Mohon tunggu...
dyah ajeng oktavania
dyah ajeng oktavania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mahasiswa ilmu pemerintahan yang memiliki ketertarikan dalam bidang kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan Resolusi Konflik di Pemilu 2024

27 Desember 2023   15:10 Diperbarui: 27 Desember 2023   15:25 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Dyah Ajeng Oktavania

Ilmu pemerintahan
Universitas Pancasakti Tegal

Pemilihan umum (Pemilu) bukanlah sekadar proses politik rutin, melainkan panggung yang memperlihatkan dinamika kuat politik dan sosial suatu negara. Momentum ini menjadi ajang tegang di mana arah politik dan pemilihan pemimpin berpotensi memunculkan konflik-konflik yang kompleks. 

Dalam konteks politik, kompetisi untuk merebut kursi kepemimpinan atau merumuskan kebijakan kerap menjadi sumber perselisihan dan pertikaian di tengah-tengah masyarakat. 

Tantangan terbesar bukan hanya mengidentifikasi munculnya konflik ini, melainkan bagaimana menemukan solusi yang efektif untuk mengatasi perbedaan pendapat dan konfrontasi yang muncul dari perbedaan pandangan politik. Hal ini memerlukan pemahaman mendalam tentang akar permasalahan serta langkah-langkah yang mampu meredam ketegangan, membangun kesepahaman, dan mempromosikan dialog yang konstruktif.

Politisasi Identitas: Suku, Agama, Ras, dan Antragolongan (SARA)
Politik identitas menjadi senjata ampuh yang disalahgunakan dalam Pemilu. Isu-isu sensitif seperti SARA sering digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk memecah belah masyarakat. Kegiatan politik yang berbasis pada SARA ini tidak hanya memperlebar jurang di antara kelompok, tetapi juga mengancam stabilitas social. 

Pada Pemilu 2024, sejumlah kampanye politik menggunakan narasi yang merangsang perpecahan dengan menekankan perbedaan SARA. Misalnya, pencitraan salah satu kandidat sebagai pemimpin yang hanya mewakili satu kelompok tertentu tanpa memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Disinformasi dan Hoaks
Media sosial menjadi sarana utama penyebaran informasi, namun, juga menjadi sumber disinformasi yang merusak. Hoaks dan informasi palsu seringkali disebarkan tanpa verifikasi yang memadai, menyebabkan kekacauan informasi yang membingungkan masyarakat. Hal ini bisa mengakibatkan ketidakpercayaan terhadap proses Pemilu dan memicu ketegangan di antara pendukung berbagai kandidat. 

Sebaran hoaks tentang kecurangan pemilihan atau rekayasa informasi yang menyudutkan salah satu kandidat seringkali memicu reaksi emosional dari pendukungnya. Misinformasi semacam ini dapat mempengaruhi opini masyarakat dan mengubah dinamika Pemilu.

Ketidakpuasan Terhadap Hasil Pemilu
Ketidakpuasan terhadap hasil Pemilu bisa menjadi akar konflik yang signifikan. Jika masyarakat merasa bahwa suara mereka tidak tercermin dalam hasil Pemilu atau adanya kecurangan yang merugikan, potensi ketegangan dan konflik di masyarakat menjadi sangat besar. 

Setelah Pemilu, adanya ketidakpuasan terhadap hasil yang diumumkan oleh badan penyelenggara Pemilu bisa memicu protes massal atau aksi demonstrasi dari pihak yang merasa tidak puas. Hal ini dapat menimbulkan ketidakstabilan politik yang berdampak luas pada tatanan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun