Mohon tunggu...
Dyah SihAyuni
Dyah SihAyuni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 PG PAUD

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pria di Tarakan Tega Cabuli Keponakan Sendiri, Korban Masih Berusia 6 Tahun

6 Desember 2024   10:21 Diperbarui: 6 Desember 2024   10:22 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kekerasan pada anak di Indonesia pada tahun 2024 meningkat dibandingkan pada tahun 2021. Dari hasil Survei Nasional Hidup Anak dan Remaja (SNHAR) pada tahun 2021 yang dilakukan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menunjukkan jika 4 dari 10 anak perempuan dan 3 dari 10 anak laki-laki yang berusia sekitar 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan dalam bentuk apapun di sepanjang hidupnya. Dalam kurun satu tahun terakhir ini, terdapat  7,6 juta anaka yang mengalami kekerasan. Kekerasan emosional tercatat sebagai jenis kekerasan paling tinggi yang terjadi pada anak.

Jawa Barat adalah provinsi yang memiliki data kasus kekerasan paling tinggi dan posisi kedua ada Jawa Timur. Meskipun Pulau Jawa tercatat kasus kekerasan tertinggi tetapi dalam kasus kekerasan pada anak yang tercatat paling tinggi yaitu Kalimantan Utara dengan presentase kekerasan pada anak 7,99% dengan berbagai jenis kekerasan. Dari rate yang ada, 8 dari 100 anak di Kalimantan Utara pernah mengalami kekerasan.

Seperti kasus pemcabulan yang dilakukan pria kepada ponakannya yang masih berusia 6 tahun di Tarakan. Pria tersebut berinisial SR yang berusia 39 tahun yang tega mencabuli keponakannya sendiri ternyata mengoleksi beberapa video pornogrfi anak dibawah umur di ponsel milik pelaku. Pertama kali pencabulan terjadi yaitu pada bulan Juni 2023 dan aksi yang kedua terjadi pada 15 Juli 2023. Bisa terjadinya pencabulan tersebut yaitu berawal dari pelaku mengimingi korban dengan memberikan uang sebesar dua ribu. Dan pelaku melakukan aksinya juga di rumah korban, tepatnya di kamar tidur korban. Pelaku adalah seorang duda yang bekerja sebagai buruh bangunan. Dan ternyata ditemukan sebuah fakta jika pelaku memiliki fantasi terhadap anak di bawah umur yang di mana menjadikan motif untuk melakukan pencabulan terhadap keponakannya sendiri.

Awal mula terungkapnya pencabulan tersebut yaitu saat korban mengeluh sakit pada area vitalnya kepada orang tua korban. Dan saat orang tua mengecek kondisi alat vital milik korban yang ternyata sudah infeksi. Saat dimintai keterangan korban mengaku jika pelaku pernah melakukan pencabulan yang di mana pelaku memasukan jarinya ke dalam alat vital korban. Yang mendengar pengakuan dari korban, orang tua dari korban lalu melaporkan kasus ini ke pihak berwajib.

Setelah adanya laporan tersebut Polres Tarakan segera melakukan penangkapan terhadap pelaku. Pelaku ditangkap di sebuah bangunan rumah yang berada di Tarakan saat sedang bekerja. Untuk barang bukti BB diamakan diantaranya baju yang dikenakan korban saat kejadian. Atas kejadian tersebut pelaku mendapakan dijerat dengan pasal 82 ayat 2 juncto pasal 76e UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah penggan UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi UU dana tau pasl 6c UU Nomor 12 Tahun 2022 dengan Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun.

Dari kasus ini dapat dianalisi dan dihubungkan dengan teori perkembangan anak. Seperti teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud. Yang di mana pada teori ini ada lima tahapan. Dan korban dari pencabulan ini berada pada tahapan atau fase laten. Yang di mana pada fase ini dorongan seksual yang sebelumnya aktif seolah-olah "tertidur" sementara. Energi lebih berfokus pada aktivitas yang bersifat social dan intelektual. Seharusnya sebagai orang tua, seharusnya mengajarkan, memberitahu, atau memberikan edukasi bagian-bagian mana yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh oleh orang lain pada tubuh sendiri. Agar jika ada orang lain, entah itu orang tua, saudara, kakek, nenk, paman, bibi, atau orang lain menyentuh bagian yang seharusnya tidak boleh disentuh, anak  bisa menolak sentuhan tersebut. Karena anak paham jika bagian tersebut tidak boleh disentuh sembarangan. Dari kejadian ini, akan menimbulkan trauma pada anak dan bisa menimbulkan penyimpangan dikemudian hari jika anak trauma dengan lawan jenis.

Jika dari teori perkembangan psikososial Erik Erikson korban berada pada tahapan inisiatif vs rasa bersalah. Yang dimana pada tahapan ini anak berinisiatif untuk mengeksplorasi lingkungan sekitar mereka. Jika anak sering dilarang atau disalahkan saat sedang berusaha, maka anak akan merasa bersalah dan ragu pada diri mereka sendiri  serta itu membuat anak menjadi tidak mau berusaha lagi dikarenakan takut disalahkan. Dalam kasus ini seharusnya memberikan edukasi pada anak yang mana boleh disentuh dan mana yang tidak boleh disentuh. Sebagai orang tua juga memberikan perlindungan pada anak dan jangan menyalahkan anak dengan apa yang sudah terjadi. Karena ini bukan salah dari anak, tetapi ini salah dari pelaku dan juga orang tua. Kenapa orang tua disalahkan? Karena bisa jadi, orang tua belum memberikan edukasi pada anak jika ada orang yang menyentuh bagian yang seharusnya tidak boleh disentuh. Dikarenakan jika orang tua menyalahkan korban, akan membuat korban menjadi terpuruk, stress dan trauma. Dan itu akan membuat korban menjadi kepribadian yang penutup atau introvert. Serta jika orang-orang lain yang mengetahui kondisi korban, seperti teman sebayanya akan menjauh dari korban. Dan itu akan berdampak juga kemudian harinya. Saat korban dewasa akan susah mendapatkan teman maupun pasangan.

Sedangkan pada teori perkembangan kognitif Jean Piaget korban berada pada tahapan pra-operasional yang dimana anak memiliki pemikiran yang tidak logis dan mengaitkan berbagai hal dengan dasar yang tidak jelas. Dan seharusnya anak umur 6 tahun sudah bisa berbicara dengan jelas dan anak akan sering menanyakan berbagai hal yang ingin mereka mengerti. Dalam kasus ini dapat disimpulkan jika korban kurang dekat dengan orang tuanya atau bisa jadi mendapatkan ancaman dari pelaku. Sebagai orang tua seharusnya menanyakan kegiatan sehari-hari anak bagaimana, agar orang tua tahu kegiatan anak-anak seharinya dan dapat mengetahui perkembangan anak. Jika orang tua tidak sering berkomunikasi pada anak atau orang tua yang sering mengacuhkan anak, maka orang tua tidak akan tahu kegiatan sehari-hari anak. Karena dengan seringnya berkomunikasi maka orang tua akan tahu kegiatan sehari-hari anak. Dengan adanya kasus ini akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Anak akan kesulitan untuk berkonsentrasi dikarenakan trauma atas kejadian yang dialaminya. Dan lebih parahnya anak akan mengalami depresi jika tidak langsung ditangani oleh psikiater.

Pada teori perkembangan moral dan agama Lawrence Kohlbreg, korban seharusnya diberikan pengertian atau edukasi jika mereka melakukan hal-hal yang baik mereka akan mendapatkan hal yang baik jug ajika mereka melakukan keburukan mereka juga akan mendapatkan keburukan. Orang tua seharusnya mengedukasi jika anak melakukan hal yang tak senonoh mereka akan mendapatkan penyesalan dikemudian hari. Dan orang tua harus juga mengenalkan nilai-nilai moral, norma dan agama dan menjawab serta menjelaskan secara logis jika anak bertanya. Jika anak tidak diberikan penegertian dan edukasi tentang nilai-nilai norma, moral dan agama, anak akan melakukan tindakan sesuka hati mereka, karena mereka tidak tahu yang mana yang benar dan salah.

Dan terakhir pada teori perkembangan fisik dan motorik, anak yang memiliki trauma atas kekerasan seksual akan menjadi kepribadian yang murung dan anti sosial. Dan itu akan menghambat perkembangan motorik anak. Dikarenakan jarangnya berinteraksi kepada orang lain disebabkan takut tidak diterima oleh orang lain karena dia merasa dirinya "kotor" dan tidak pantas untuk diterima. Dan itu akan membuat pertumbuhan fisiknya tidak maksimal dan bisa mengakibatkan stunting. Maka sebagai orang tua harus memberikan dukungan pada anak yang memiliki pengalaman kekerasan. Entah itu kekerasan seksual, penganiayaan dan lain sebagainya.

Dapat kita simpulka bahwa pentingnya peran orang tua dalam perkembangan anak. Dan juga pentingnya edukasi orang tua pada anak tentang apa saja yang boleh disentuh dan yang tidak boleh disentuh. Karena itu sebagai tameng agar tindakan kekerasan seksual tidak terjadi. Dan kedekatan anak dan orang tua sangat diperhatikan agar anak dapat terbuka pada orang tua, agar orang tua cepat tanggap akan yang terjadi pada anak. Dukungan orang tua pada anak yang mendapatkan kekerasan sangat penting agar anaak dapat berkembang dengan semestinya. Serta orang tua harus dapat memilih tempat tinggal yang nyaman dana man bagi anak agar mendukung berkembangan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun