Mohon tunggu...
diah wahyuningsih
diah wahyuningsih Mohon Tunggu... -

Guru SMA N. 4 Batam. Mengajar sejarah sejak tahun 2002. Senang membaca dan memasak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Siswaku Menonton Senyap

25 Januari 2015   23:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:23 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pulang dari Jakarta selepas menonton Pemutaran Perdana Film The Look of Silence (SENYAP) pada tanggal 10 Nopember 2014 di Gedung Graha Bakti Taman Ismail Marzuki, terpikir olehku untuk menyebarkan informasi ini kepada siswaku. Film garapan sutradara Joshua Oppenheimaer, dengan sangat sederhana berusaha mengulas sisi kelam sejarah bangsa Indonesia. Sejarah yang sengaja dikotakkan pemerintah Orde Baru selama puluhan tahun. Bahkan dari generasi ke generasi, Orba berhasil mencuci otak rakyat Indonesia demi sebuah kekuasaan. Sampai akhirnya terpatri dalam pikiran kita bahwa Pembunuhan para jenderalah adalah perbuatan keji yang tidak bisa dimaafkan sampai kapanpun dan bagi pelakunya harus dihakimin dengan mengucilkan, membalas dendam (membantai), serta mencap sebagai pengkhianat ideologi bangsa Pancasila. Film Senyap mampu mengorek masa lalu bangsa Indonesia dari persepsi pelaku dan penyitas. Ada kejujuran yang sengaja dibanggakan dari para pelaku dan ada kepahitan yang dipendam oleh para penyitas. Kisah Adi Rukun yang mencoba mencari kebenaran fakta sejarah pembantaian atas abangnya Ramli, membuka mata kita betapa kejinya proses pembantaian terhadap mereka yang dituduh. Dengan gamblang dan kecongkakan pelaku, mereka menuturkan bahwa perbuatan mereka merupakan sumbangsih kepada negara demi membela ideologi bangsa. Tak terlihat rasa bersalah ketika mereka menguraikan cerita dari adegan pembantaian. Bagi mereka, semua orang yang disodorkan oleh kelompok TNI pada saat itu wajib dihabisi karena dianggap racun kesatuan NKRI. Senyap bukan mengulas masa lalu yang pahit bangsa ini, Senyap tidak untuk dijadikan alat balas dendam keluarga korban tapi Senyap adalah media paling etis dalam membagi cerita tentang apa yang sebenar-benarnya terjadi. Film ini merupakan bagian kecil dari usaha keluarga korban Pembantaian 1965 untuk menuntut pertanggungjawaban negara atas ketidakadilan negara pada rakyatnya. Pelanggaran hak hidup manusia yang seharusnya tersusun di benak kita sebagai wujud perlindungan negara. Rakyat menuntut negara untuk dapat bersikap bijaksana ketika sekelompok rakyatnya tertindas, rakyat mempertanyakan keberadaan negara saat mereka tersiksa, dan rakyat meluruskan kembali kekeliruan yang telah dibuat negara yang jalankan oleh pemerintah. Kita tidak menginginkan negara ini berlaku culas pada rakyatnya hingga harus terus-terusan men-Senyap-kan diri dengan menutup mata. Kacamat yang seharusnya menjadi penerang, sengaja terus dikaburkan. Kita menganggap film Senyap akan membangkitkan ideologi terlarang yaitu Komunisme. Tidakkah kita sadar akan kesengajaan yang dibuat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Menutup kisah sejarah di tahun 1965 dimana telah terjadi pembantaian atas ratusan ribu rakyat Indonesia sama saja dengan membutakan mata batin rakyat Indonesia terutaman generasi baru Indonesia. Pemahaman seperti ini, saya coba untuk ditularkan kepada siswa. Apa yang ditulis dalam catatan sejarah Peristiwa Pemberontakan PKI tidak lantas ditelan bulat-bulat oleh siswa. Sudah waktunya bagi guru sejarah berkewajiban meluruskan sejarah Indonesia. Narasi sejarah, seyogyanya menjadi sandaran normatif demi membentuk karakter siswa. Bila selama ini mereka dicekoki oleh narasa sejarah yang salah, jangan diteruskan. Mereka bukan lagi objek negara yang sengaja diracuni oleh narasi sejarah yang salah. Seperti yang dituliskan oleh salah satu siswa saya setelah menonton Film SENYAP yang saya putarkan, seperti berikut; Film yang dirilis tahun 2014 ini memberikan pesan dan kesan tersendiri bagi penontonnya. Melihat semua adegan yang ditayangkan bukan sebuah acting. Melainkan saksi bisu sejarah yang tersembunyi dibalik "SENYAP". Bangsa pembunuh dengan dalih melenyapkan ideologi Komunis. Bukanlah sebuah alasan untuk menebarkan kebaikan tentunya, ataupun sebuah cara untuk melenyapkan kejahatan. Karena ideologi adalah landasan prinsipil tentang bagaimana seseorang mengatur dirinya sendiri, masyarakat, dan lingkungan yang ditempati. Ideologi tidak pernah salah karena Tuhan menciptakan manusia dengan pola pikir yang berbeda-beda. Dan dari pola pikir itulah ideologi lahir. Sesungguhnya tidak logis, alasan dibalik pembantaian penganut ideologi Komunis di Indonesia karena faktanya, korban yang dibunuh sebagian besar tidak terlibat sama sekali dalam Gerakan 30 September 1965. Beberapa pertanyaan besar mulai muncul, "Mengapa begitu mudahnya mereka yang terlibat membunuh orang-orang yang selama ini ia kenal dengan baik, santun, beragama, yang hanya terduga penganut PKI yang dibunuh secara keji seperti binatang? DImana keadilan bagi yang tertuduh? Dimana negara saat yang miskin terduga dan mati? Dimana negara yang seharusnya menjadi pelindung? Alfakah disini? Dan para keluarga korban hanya bisa diam saat ini. Terus diam dan berharap peristiwa keji itu tidak pernah terjadi. Tapi kini, SENYAP berbicara dengan sedikit suara. Yang membuat kami mengerti dan telah mengungkapkan kekeliruan sejarah yang disampaikan guru SD kami tempo hari. Pembantaian itu adalah sejarah suram yang harus diungkap, bukan dengan diam. Melainkan diamati dan sebagai pembelajaran untuk masa yang akan datang agar kami tidak salah menilai sejarah bangsanya sendiri. Batam, 23 Januari 2015 By. Tjahya Ningsih (Kelas XII IPS 4) Semoga langkah sederhana ini bisa menciptakan pola pikir baru demi Indonesia baru serta memupuk keberanian diri siswa untuk berkata jujur terhadapa sejarah bangsanya. Merek juga akan merasa bangga karena lahir di negara yang mau jujur atas sejarah yang salah. Memang tidak mudah sebab ketakutan masih menyelimuti sebahagian orang namun keberanian bisa menjadi alat untuk mengontrol pemerintah dan negara agar tidak mengualang sejarah yang sama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun