"Kalau temenan itu enaknya nggak ada tuh yg jadi suka-sukaan.."
"Wah.. Sulit, Tante.."
"Damn! Kenapa terkatakan? Meluncur begitu saja dari mulutku dan terujar lagi!! Ah.. Jadi mungkin sebenarnya akupun terlibat, meski objeknya sedang jatuh kepada temanku."
tapi kalau dipikir memang sulit, pasti bakal ada saja yg akhirnya memendam rasa lebih dari sekedar peduli. Katanya, cinta itu rasa hormat, kepercayaan, dan kepedulian, tapi setelah tiga kata itu tercatat di HPku, rasanya ada sesuatu yg aneh. Tiga kata itu telah aku dapatkan dan tujukan kepada beberapa teman, berarti aku cinta kepada mereka, mungkin.. Toh aku tak segan-segan bilang cinta kepada mereka, tapi bukan cinta macam itu. Maksudku.. Untuk menjadi teman berbagi. Sampai mati. Ea..
Mendapatkan penyangkalanku yang mungkin sangat tidak sopan itu, Ibu temanku terdiam, mungkin beliau setuju, mungkin juga hanya membuat suasana menjadi tetap normal. Toh, mungkin sebenarnya maksud beliau semata ditujukan kepada anaknya saja. Mungkin beliau sebenarnya juga mewajarkan pertemanan yang kemudian jadi percintaan itu bakal terjadi.
Aku jadi menghela nafas. Bagaimana itu tidak mungkin terjadi kalau yg tadinya benci saja bisa jadi cinta. Huek! Ah.. Ah.. Ah.. !!!! Aku tidak suka terlalu menye begini.. Aku kemudian berpikir lagi. Dimana yang kurang kalau telah ada kepercayaan, rasa hormat, dan kepedulian? Aku toh percaya kepada mereka kalau mereka tak akan meninggalkanku dan menghianatiku, tp aku tahu mereka tak akan benar-benar tak mau meninggalkanku kalau sikonnya memang begitu, mereka toh harus memikirkan dan melanjutkan masa depan mereka. Aku bukan yg akhir dr tempat labuhan. Mereka tak akan dengan sengaja mencariku atas apapun kondisinya. Hanya jika sikonnya pas.
Rasa hormat. Aku menghormati mereka, tp terbatas pada keinginanku menghormati. Hm.. Lagi-lagi ada batasan.
Dan kepedulian. Rasanya kepedulian berkaitan dengan poin yang pertama tadi. Kepercayaan. Rasanya kepercayaan bisa diukur dari nilai kepedulian. Kebalikan juga bisa, tapi rasanya kalau dibalik akan terkesan lebih egois. Hehe.. Maksudku, seberapa inginnya kau dengan kondisi apapun mencari sosok itu, memperlihatkan seberapa peduli kau dengan sosok yang kau cari tersebut. [aku itu benar-benar dangkal. Lihat saja betapa sulit aku menjabarkan pernyataan macam ini. Itu juga beruntung kalau kau mengerti], jadi.. ternyata belum maksimal cinta itu kepada mereka? Cinta itu hanya terbatas kepada sikon yang pas, sikon yang memungkinkan, bukan dengan pengorbanan. Nah.... Dari tadi dicariin susah banget... Sering begini. Belajar dan mencari harus dari menjabarkan dulu masalahnya. *Sigh. Cinta itu PENGORBANAN. Ah.... Seperti cinta seorang ibu kepada anaknya, induk kepada anaknya. Murni. Cinta yang tak segan-segan menciptakan pengorbanan. Seperti ketika Ibu dulu melahirkan kita, yang tahu kalau nyawa taruhannya, tapi tetap saja ambil risiko itu. Ah.. Terimakasih.. Sedikit demi sedikit, aku jadi mengenal Cinta. Bukan sekedar dari selogan. Tuhan juga mengorbankan sesuatu kah? Mungkin.. Pengorbanan untuk siap menerima berbagai macam penilaian dari manusia, tapi tetap, Dia toh tak akan kehilangan apapun, mungkin.. Dia kan Bosnya :)
Seperti ada yang menjentikkan jari di depan mukaku. Aku masih ada di rumah temanku, dengan percakapan ringan bersama ibunya dengan topik yang tak melenceng jauh dari topik yang sebelumnya. Cinta karena terbiasa. Aku rasa pernyataan itu kurang, karena bukan "terbiasa" inti dari Cinta itu tumbuh, tapi yakin ada ekstra ekstrak, sesuatu, yang buat itu jadi ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H