"Yasudah, ibu pergi dulu ya, hati-hati di rumah", kata ibu yang lalu menutup pintu, dan pergi.
*****
"Ibu, ibu setuju kalau hubungan aku dengan Dimas serius ??", tanyaku saat kami duduk di teras rumah senja itu.
"Kamu yakin ?? Ibu sih mengikuti kamu saja, kalau kalian memang benar serius, ya sudah, seriuskan saja", jawab ibu.
"Tapi ibu tahu kan kalau Dimas itu berbeda dengan kita ?"
"Tahu sayang, perbedaan itu bukan halangan. Tetapi jika mau disamakan itu lebih baik", kata ibu.
"Maksudnya ?"
"Apa nantinya setelah mengarungi bahtera rumah tangga kalian akan tetap berjalan pada perbedaan ? Perbedaan memang indah, sangat indah jika kita bisa saling menghargainya. Lalu nantinya anak-anak kalian bagaimana ? Membiarkan mereka memilih jalannya ? Pasti di antara kalian ada yang memaksa anak kalian mengikuti kalian, ibu yakin itu."
"Lalu bagaimana ?? Menyamakan perbedaan itu ?? Apa mungkin Dimas mau mengikutiku ?? Aku rasa tidak. Bahkan kata fani, 'Jika Tuhan saja bisa dia khianati, apalagi kamu nantinya ??' Bagaimana bu ??", tanyaku.
"Tenang sayang, mintalah petunjuk pada Tuhan, dia tahu yang terbaik. Menurut ibu itu biasa, Tuhan kan hanya 1, pencipta langit dan bumi, sama-sama menuntu kita pada jalan kebenaran. Kamu tidak usah khawatir, menyamakan perbedaan, bukan berarti mengkhianati Tuhan. Tuhan tidak merasa dikhianati selama kita tetap berada pada 1 tujuan, tujuan kita semua sama, hanya surga. Meski jalannya memang berbeda-beda sesuai kenyamanan kita. Dan Tuhan memang memberikan banyak jalan yang dapat kita pilih, dan sesuai dengan hati kita.", jelas ibu.
Penjelasan ibu benar, namun tak cukup memberi jawaban untukku. Aku masih berkutat pada segala kebimbangan tentang hubunganku dengannya. Harus bagaimana kami nantinya ?? Rencana apa yang Tuhan siapkan untukku ??