Mohon tunggu...
diah wahyuningsih
diah wahyuningsih Mohon Tunggu... -

Guru SMA N. 4 Batam. Mengajar sejarah sejak tahun 2002. Senang membaca dan memasak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Surat buat Sang Calon Pemimpin

14 Juli 2014   09:42 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:23 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Batam, 13 Juli 2014

Kepada Bapak Capres dan Cawapres

Assalamulaikum Wr.Wb, Salam sejahtera buat kita semua

Sebelumnya saya mengucapkan beribu maaf andaisurat saya ini dianggap tidak berguna bagi Bapak-bapak kedua pasangan. Semua yang saya tuliskan di sini hanya merupakan curahan hati saya sebagai salah satu anak bangsa dan pendidik yang mungkin bisa mewakili hati anak bangsa dan pendidik lain ataupun hanya mewakili pribadi saya sendiri. Saya sengaja menuliskan surat ini sebagai renungan diri saya atas apa saja yang terjadi belakangan ini terkhusus menyangkut Pilpres di Indonesia. Buat saya, sepenggal surat yang saya susun dengan penuh kehati-hatian baik dalam susunan kata demi kata serta isi surat agar dipahami oleh para pembaca yang saya tuju. Jujur pak, saya bukan ahli bahasa atau ahli surat menyurat hingga tulisan saya bisa mengenak ke hati dan sanubari kalian semua. Susunan kata sampai berhasil menjadi kalimat, saya anggap sebagai cermin diri saya untuk bisa Bapak-bapak maklumi.

Bapak-bapak yang saya hormati,

Berkaitan dengan perkembangai bangsa Indonesia menjelang Pilpres sampai pada hari penetapan KPU sebagai institusi legal di Indonesia, saya merasa kehidupan berbangsa dan bernegara kita semakin tidak terarah. Kita kehilangan kesejatian berbangsa dan bernegara. Saya sedih, dimana segala informasi baik dari media cetak, elektronik serta dari mulut ke mulut telah membuat kita terpecah-belah. Jiwa kebangsaan kita sudah tidak terlihat sehingga kita merasa tidak bersalah menghujat, menghina, bahkan membusukkan pribadi sesama saudara. Akibatnya, rasa saling menghormati, menyayangi dan bertoleransi hilang seketika. Pemberitaan di semua media menjadi tidak seimbang disebabkan saling dukung-mendukung di kedua belah pihak. Sampaihal-hal yang seharusnya privasi sangat mudah diekspos kepada khalayak ramai. Perasaan saya sedih, marah dan kecewa bila semua rakyat Indonesia berhak mengcaci maki calon pemimpin bangsa ini (pesan Rasulullah sebelum ajalnya tiba salah satunya adalah menghormati para pemimpin). Media seakan menjadi pelengkap untuk menyebar fitnah. Tidak ada lagi pemberitaan yang beretika dan sopan yang juga bisa dipertanggungjawabkan kepada anak bangsa. Kita seolah merasa benar atas segala pemberitaan.Saya tidak ingin mengulas pemberitaan-pemberitaan tersebut karena saya rasa Bapak-bapak kedua pasangan sudah paham.

Bapak-bapak yang saya hormati,

Begitu banyak informasi ditayangkan di televisi. Saya tidak sanggup menjelaskan arus informasi yang belum saatnya diterima oleh anak-anak didik saya. Ketika sedang hangatnya kampanye politik, hampir seluruh anak didik saya yang sudah memiliki hak pilih, bertanya tentang siapakah calon presiden yang akan saya pilih. Anehkan pak???, padahal seharusnya hak suara kita bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Mereka berubah menjadi ahli-ahli politik dengan memamerkan jagoannya. Ketika saya tanya ke mereka, ternyata mereka sendiri tidak paham sedikitpun bagaimana sosok calon yang akan dipilih. Mereka hanya terpaku pada informasi sepihak baik yang diterima dari lingkungan keluarga maupun dari media terutama media social. Saya khawatir, jiwa-jiwa muda mereka terkotori oleh informasi yang tidak berimbang. Mereka tidak mengerti politik, begitu juga saya.

