Suatu hari di sebuah desa, pesta budaya sedang digelar di balai desa. Pesta tersebut diikuti oleh warga desa, tua dan muda. Sejak pagi, mereka berpesta, menari mengikuti musik yang dimainkan oleh band lokal desa. “Teng teng teng!” suara denting jam yang sudah menunjukkan pukul 12.00 siang.
“Wah, sudah jam 12.00! Saya harus segera pulang ke rumah!” kata Timun Mas yang juga sedang ikut dalam pesta budaya tersebut.
Timun Mas segera bergegas keluar balai desa. Tepat di luar balai desa, Timun Mas melihat si kancil sedang tidur di bawah pohon yang rindang. Timun Mas, yang ingin segera pulang, membangunkan si kancil.
“Cil, bangun cil!” gugah Timun Mas.
“Hm? Oh, Timun Mas...” jawab kancil sambil mengantuk.
“Cil, bangun! Sudah jam 12.00!” lanjut Timun Mas.
“Wah, sudah jam 12.00, ya? Waktunya makan siang! Makan apa ya enaknya? Ehehehehe,” jawab kancil sambil tertawa seperti Suneo.
“Tolong antar saya pulang, Cil! Saya harus segera ke rumah, Ayah dan Ibu saya menunggu!”
“Eh? Kenapa buru-buru?”
“Pokoknya antar saya! Saya tidak tahu jalan pulang.”
Timun Mas buta arah. Dia tidak hapal jalan dari rumahnya ke balai desa yang berjarak hampir 2 km.