Pertanyaan itu terus menghantuiku.
"Jika Tuhan saja mampu dia khianati, apalagi kamu nantinya ??"
Pertanyaan yang dilontarkan seorang sahabat padaku. Dia terlalu perhatian, sampai-sampai dia mengkhawatirkan aku, yang memang sedang menjalin hubungan dengan seseorang yang berbeda agama. Aku lebih suka menyebut berbeda agama daripada berbeda keyakinan, karena keyakinanku mengatakan bahwa kami, meyakini Allah yang Esa, yang sama.
"Tapi kalian tetap berbeda !!! Apa kamu mau meninggalkan Tuhanmu ??? Lagipula, terlalu susah di negara ini, mungkin bisa, tapi biasanya dipersulit. Apa kamu mau ??? Pikirlah dengan akalmu !!!", dia dengan sedikit membentak.
"Terima kasih kau telah mengingatkanku, tapi cinta soal hati, bukan pikiran."
"Oke, coba jalani, seberapa kuat, dia bisa bertahan. Mungkin kau sanggup, tapi dia ???? Aku rasa tidak !", katanya yang sepertinya bertambah kesal.
"Tenanglah, kau ingat kan semua akan indah pada waktunya. Tuhan selalu memberikan yang terbaik pada umatNya, kau tak perlu terlalu mengkhawatirkan aku", kataku sedikit membuatnya bisa tersenyum.
"Baiklah, kau benar. Tuhan selalu memberi yang terbaik untuk umatNya. Apalagi umatNya yang bandel sepertimu". Lalu kami kembali beranjak dan berjalan menyusuri jalanan kota.
Sesampainya di rumah ibu mengingatkanku bahwa nanti malam ia harus pergi untuk ibadah di rumah Pak Aryo, yang cukup jauh dari rumah kami. Istri Pak Aryo baru saja 7 hari yang lalu meninggal dunia. Jadi kurang lebih seminggu ini ibadah di rumah Pak Aryo diadakan setiap malam untuk mendoakan almarhummah istri Pak Aryo.
"Kamu ikut ayo, masa ibu sendirian, kamu mau apa coba di rumah ?", ajak ibu.
"Besok saja lah bu, aku capek", jawabku malas sambil memeluk bantal.