebab belum majunya mutu pendidikan Indonesia. Maka dari itu diperlukan adanya evaluasi & kajian lebih lanjut terhadap sistem pendidikan yang berlaku selama ini demi meningkatkan kualitas pendidikan. 

Bertolak belakang dengan Indonesia, Finlandia justru didaulat menjadi negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Bagaimanakah sistem pendidikan di sana ? Mampukah Indonesia mengikuti jejak Finlandia?? Setidaknya ada 5 hal yang menjadikan Finlandia sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik, diantaranya yaitu :

  • Pilihan sekolah di Finlandia hanya sedikit dan semua dikelola oleh pemerintah

Pelajar-pelajar di sana kebanyakan menuntut ilmu di sekolah negeri, hanya ada sedikit sekolah swasta di Finlandia. Pemerintah melarang sekolah membebani siswanya dengan biaya sekolah, termasuk juga sekolah swasta tetap diatur secara ketat oleh pemerintah dalam hal pengaturan biaya sekolah. Sekolah di sana mempunyai lingkungan yang aman dan sehat untuk anak-anak, pemerintah menawarkan semua anak makanan gratis, akses mudah ke pelayanan kesehatan, konseling psikologis dan bimbingan individual.

Sedangkan yang terjadi di Indonesia adalah keberadaan sekolah atau lokasi pendidikan yang tidak merata. Di pulau jawa khususnya, sekolah seakan bertebaran dimana-mana, pendirian sekolah swasta pun juga sangat mudah dilakukan. Kondisi lain tampak di kawasan pelosok nusantara, anak-anak di wilayah terpencil harus rela menempuh perjalanan berjam-jam untuk dapat mengenyam pendidikan, ditambah lagi dengan sulitnya akses menuju lokasi sekolah. Sarana prasarana pendidikan di Indonesia juga belum memadai, belum mampu mengimbangi teknologi canggih di luar negeri. Dan sekarang ini, semakin hari biaya pendidikan juga semakin mahal. Apalagi bagi orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah unggulan/favorit harus merogoh kantong lebih dalam lagi untuk membiayainya.

  • Sedikit mendapatkan PR dan tidak ada Ujian Nasional

Selain jarang diberi PR, Finlandia juga tidak menyelenggarakan ujian nasional di setiap jenjang pendidikan. Yang ada hanya ujian matrikulasi pada jenjang sekolah menengah atas yang  bersifat sukarela. Siswa SD belajar selama 4-5 jam/hari dan setelah 45 menit belajar mereka berhak mendapat waktu istirahat selama 15 menit. Masyarakat Finlandia meyakini bahwa kemampuan terbaik siswa untuk menyerap ilmu pengetahuan baru akan datang jika mereka memiliki kesempatan untuk mengistirahatkan otak dan membangun fokus baru.

Sedangkan kita di Indonesia harus bersiap-siap menghadapi ujian Nasional pada setiap akhir jenjang pendidikan. UN menjadi momok yang mengerikan bagi kebanyakan pelajar. Mereka takut jika nilai UNnya jelek, takut jika tidak lulus, takut tidak diterima di sekolah favorit, dan ujung-ujungnya takut dimarahi orangtuanya jika hal tersebut benar terjadi. Pelajar di negara kita terlalu dibebani dengan banyaknya PR dan tugas, apalagi waktu belajar mereka di sekolah sudah tergolong lama. Rata-rata siswa SD belajar mulai pukul 7-12, siswa tingkat atas ( SMP - SMA ) rata-rata belajar mulai pukul 7-14, belum lagi ada sebagian pelajar yang masih mengikuti bimbingan belajar sepulang sekolah. Jadi bisa kita bayangkan lelahnya menjadi seorang pelajar di Indonesia yang tidak bisa sepenuhnya menikmati masa bermain.

  • Tidak ada kompetisi

Pendidikan di Finlandia juga tidak mengenal istilah kompetisi maupun sistem peringkat. Tidak ada daftar sekolah terbaik, guru terbaik, ataupun siswa terbaik. Bagi mereka pendorong utama kebijakan pendidikan adalah kerjasama, bukannya persaingan antar sekolah, antar guru, maupun antar murid. Pemerintah menginginkan adanya kesetaraan dan mengurangi kesenjangan dalam dunia pendidikan. Menurut mereka kompetisi dalam dunia pendidikan merupakan suatu konsep yang destruktif, evaluasi yang terus menerus dilakukan dapat menghancurkan mental anak, membuat anak kurang percaya diri dengan kemampuannya.

Di Indonesia, hasil pembelajaran yang berupa "nilai" justru menjadi patokan & tujuan utama yang ingin dicapai para siswa. Terkadang mereka tak segan-segan menggunakan cara instan untuk mengejar nilai tinggi agar mendapatkan peringkat terbaik di kelas. Padahal seperti yang kita tahu bahwa yang lebih penting itu adalah proses, bukan hasilnya.

  • Kurikulum yang fleksibel

Sekolah-sekolah di Finlandia tidak terikat dengan kurikulum pendidikan yang seragam. Kementerian pendidikan hanya memberikan "kurikulum dasar" semacam panduan umum mengenai mata pelajaran yang harus diajarkan dan tujuan yang harus dicapai setiap tingkat pendidikan. Sedangkan saat ini Indonesia masih dalam proses berusaha memperbaiki kurikulum pendidikan. Pergantian kurikulum yang sering kali dilakukan ternyata belum menunjukkan hasil menggembirakan.

  • Guru yang berkualitas

Guru dan staf sekolah di Finlandia memiliki kemampuan tinggi dan tanggungjawab yang besar terhadap keberhasilan pendidikan. Gelar Magister diperlukan untuk dapat menjadi seorang guru. Pemerintah Finlandia juga memastikan ada cukup guru untuk melaksanakan pembelajaran yang intensif dan optimal. 1 orang guru mengampu 12 siswa, jadi guru bisa memberikan perhatian dan penilaian khusus untuk setiap anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun