[caption caption="Tampilan Aplikasi Line (Dok: Merdeka.com)"][/caption]
Masyarakat telah sadar akan kebutuhan pengetahuan dan informasi terbaru, sebagai sumber referensi mereka. Masyarakat menambah serta memperbarui isu-isu terkini sehingga dapat memiliki informasi terkini. Tidak mengherankan jika beberapa orang saling mendahului menjadi yang paling tahu, kemudian disebarluaskan kepada masyarakat yan lain. Media penyebarannya pun beragam, melalui layanan pesan instan atau beragam media sosial yang kini tidak dapat dijauhkan dari hidup masyarakat.
Media memiliki idealisme, yaitu memberikan informasi yang benar karena ingin berperan sebagai sarana pendidikan. Hal tersebut akan memancing sikap kritis, kemandirian, dan kedalaman berpikir masyarakat sebagai pembaca, pemirsa, atau pendengar (Haryatmoko, 2007, hlm. 9). Jurnalisme online dapat dikatakan sebagai jurnalisme baru yang berkembang seiring dengan kemajuan teknologi, dalam hal ini yaitu banyaknya penggunaan internet. Interaktivitas menjadi salah satu konsep yang cukup penting dalam jurnalisme online. Hal ini dikarenakan dalam penerapannya, antar individu dapat berinteraksi atau terlibat secara langsung dalam situs-situs online tertentu. Interaksi tersebut dapat dilihat dari adanya komentar pada sebuah postingan yang diunggah oleh seseorang pada sebuah laman. Selain itu, jurnalisme online juga memungkinkan penggunaan internet dengan sifat yang lebih personal atau individual. Hal yang dimaksud dalam hal ini yaitu bahwa teknologi internet tidak hanya memungkinkan interaksi yang cepat antara wartawan, organisasi, dan pengguna, tetapi juga antara individu dengan wartawan. Jurnalisme online sebagi sebuah produk yang hadir untuk memenuhi kebutuhan individu. Masyarakat memiliki pilihan untuk dapat mengakses situs online, tidak jarang dalam sebuah situs online juga tersedia hyperlink atau tautan link untuk memudahkan pencarian informasi lain yang terkait.
Konvergensi merupakan penggabungan dari beberapa media dalam menyampaikan informasi. Sisi konvergensi yang tampak dalam jurnalisme online, yaitu adanya media cetak yang membuat konten informasinya juga dimuat dalam media online. Dalam tulisan yang menarik dari media cetak yang disisipkan link menuju video yang terkait dengan tulisan, menjadi sebuah persaingan antara media online dengan industri televisi. Beberapa karakteristik dari konvergensi yaitu adanya kerjasama antara organisasi media jurnalistik dan non-jurnalistik, proyek pemasaran dan manajemen lintas media, serta pembentukan penelitian dan pengembangan strategi media.
Berita didistribusikan oleh jurnalis dapat melalui dua ragam cara, yaitu melalui alat dan juga sistem. Peralatan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah seperti electronics mail (e-mail), media sosial (Instagram, Path, Twitter, Facebook), dan aplikasi chatting (Line, WhatsApp). Sistem yang digunakan yaitu seperti mengunggah, memantau, dan juga menggunakan sistem-sistem pendukung dalam kinerja distribusi. Dari hasil distribusi tersebut, maka masyarakat dapat mengkonsumsi berita melalui beragam media. Dapat melalui surat kabar cetak maupun elektronik, laman berita dalam internet, tagging dari melalui akun media sosial, serta ragam aplikasi lain yang terjaring dalam jaringan online (Bradshaw, 2012). Sebuah tulisan tentu menggunakan bahasa tertentu agar pembaca mengerti mengenai pikiran apa yang ingin diungkapkan oleh penulis. Bahasa ini memiliki fungsi sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, alat komunikasi, alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, serta alat mengadakan kontrol sosial (Sumadiria, 2006, hlm. 8). Bahasa sebagai alat komunikasi untuk menyatakan ekspresi diri dikarenakan untuk menarik perhatian orang lain dan sebagai bentuk luapan emosi penulis. Bahasa memungkinkan manusia untuk memanfaatkan pengalaman, mempelajari, dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman tersebut. Kontrol sosial digunakan untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindakan orang lain.
Dikutip dari kalbar.antaranews.com, terdapat penelitian hasil kerjasama konsultan komunikasi Maverick dengan Universitas Paramadina. Penelitian tersebut berjudul “Indonesian Journalist Technographics Report 2012/2013” yang berisikan klasifikasi pengguna media internet. Temuan tersebut menyatakan bahwa jurnalis Indonesia cenderung aktif dalam menggunakan internet. Sekitar 47% pengguna berpartisipasi di dunia maya dengan mengunggah karya ke blog atau situs pribadi, memperbarui status di media sosial, dan memberikan di blog atau situs orang lain. Sementara 53% pengguna berpartisipasi pasif dengan melakukan kegiatan konsumsi dan mengoleksi informasi. Penelitian juga dilakukan terhadap 363 responden dengan metode kuota sampling di tujuh area yakni Sumatra, Jawa, Bali, Sumatra, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Kalimantan, Sulawesi, Ambon, serta Papua ini menyebutkan bahwa perilaku pengguna internet di kalangan jurnalis Indonesia tergolong tinggi. Media baru tersebut dimanfaatkan untuk membangun relasi sebesar 91,7 % dan digunakan untuk berdiskusi sebesar 91,5 %.
