Segelintir problema masa kini diiringi dengan perbandingan lahirnya antisipasi represif tentu juga preventif. Akal ini tak kuasa menampung sampah-sampah kehidupan. Ini sebagai contoh yaitu perih pedih sedih sekolah. Siulan-siulan teori dari guru yang lebih dari jejeran manusia di ruang kelas yang sangatlah hangat.Panas. Prestasi yang menjadi tuntutan, kemauan, bahkan tercipta paksaan. Salah apa kita? Pelajar yang hanya label karena dulu saya tidak bernah berangan ingin sekolah. Kemauan orang tua utamanya. Tapi bisa apa? Kala itu, saya saat bertengger di Taman Kanak-Kanak diimingi "besok sekolah ya dek, nanti ketemu temen yang banyak" Tujuh sampai delapan kalimat tak mewah itu buatku masih berseragam sekolah saat ini. Wajar bila kini penat mencubit raga dan batin lusuh ini. Setiap guru dasarnya menguasai dan hanya menggeluti satu mata pelajaran untuk kemudian diproklamirkan tapi anak didiknya dituntut untuk menjajahi semua mata pelajaran. Duh Gusti, paring welas asih marang manungsa ingkang nyuwun kawelasan[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H