Dalam menginterpretasikan deradikalisasi sebagai program untuk menanggulangi terorisme atau counter-terrorism terdapat komponen-komponen sebagai kerangka pendukung untuk menciptakan deradikalisasi yang sukses yang dalam bahasan ini penulis memfokuskan dalam kaitannya dengan proses reintegrasi di samping disengagement yang secara holistik dapat dilihat sebagai bagian tak terpisahkan dari proses deradikalisasi.Â
Di sini penulis berpendapat bahwa reintegrasi dapat dikatakan dalam konteks jangka panjang memiliki peran penting dan/ atau kelanjutan dari proses deradikalisasi itu sendiri meskipun secara konseptual reintegrasi berlawanan dengan deradikalisasi. Reintegrasi pada dasarnya bergantung pada keterlibatan dan kerjasama dengan masyarakat dalam menerima mantan narapidana (teroris) yang dirumahkan kembali.Â
Reintegrasi berdasarkan definisi dari Sarah Marsden (2017) adalah 'berbicara tentang proses mengembangkan lebih banyak hubungan positif dengan masyarakat yang lebih luas dan beroperasi pada tingkatan berbeda' yang dalam hal ini berarti reintegrasi merupakan suatu proses dimana ex combatants atau ex terorrists mengambil peran fungsional dalam struktur masyarakat yang dimulai dari komunitas lokal, institusi, dan jaringan perorangan seperti dalam hal pekerjaan dan pendidikan.
Mekanisme reintegrasi yang bertujuan untuk memungkinkan seorang individu untuk kembali berkehidupan sehari-hari dengan membangun hubungan sosial dengan masyarakat luas dalam praktiknya berhubungan dengan bagaimana seorang narapidana (teroris) terbebas dari program deradikalisasi yang berbasis di dalam penjara dan menjalani apa yang disebut pengawasan pasca pembebasan (post-release supervision), yaitu metode integrasi sosial mantan ekstremis ke dalam lingkungan masyarakat dengan melibatkan keluarga dan jaringan sosial yang dapat memberikan kontribusi positif bagi reintegrasi sosial ex-combatants atau ex-terrorists.Â
Dalam masa pengawasan pasca pembebasan ini mengacu pada pentingnya menerapan ideologi setelah ex-combatants atau ex-terrorists dikembalikan ke jalur yang benar dari pemikiran yang radikal, salah dan sesat. Ideologi disini secara singkat diartikan sebagai dimensi kognitif seseorang sehingga seseorang dapat menentukan apa yang harus dilakukan dan yang tidak.Â
Sehingga ideologi sangat penting dalam perilaku. Atas dasar ini, de-ideologi atau reformasi ideologis dalam deradikalisasi ex-combatants atau ex-terrorists secara holistik membantu ex combatants atau ex terorrists dalam mengambil peran fungsional di dalam struktur masyarakat. Karena penulis percaya bahwa penerimaan masyarakat dalam kasus ex-combatants atau ex-terrorists ditentukan oleh bagaimana mantan extremis tersebut berusaha memperbaiki dirinya.Â
Terlepas dari stigmatisasi negatif, pengucilan, dan perdebatan bagaimana reintegrasi yang ideal agar masyarakat mendapat kesesuaian dan hidup berdampingan tanpa merasa terancam dengan keberadaan mantan ekstremis (ex combatants/ ex-terrorists) yang dianggap masih berisiko di lingkungan tempat tinggal mereka.
References
A New Approach? Deradicalization Programs and Counterterrorism. (2010). International Peace Institute, 1-20.
Durnescu, I. (n.d.). Deradicalisation or disengagement? That is the question. Retrieved from https://www.cep-probation.org/deradicalisation-or-disengagement-that-is-the-question
Horgan, J. (2009). 'De-radicalization or Disengagement? A Process in Need of Clarity and a Counter-terrorism Initiative in Need of Evaluation'. International Journal of Psychology.