Lebak Bulus, Jakarta Selatan-Setelah menyelesaikan pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Atas, banyak siswa memilih melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang jauh dari kota kelahiran untuk mengejar cita-cita dan menuntut ilmu. Mereka rela mengorbankan kenyamanan keluarga demi kesempatan belajar yang lebih luas dan berkualitas.
Bagi mereka yang memutuskan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di luar kota, tidak dapat dihindari bahwa mereka harus belajar hidup mandiri, termasuk menjalani kehidupan sebagai anak kos.Â
Jadi dengan keputusan tersebut, mereka terbuka untuk pengalaman-pengalaman menarik, mulai dari berinteraksi dengan orang baru, menjadi lebih mandiri, beradaptasi dengan lingkungan baru dan tetangga, hingga belajar mengelola keuangan dengan bijak.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan sebagai anak kos menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi mereka yang merantau ke kota yang belum pernah dijelajahi dan jauh dari orangtua.Â
"Jujur, awalnya saya merasa kesulitan saat pertama kali tinggal di kos-kosan. Saya terbiasa dengan keberadaan ibu yang menyediakan segala kebutuhan, tapi sekarang saya harus melakukannya sendiri. Misalnya, dalam hal makanan, saya biasanya tinggal duduk di meja dan sudah tersedia berbagai macam lauk, sekarang saya harus memasak sendiri atau bahkan pergi ke warung makan untuk sekedar mencari lauk. Selain itu, tugas-tugas rumah tangga seperti mencuci pakaian dan membersihkan kamar menjadi tanggung jawab pribadi yang harus saya emban," ujar Amelia, mahasiswa rantau dari Tegal saat di wawancarai, Kamis, (18/7/2024).
Kehidupan anak kos memang tidaklah mudah, seringkali mereka harus menahan lapar, terutama saat mendekati akhir bulan dan uang kiriman belum tiba, sementara tabungan sudah menipis.Â
Oleh karena itu, memasak sendiri atau makan di warteg selalu menjadi pilihan utama di kalangan anak kos. Hal ini tidak hanya karena harganya yang terjangkau, tetapi juga karena menu makanan rumahan yang disajikan sedikitnya mampu mengobati kerinduan akan suasana rumah.Â
Terlebih menjelang bulan Ramadhan, perasaan perantauan semakin terasa bagi anak kos. Mereka harus menyesuaikan diri dengan berpuasa di lingkungan kos, terpaksa sahur dan berbuka puasa dengan menu yang terbatas serta makan sendirian.
"Bulan yang paling berat bukan hanya saat mendekati akhir bulan, tetapi juga saat menjelang bulan puasa. Saat itu, keinginan saya untuk pulang ke rumah sangat kuat, saya kadang merasa sedih saat berbuka puasa sendirian. Terlebih lagi, saat sahur yang biasanya ramai sekarang terasa sepi," ujar Amelia, Kamis, (18/7/2024).
Menjadi anak kos tidak selalu berarti hidup menderita, banyak manfaat dan pengalaman menyenangkan lainnya yang dapat dialami ketika menjalani kehidupan sebagai anak kos.
"Menurut pendapat saya, kehidupan sebagai anak kos memiliki sisi pahit dan manisnya. Sisi manisnya kita bisa berkenalan dengan teman-teman perantauan lain yang seru, saling bertukar cerita, dan saling membantu saat mengalami kesulitan. Selain itu, saya juga merasa lebih bebas karena tidak ada yang mengatur kehidupan saya.Â
Meskipun begitu, tetap harus mematuhi batasan-batasan. Contoh lainnya dari nikmatnya jadi anak kos, kita dapat menjelajahi kota baru, merasakan kebebasan dalam mengatur waktu dan kegiatan, serta belajar mandiri dalam mengelola keuangan dan urusan kebutuhan rumah tangga," ujar Meisya, mahasiswa rantau dari Jakarta Barat saat di wawancarai, Kamis, (18/7/2024).
Dalam kehidupan sebagai anak kos, terdapat tantangan dan keindahan yang sama-sama dirasakan. Tantangannya seperti, jauh dari keluarga, tuntutan untuk menjadi lebih mandiri, hidup dengan keterbatasan finansial, serta tanggung jawab yang besar dalam mengatur kehidupan sehari-hari.Â
Meskipun demikian, di balik segala kesulitan tersebut, terdapat keindahan yang patut disyukuri. Sebagai contoh, menjadi lebih mandiri daripada teman sebaya, memiliki keahlian dalam mengatur keuangan dan berhemat, memperkuat rasa tanggung jawab, melatih kemampuan bersosialisasi, dan meningkatkan kreativitas.Â
Semua pengorbanan dan usaha ini dilakukan demi meraih cita-cita yang gemilang dan sukses, dengan keyakinan bahwa kita mampu melewati setiap rintangan demi kebahagiaan diri sendiri dan keluarga di masa mendatang.
Saya juga mendapat kesempatan untuk melakukan wawancara dengan Ibu Octa, yang merupakan pemilik kos khusus wanita di daerah Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Â
Dalam menjalankan bisnis kos, terdapat beragam pengalaman yang menjadi suka dan duka bagi pemiliknya. Salah satu momen suka adalah ketika bisnis kos memiliki tingkat permintaan yang tinggi, terutama jika lokasinya strategis di sekitar area kampus atau perkantoran.Â
Momen suka lainnya adalah saat pengelolaan kos menjadi lebih mudah karena hanya perlu menyiapkan rumah kos yang berdekatan dengan fasilitas umum dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas menarik.
"Ya, keuntungan dari bisnis kos-kosan ini karena peminatnya yang tinggi, saat ada penghuni yang pindah keluar, akan datang lagi penghuni baru untuk mengisi tempat. Selain itu, Â bisnis kos-kosan juga memberikan keuntungan finansial yang cukup menguntungkan bagi saya," ujar Ibu Octa, pemilik kos khusus wanita saat di wawancarai, Kamis, (18/7/2024).
Di balik kesenangan menjadi pemilik kos, terdapat tantangan yang harus dihadapi, seperti memerlukan modal besar untuk membangun dan memulai bisnis kos serta menangani penyewa dengan berbagai karakter yang beragam.Â
Ada penyewa yang patuh dan rajin mengikuti peraturan kos, namun juga ada yang cenderung sulit untuk diatur atau tidak patuh terhadap aturan yang telah ditetapkan. Contoh lainnya adalah saat menghadapi masalah perawatan dan pemeliharaan fasilitas kos-kosan yang memerlukan biaya tambahan dan perhatian ekstra dari pemiliknya.
"Namanya anak-anak kosan ya apalagi jauh dari orangtua, kadang-kadang bayarnya suka telat tapi ya saya coba buat maklumi, karena kasian mereka kalau sudah waktunya bayar tapi belum ada kiriman uang, jangankan buat bayar kosan, buat makan aja mereka susah, yang penting ada komunikasi ke saya.Â
Dulu pernah ada penyewa mahasiswa, kamarnya jorok, suka malas dibersihin, bayar juga sering terlambat, tapi tidak ada komunikasi ke saya, akhirnya terpaksa saya minta keluar," ujar Ibu Octa, pemilik kos khusus wanita.
Kehidupan sebagai anak kos dan pengelola bisnis kos-kosan memiliki tantangan tersendiri namun juga memberikan pelajaran berharga tentang mandiri, tanggung jawab, dan adaptasi.Â
Dalam menghadapi segala kesulitan, baik mahasiswa maupun pemilik kos perlu menjaga komunikasi yang baik dan bijaksana dalam mengelola setiap situasi yang muncul.
Penulis: Dwi Putri Riani 11230511000093, Mahasiswi semester 2 Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah JakartaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H