Sebagai guru sejarah, ada beban mental yang saya pikul untuk mendidik dan mencetak generasi bangsa sesuai dengan tujuan para pendiri bangsa kita dahulu. Saya menyesali segala kesesatan informasi di semua media. Adakah rasa bersalah di diri anda-anda sekalian bila hanya gara-gara Pilpres, keadaan hidup rakyat Indonesia berubah menjadi rakyat yang beringas. Apalagi informasi sangat mudah diakses lewat internet. Saya mengerti pak, derasnya arus informasi melalui internet tidak bisa dihadang seketika. Anak-anak sekarang lebih pintar dari generasi tua seperti kita untuk mengakses internet. Mulai dari merubah postingan gambar yang sering tidak sopan, memutar-balikkan fakta kebenaran sang calon, mempleseti kata-kata sang calon sampai pada gambar-gambar yang menghina agama. Apa ini yang kalian inginkan??? Tidak sedihkah kalian bila saatnya nanti generasi penerus kalian kehilangan keelokan budi pekerti??? Tidak takutkah kalian andai nanti generasi seperti mereka yang bakal meneruskan perjuangan bapak-bapak bangsa kita harus berperang opini yang tidak bertanggung jawab bahkan menumpahkan darah saudaranya??? Apakah iman kita sebagai umat beragama tidak menjadi sandaran bagi kalian untuk mencegah perang urat syaraf??? Tidak lelahkah kita setelah beratus tahun dijajah bangsa lain dan kelak akan terjadi perang saudara???

Bapak-bapak yang saya hormati,

Saya sangat kecewa atas perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara kita sekarang. Banyak persoalan lain dalam setiap kehidupan ini yang terus membebani kita. Kemiskinan semakin merajalela akibat korupsi, kemelaratan di setiap daerah merupakan cermin kebodohan, melorotnya budi pekerti anak bangsa, sulitnya mencari nafkah, mengecap pendidikan karena sekarang ini pendidikan serasa mahal buat mereka yang hasil kerjanya cukup buat makan dan itupun tidak memenuhi syarat gizi dan lain sebagainya. Percuma kalian semua berkoar-koar andaiwatak generasi muda sudah terkontaminasi oleh pemberitaan yang tidak mendasar. Kasihan anak bangsa ini, Revolusi Mental, Pendidikan Gratis 12 tahun, atau apa saja yang sudah dirumuskan dalam visi dan misi kalian tak akan mampu membuat bangsa ini sejahtera bila kecerdasan emosional anak bangsa keluar dari keluhuran budi. Sudah lelah pendahulu kita mengorbankan jiwa dan raganya hanya untuk membangun RUMAH INDONESIA. Seharusnya RUMAH INDONESIA berdiri dengan indahnya karena dihuni oleh keberagaman. Agama, suku, ras dan golongan di dunia ini hanya ada di RUMAH INDONESIA. Dulu, susah payah kita membangun Rumah cinta kita itu. Berganti-ganti orang lain ingin merusak rumah yang telah kita dirikan. Topan dan badai tak mampu meruntuhkan Rumah Cinta bangsa ini. Terpaan atas rumah kita mampu kita cegah. Terpaan itu bukan hanya berasal dari dalam negeri namun juga dari luar negeri. Semua sudah kita jalani dan sampai sebelum Pilpres, Rumah Cinta kita tidak tergoyahkan oleh rongrongan tersebut. Tetapi ketakutan saya semakin besar bila kedua kubu tidak mampu menarik diri. Pernyataan dari kedua kubu mengganggu sanubari saya, entah kalau di sanubari anda-anda sekalian. Rakyat Indonesia terkotak-kotak, sayangnya kotak-kotak yang tercipta tidak berisi. Agama tak sanggup lagi membatasi kita untuk bersopan santun dalam berbicara.

Bapak-bapak yang saya hormati,

Saya tidak ingin menyalahkan siapapun. Tidak bisa kita pungkirin bahwa yang terjadi sekarang adalah proses dari kedewasaan demokrasidi tanah air. Berulang kali dalam catatan sejarah, bangsa Indonesia berusaha mencari formasi yang tepat demokrasinya. Jatuh bangun pemerintah Indonesia untuk mencari demokrasi berujung pada peristiwa demi peristiwa yang sering menguji kesaktian ideologi Pancasila. Dinamika kehidupan ideologi Pancasila menjadi satu kesatuan utuh yang terus terpatri di jiwa rakyat Indonesia. Pembelajaran atas segala peristiwa sejarah diharapkan mampu membuat kita tetap bersatu. Rasa Nasionalisme kitapun tidak bisa diukur oleh bangsa lain selama pemimpin bangsa mau menghargai keberagaman termasuk keberagaman pendapat positif. Namun setiap rentetan peristiwa di tanah air kini, bergerak tanpa batas. Terpikir oleh saya apakah semua peristiwa ini tidak akan memicu perpecahan NKRI??? Tidak terketukkah hati anda-anda untuk segera menyudahi segala perselisihan yang terjadi??? Saya malu bila memiliki calon pemimpin bangsa yang tidak berbesar hati menyikapi sesuatu yang menguntungkan atau merugikan kelompoknya. Kasihan anak-anak bangsa yang hanya bisa melihat kesombongan yang ditayangkan di setiap media.

Bapak-bapak yang saya hormati,

Besar harapan saya pada anda-anda sekalian untuk menghentikan polemik ini. Siapapun diantara kalian yang nantinya dipercaya rakyat, hal pertama yang perlu anda lakukan, segera perbaikilah mental anak bangsa. Beri mereka keleluasaan demi kemajuan bangsa. Kembalikan jati diri bangsa Indonesia pada kesejatian hidup sesuai yang kita harapkan. Tangan-tangan kekar generasi pelurus ini diharapkan bisa meluruskan jiwa-jiwa sesat kita. Saya bukan ingin menggurui, saya hanya ingin memberika masukan yang tidak seberapa ini untuk dicerdasi karena saya yakin anda-anda sekalian adalah orang-orang cerdas yang kami miliki sekarang. Dengan kecerdasan otak dan hati, anda-anda menjadi tauladan yang akan terus kami kenang seperti kami mengenang bapak bangsa sebelumnya. Semoga juga kecerdasan tersebut akan tertulis dalam sejarah bangsa sehingga kelak dalam buku-buku sejarah kita, anak bangsa akan bangga bercerita pada dunia karena memiliki para pemimpin berjiwa besar yang mengutamakan kesantunan dan etika leluhur moyang Indonesia. Perjalan sejarah bangsa merupakan pengalaman paling berharga buat kemajuan kita. Buatlah kami bahagia dan selalu tersenyum ketika menghantarkan anak-anak bangsa tumbuh besar. Jangan jadikan bangsa ini seperti Isreal-Palestina, Syria, Ukraen, atau bangsa lain yang masih berkecamuk dengan perang saudara. Jangan giring kami kepada perpecahan. Jadikanlah bangsa ini seperti indahnya RUMAH INDONESIA yang di dalamnya berisi kebahagian, kesejahteraan, keluhuran budi pekerti dan keindahan lainnya yang juga membuat bangsa lain mencontoh kehidupan indah kita di RUMAH INDONESIA.

Bapak-bapak yang saya hormati,

Di akhir surat ini, izinkan saya memohon maaf sekali lagi andai surat saya ini tidak bermaanfaat dan menjadi beban pikiran. Saya hanya berharap sedikit dari harapan lain rakyat Indonesia. Doa saya adalah semoga kita akan tetap berdiri tegak di hadapan mata dunia. Saya sadar bahwa saya bukan siapa-siapa dan tidak punya apa-apa. Yang saya miliki hanya satu, saya cinta kedamaian dan ketenangan. Keteladan anda-anda adalah modal bagi kami untuk berjalan berdampingan dengan bangsa lain. Terima kasih atas waktu untuk membaca surat saya, dan terima kasih atas renungan hati bila surat ini bisa menyangkut di hati dan jiwa anda. Saya cinta Indonesia dan saya tidak ingin Indonesia luluh lantak oleh kesombongan rakyatnya. Salam Bhineka Tunggal Ika……

Salam saya Diah WR (salah satu guru sejarah di SMA N. 4 Batam)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun