Mohon tunggu...
Dyah febi
Dyah febi Mohon Tunggu... Psikolog - Mahasiswa

Saya memiliki hobi kuliner

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pikiran tentang keadilan

9 Januari 2025   07:56 Diperbarui: 9 Januari 2025   07:56 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Nietzsche memiliki pikiran tentang keadilan dan memiliki cara yang sama dengan heraclitus dan plato. Prinsip ini adalah prinsip yang paling penting bagi seluruh realitas, seperti sejumlah pandangannya yang lain membuat nietzsche lebih dekat dengan bangsa yunani atau orang orang yunani dari pada orang orang dizamannya. Kristen memiliki tradisi keadilan dianggap sebagai kebajikan moral tertinggi. Pendapat umum menurut para penulis bahwa keadilan menyiratkan penghormatan terhadap beberapa asas berasal dari definisi keadilan. Dan pada akhirnya semuanya mengarah pada realisasi individual memastikan hal tersebut terpenuhi.
Nietzsche menunjuk hal yang lain, yaitu penafsiran realitas yang berbeda yang mengakibatkan transvaluasi semua nilai, yang kemudian menjadi dasar bagi manusia yang melampaui batas.
Nietzsche mencari asal mula keadilan dalam pemerataan kesepakatan antara kekuatan yang hampir setara. Dimana ia merujuk pada thucydides dan laporannya tentang sebuah kolokui antara orang athena dan melos. Thucydides menujukan cara dimana orang melos perlahan menyerah, bagaimana mereka berhenti membahas keadilan dan ketidak adilan, sama seperti di negara indonesia sekarang kenaikan PPN merasa tidak adil bagi mereka yang kekurangan dalam ekonomi, merekakesusah membayar pajak karena pajak yang terlalu tinggi dan penghasilan mereka yang dibawah rata rata. Susahnya mencari pekerjaan karena tuntunan yang terkadang tidak masuk dalam kriteria pekerjaan tersebut, juga termasuk ketidak adilan. Ada juga pekerjaan yang terlalu keras atau berat tetapi gajinya tidak seimbang, itu juga termasuk ketidak adilan.
Nietzsche menganggap dirinya sebagai filsfuf dan heraclitus sebagai filsuf yang paling dekat dengannya dalam sejarah filsafat. Menurut filsafat Heraclitus, dunia adalah permainan Aeon yang tidak bersalah yang dimainkan oleh aturan hukum dan keadilan. Apakah seluruh dunia adalah proses dan bukan tindakan menghukum hybris?, rasa bersalah menjadi inti permasalahan dan dunia yang menjadi dan individualitas dibebaskan, meskipun akan menanggung akibatnya lagi. Namun, bagi Heraclitus dan Nietzsche, makna istilah 'hybris' dan tempatnya dalam konsepsi mereka masing- masing tentang dunia sama sekali berbeda.
Heraclitus menempatkan istilah ini dalam kaitannya dengan kurangnya kognisi manusia, meskipun tidak seperti yang dilakukan oleh Guthrie, yang mengklaim bahwa gagasan Heraclitus mengidentifikasi penyebab hybris dalam ketidakmampuan strata sosial yang lebih rendah untuk tetap rendah, yaitu dalam mengabaikan hukum- hukum yang disimpulkan dari hukum ilahi yang tidak dapat mereka lihat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun