Suatu hari, ada seseorang (sebut saja X) datang kepada saya untuk mengkonsultasikan permasalahannya sambil menangis tersedu. Kami belum pernah bertemu sebelumnya. Anehnya, permasalahannya tersebut hampir mirip seperti permasalahan yang dulu pernah saya alami (alhamdulillah kini sudah selesai). Pola-pola permasalahan, orang-orang yang terlibat di dalamnya, cara dia menyikapi masalah, bahkan sampai detail kata-kata yang dia ucapkan hampir mirip seperti saya dulu. Satu hal lagi yang membuat saya heran, tipe kepribadian dia sama seperti saya! Seolah saya sedang berhadapan dengan cermin dan melihat sosok masa lalu saya.
Di lain waktu, ada seseorang Y yang bercerita tentang masalahnya dan minta solusi dari saya. Anehnya juga, masalahnya tersebut hampir sama pula seperti masalah yang sedang saya hadapi (masalah yang berbeda dengan di atas), padahal dia tidak tahu kondisi saya saat itu. Bahkan secara tidak langsung, dia telah menginspirasi saya apa yang harus saya lakukan sebagai resolusi terhadap masalah saya saat itu.
Pada saat yang lain lagi, saya bertemu dengan Z yang sedang dalam proses penyelesaian masalahnya. Dan lagi-lagi saya mendapati sesuatu yang hampir sama dengan diri saya, yaitu ada “sepotong” sikap negatif dia yang dulu pernah ada pada saya.
Beda kasus lagi, suatu saat saya pernah mengalami masalah sama persis dengan sahabat saya dan dalam waktu bersamaan pula. Kami sama-sama saling menguatkan meski prosesnya berjalan agak lama.
Seringkali saya mendapati peristiwa semacam itu. Orang-orang yang datang kepada saya seolah-olah merefleksikan diri saya sendiri.
Barangkali Anda juga pernah mengalaminya. Orang yang Anda hadapi mungkin tidak sama persis permasalahannya dengan Anda, mungkin hanya bagian-bagiannya saja yang sama dengan Anda, entah itu dalam hal pola permasalahan, kepribadian dia, sikap dia, atau dalam hal lain.
Tuhan menghadirkan orang-orang yang serupa (dalam hal tertentu) dengan kita agar kita lebih mudah melakukan EMPATI (merasakan apa yang orang lain rasakan). Dengan demikian, proses TERAPEUTIK (penyembuhan secara psikologis) berlangsung lebih cepat.
Perlu diketahui bahwa benda apapun, termasuk pikiran dan perasaan kita memancarkan FIBRASI (getaran elektromagnetik) yang selalu mengalami RESONANSI (bersinggungan) dengan fibrasi benda atau orang lain.
Teori Fisika Kuantum itu lalu diadopsi oleh Psikologi Transpersonal dalam aplikasi proses terapinya. Bahwa saat proses konseling atau psikoterapi, terjadi proses resonansi fibrasi antara terapis dan klien. Seorang klien datang kepada terapis biasanya dalam kondisi sedih, kesal, dendam, kecewa, marah, benci, merasa tak berdaya, dan sebagainya (fibrasi negatif). Sedangkan seorang terapis, ketika menghadapi klien, suasana hatinya harus dalam kondisi baik atau netral (fibrasi positif). Oleh karena itu, seorang terapis tidak diperkenankan terpengaruh fibrasi negatif dari klien (misal ketika klien menangis terapis ikut menangis), malahan dia harus meresonansikan fibrasi positifnya kepada klien.
Menilik contoh kasus di atas……
Ketika Anda sudah bisa me-release (melepaskan) emosi negatif, Anda cenderung lebih mudah membantu menyelesaikan masalah orang lain.
Apabila di masa lalu Anda sudah menyelesaikan permasalahan Anda, artinya Anda sudah berhasil mengubah fibrasi negatif menjadi positif, maka Andapun cenderung lebih mudah mengubah fibrasi orang lain yang permasalahannya sama dengan Anda. Dengan kata lain, Anda lebih mudah berempati tanpa ikut terlarut dalam suasana hati orang tersebut. Oleh karena itu, proses terapeutikpun berlangsung lebih mudah.
Sedikit berbeda halnya ketika Anda sedang berusaha me-release emosi negatif, lalu datang orang dengan permasalahan yang sama. Anda dan dia sama-sama sedang berusaha me-release emosi negatif, sekalipun dia tidak mengetahui kondisi Anda. Namun, hati-hati saja bila yang terjadi malahan emosi-emosi negatif yang saling menguatkan. Segera hilangkan hal itu, lalu ganti dengan fibrasi positif. Ingat bahwa tujuan Anda adalah membantu dia, bukan semakin memperburuk kondisinya.
Psikoterapi komunitas/kelompok juga menerapkan konsep seperti itu. Misalkan saja psikoterapi komunitas untuk penanganan kasus pecandu narkoba. Terapi tersebut menekankan pada pola interaksi antar rekan senasib, baik yang telah sembuh maupun yang sedang menjalani rehabilitasi medis. Mereka melakukan sharing dan saling memberikan dukungan, serta biasanya dipandu oleh seorang terapis sebagai fasilitator. Terapi semacam itu lebih efektif daripada hanya sekedar rehabilitasi medis.
Nah, ubahlah diri Anda sendiri dulu jika Anda ingin mengubah orang lain. Good luck.
Solo, Mei 2010.
Inspired from:
Training “Transpersonal Therapy”. Magister Profesi Psikologi UMS, 23-24 Januari 2010 dan 23 April 2010.
True stories: orang-orang luar biasa yang telah mempercayakan kisah pribadinya padaku dan menginspirasi hidupku (Thanks very much.)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H