Line, merupakan aplikasi chatting berasal dari Jepang, yang dapat digunakan setelah mengunggah dari layanan App Store bagi pengguna iOS dan Play Store bagi pengguna Android. Awal mula yang mendasari didirikannya Line yaitu karena bencana gempa dan tsunami yang melanda Jepang pada tahun 2011. Saat itu, karyawan NHN, perusahaan pemilik Line, terpaksa harus berhubungan melalui internet antara satu sama lain. Oleh karena peristiwa tersebut, NHN terinspirasi membangun aplikasi yang mampu melayani berbagai kebutuhan konsumen di dalam satu platform. Jumlah penggunanya yang semakin banyak, membuat aplikasi ini mengincar pasar Amerika Serikat dan China di masa itu. Line mengizinkan penggunanya untuk berkirim pesan dan panggilan melalui smartphone yang dimiliki. Line menggunakan medium internet yang telah ada, sehingga menyebabkan layanan panggilan dan pesan tidak dikenakan biaya. Hal yang membedakan Line dengan aplikasi yang lain yaitu Line menawarkan game, aplikasi kamera, dan platform social media Line sendiri. Platform social media disini artinya yaitu Line memiliki timeline dan homepage yang memungkinkan pengguna untuk memperbarui status, menambahkan foto, video, dan tautan link. Line juga menghadirkan koleksi stiker, semacam emoticon yang dapat diperoleh secara gratis dan berbayar. Tidak mengherankan pengguna sangat menyukai layanan ini karena stiker yang dihadirkan tergolong menarik. Stiker ini digunakan sebagai bentuk ekspresi pengguna untuk menggantikan kata. Salah satu bukti kepopulerannya yaitu Line memuncaki daftar top download pada layanan App Store di 24 negara (Merdeka.com). Kecenderungan masyarakat Indonesia yang gemar berbincang melalui dunia maya, menjadi tidak mengherankan jika Line dapat dengan mudah berkembang ketika masuk di Indonesia. Sifatnya yang mudah digunakan dan sudah menjadi sebuah platform yang sangat lengkap, yaitu sebagai aplikasi chatting personal dan grup, berbagi foto, video, tautan link, memperbarui status, dan memperoleh informasi (Merdeka.com).
[caption caption="Akun official "galau" di Line"]
Line dapat dikatakan sebagai bagian dari jurnalisme online karena terhubung dengan jaringan internet. Informasi yang tersebar melalui aplikasi Line sangat beragam, mulai dari berita paling baru, berita yang sedang hangat menjadi perbincangan, hingga gambar buatan atau meme mudah sekali didapatkan melalui Line. Terdapat juga akun official yang biasanya merupakan grup penggemar musisi, artis, atau merek tertentu. Bahkan saat ini masyarakat dapat membuat akun official sendiri, misalnya akun perguruan tinggi untuk memberikan informasi seputar kampus, akun berjualan untuk online shop, hingga akun kutipan-kutipan dari para sastrawan, adegan film, atau lirik lagu untuk memberikan inspirasi. Sayangnya, terdapat beberapa akun yang cenderung tidak memberikan edukasi, akun-akun yang oleh generasi masa kini disebut “galau” cukup mengganggu bagi yang membaca. Adanya fitur like and share membuat sebuah akun yang tidak diikuti dapat muncul di timeline karena ada teman yang mengikuti, memberikan like and share kepada akun tersebut. Akan sangat baik jika memang akun tersebut memberikan manfaat, pengetahuan baru, dan mengedukasi pembaca, namun yang terjadi akun “galau” tersebut bukannya memulihkan kondisi yang “galau” akan tetapi semakin menjerumuskan pihak yang merasakan seperti yang dituliskan.
[caption caption="Postingan Akun Galau"]
Bagi beberapa pengguna Line, mungkin sudah cukup sering melihat akun semacam seperti gambar di atas. Fenomena akun official seperti ini sudah cukup banyak terhitung sejak pertengahan tahun 2014, semakin marak di tahun 2015, dan masih tetap ada di awal tahun 2016. Penggunaan bahasa tutur membuat akun ini terasa dekat dengan pembacanya, namun postingan yang terdapat dalam akun ini terkesan menye, cenderung memposisikan perempuan sebagai sosok yang lemah dan tidak dapat menguatkan diri. Selain itu, terlalu sering membaca postingan tersebut juga dapat mempengaruhi pola pikir (mindset) seseorang. Seseorang yang terbiasa membaca dengan topik yang memiliki kesamaan, maka bisa saja dengan mudahnya ia membenarkan tulisan yang ada pada postingan tersebut. Padahal postingan tersebut hanya membuat pola pikir seseorang menjadi tidak dewasa dengan tulisan yang bersifat kekanak-kanakan. Sebuah penelitian mengatakan bahwa seseorang yang sedang mengalami perasaan sedih atau galau, akan semakin dalam perasaannya bila membaca tulisan atau mendengarkan lagu yang menceritakan kisah yang sama sepertinya. Maka, cara yang benar untuk mengatasi rasa galau tersebut bukan dengan mencari postingan tulisan atau lagu dalam media yang mendukung perasaan sedih. Seseorang justru harus melawan perasaan yang sedang dirasakannya, bukan untuk berlagak kuat. Memang terlihat seperti memaksa, akan tetapi hal tersebut merupakan proses pemulihan diri dari kesedihan seseorang.