Mohon tunggu...
Dyah Dee
Dyah Dee Mohon Tunggu... -

Just ordinary women.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menilai Diri Sendiri, Perlukah?

15 Juni 2011   08:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:29 2270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Selama 3 bulan menjalani PKP (Praktek Kerja Profesi) atau magang di departemen HRD sebuah perusahaan, salah satu tugas saya dan rekan-rekan seprofesi adalah mengadakan assessment psikologis terhadap para karyawan untuk keperluan promosi jabatan. Dari serangkaian tools yang kami gunakan, salah satunya adalah tes yang memuat penilaian diri, yakni berupa 10 kelebihan dan 10 kekurangan.

Hampir semua karyawan menganggap tes tersebut sulit, terlebih pengerjaannya dibatasi oleh waktu yang relatif singkat. Mereka mengungkapkan bahwa mereka tidak terbiasa menilai diri sendiri karena menurut mereka yang lebih tahu tentang diri mereka adalah orang lain, kurang percaya diri menyebutkan kelebihan sendiri, beberapa yang lain ada yang mengatakan takut dianggap sombong jika mereka menyebutkan kelebihan-kelebihan diri.

Diluar itu, saya sering menjumpai orang merasa kesulitan apabila disuruh menyebutkan beberapa kelebihan dan kekurangannya.

Hal itu menimbulkan sebuah pertanyaan dalam benak saya: Apakah menilai diri sendiri (bagi orang awam – non psikologi) itu merupakan suatu hal yang tabu???

Bagi kami – dengan background pendidikan psikologi – sudah terbiasa untuk menganalisa kelebihan dan kekurangan diri, karena memang kami dituntut untuk mampu melakukannya, sebelum melakukan penilaian terhadap orang lain secara profesional berdasarkan hasil assessment psikologis. Selanjutnya, dari hasil assessment tersebut muncul rekomendasi berupa area of development yakni bagian mana saja yang perlu diperbaiki atau dikembangkan melalui metode yang tepat.

Bagi Anda, ada baiknya untuk mencoba melakukan penilaian diri secara sederhana. Tulislah kelebihan dan kekurangan pada selembar kertas, usahakan jumlahnya seimbang antara keduanya. Hal ini merupakan langkah awal untuk melakukan penilaian diri.

Namun, apakah kita bisa mengetahui 100% tentang diri kita?

Tentu tidak. Bagaimanapun juga, (seharusnya) yang paling mengetahui tentang diri kita ialah diri kita sendiri.

Untuk membantu mengenal siapa diri kita, kita perlu mengetahui adanya empat area dalam diri kita, yang biasa disebut konsep diri “Johari Window”. Teori yang dikembangkan oleh Joseph Luft dan Harrington Ingham ini merupakan perwujudan bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain yang digambarkan sebagai sebuah jendela. Jendela tersebut terdiri dari matriks 4 sel, antara lain:

Pertama, ST-OT (Saya Tahu – Orang Lain Tahu) atau Open Area. Pada area ini, aktivitas seseorang disadari sepenuhnya oleh yang bersangkutan, juga oleh orang lain. Ini berarti terdapat keterbukaan atau dengan kata lain tidak ada yang disembunyikan dari orang lain.

Kedua, ST-OTT (Saya Tahu – Orang Lain Tidak Tahu) atau Hidden Area. Area ini mencakup hal-hal privacy yang tidak ingin diketahui oleh orang lain, termasuk motivasi dalam melakukan sesuatu, atau mungkin saja kita tidak menutupi apa yang ada pada diri kita tetapi memang orang lain belum mengetahuinya.

Ke-tiga, STT-OT (Saya Tidak Tahu – Orang Lain Tahu) atau Blind Area. Tiba-tiba ada orang yang mengatakan pada kita bahwa sebenarnya kita punya bakat terpendam mengenai keahlian tertentu, lalu dengan kening berkerut kita jawab, “Oh ya? Benarkah?” seolah tak percaya omongan orang tersebut. Hal itu menandakan bahwa kadangkala kita belum menyadari potensi terpendam dalam diri, kelebihan atau kekurangan kita. Pada area inilah kita semestinya bersedia membuka diri terhadap penilaian orang lain, terutama mengenai kekurangan diri kita.

Ke-empat, STT-OTT (Saya Tidak Tahu – Orang Lain Tidak Tahu) atau Unknown Area. Baik diri kita maupun orang lain tidak atau belum menyadari tingkah laku kita. Area ini akan mengecil seiring dengan perkembangan kedewasaan, ketika kita mulai mengembangkan diri atau belajar dari pengalaman.

Besarnya masing-masing area tersebut pada tiap orang berbeda-beda. Oleh karena itu, kita membutuhkan pengenalan/penilaian diri yang dapat kita lakukan melalui 2 tahap yakni pengungkapan diri (self-disclosure) dan penerimaan umpan balik (feedback). Pengungkapan diri dapat dilakukan melalui identifikasi atas kelebihan dan kekurangan diri, sedangkan penerimaan umpan balik dapat dilakukan melalui penilaian orang lain terhadap diri kita.

Dengan melakukan penilaian diri, kita bisa melakukan introspeksi diri, untuk selanjutnya menentukan area of development dengan metode yang tepat, disesuaikan dengan kemampuan dan kepribadian kita.

Lebih dari itu, ternyata melakukan penilaian diri bisa mendekatkan kita kepada Sang Maha Pencipta. Karena……

“Barang siapa mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhannya” (hadist)

Dan mengenal Tuhan adalah jalan menuju takwa. Mengenal Dia dengan cara mensyukuri nikmat-Nya yang berupa potensi-potensi yang dianugerahkan kepada kita, agar senantiasa kita perbaiki dan kembangkan.

Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat.

Solo, awal November 2010.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun