Mohon tunggu...
Arju Dawamaniam
Arju Dawamaniam Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Tulislah untuk dirimu sendiri, dan dengarkanlah untuk dunia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Mengunyah Qat di Yaman

11 Juni 2024   03:03 Diperbarui: 11 Juni 2024   03:12 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Qat/https://www.youtube.com/watch?v=CBS0QdSkwco

   Qat, yang juga dikenal sebagai khat, gat, atau teh Arab (Catha edulis), adalah tumbuhan semak atau pohon kecil yang biasanya mencapai tinggi antara 1,4 hingga 3,1 meter, tergantung pada iklim dan curah hujan. Daunnya lebar dengan panjang sekitar 5--10 sentimeter dan lebarnya berkisar antara 1--4 sentimeter. Bunga-bunga tumbuh dalam barisan di ketiak daun dengan panjang sekitar 4--9 sentimeter. Bunga qat sangat kecil, memiliki lima kelopak putih. Buahnya berbentuk persegi dengan kapsul yang memiliki tiga katup, setiap katupnya berisi 1--3 biji.

   Qat, atau Catha edulis secara ilmiah, adalah tanaman hias yang daunnya telah menjadi bagian dari tradisi mengunyah Bangsa Arab selama ribuan tahun. Asal usul tanaman ini adalah dari wilayah tanduk Afrika dan Semenanjung Arabia. Qat mengandung alkaloid monoamine yang disebut katinona, suatu zat stimulan yang memiliki efek serupa dengan amfetamin, yang diketahui dapat menyebabkan perasaan gembira, hilangnya nafsu makan, dan euforia. Pada tahun 1980, WHO mengklasifikasikan katinona sebagai zat yang memiliki potensi ketergantungan ringan hingga sedang, namun masih di bawah tembakau dan alkohol. WHO tidak menyatakan Qat sebagai zat adiktif. Meskipun demikian, Qat menjadi sasaran dari organisasi anti-narkoba seperti DEA. Perdagangannya dikendalikan di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Jerman, sementara penanamannya diizinkan di negara lain seperti Jibuti, Etiopia, Somalia, dan Yaman.

   Qat, tanaman yang sudah dikenal oleh masyarakat Afrika dan Arab Selatan selama bertahun-tahun, sering disebut sebagai 'tanaman surga' di Yaman. Tradisi mengunyah qat telah menciptakan interaksi sosial yang positif di antara orang-orang Yaman, meskipun saat ini nilai budayanya telah bergeser menjadi negatif. Konsumsi qat tidak lagi hanya sebagai hiburan, melainkan telah menjadi kebiasaan sosial yang merugikan. Terdapat penelitian dengan menggunakan teori perubahan budaya dan krisis kemanusiaan. Penelitiannya mengevaluasi perubahan dalam nilai tradisi mengunyah qat di Yaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa qat mulai populer di Yaman pada abad ke-13, dan meskipun awalnya dianggap positif, selama krisis Yaman, konsumsi qat menjadi kebiasaan yang merugikan. Perubahan nilai qat dipengaruhi oleh krisis kemanusiaan dan faktor lain seperti konflik sosial serta intervensi budaya asing. Meskipun qat tidak dilarang di Yaman, penanaman dan penjualannya diatur dengan pajak sebesar 20% mulai tahun 2005.

   Sekitar 10 juta orang di seluruh dunia masih menggunakan qat setiap hari, terutama di masyarakat di Tanduk Afrika dan jazirah Arab, di mana tradisi mengunyah dan mengkonsumsi qat telah menjadi bagian dari kebiasaan sosial selama ratusan tahun. Di Yaman, kebiasaan mengunyah qat biasanya dilakukan oleh pria, sementara wanita jarang melakukannya karena dianggap kurang sopan. Sekitar 70-80% penduduk Yaman berusia 16 hingga 50 tahun menggunakan qat, terutama saat waktu luang. Diperkirakan bahwa sekitar 14,6 juta orang di Yaman menghabiskan satu jam setiap hari untuk mengunyah qat. Selain itu, sekitar 17% dari pendapatan keluarga Yaman digunakan untuk membeli qat.

   Tradisi ini melibatkan petik daun qat dari tanaman dan mengunyahnya secara perlahan. Orang-orang sering juga minum air putih atau teh untuk membantu penyerapan alkaloid dalam daun. Mereka berkumpul di majelis qat, tempat khusus untuk mengunyah qat, yang bisa diadakan di berbagai tempat seperti rumah, kedai kopi, atau tempat kerja. Mengunyah qat dapat menghasilkan efek seperti peningkatan energi, kewaspadaan, dan perasaan senang, serta meningkatkan fokus dan kreativitas bagi beberapa orang. Tradisi ini memiliki dampak sosial besar di Yaman, dianggap sebagai sarana untuk memperkuat hubungan sosial, menyelesaikan konflik, dan bertukar informasi di antara masyarakat. Meskipun ada kekhawatiran tentang dampak negatifnya, tradisi ini tetap dijaga dan dilestarikan oleh banyak orang di Yaman karena merupakan bagian kompleks dari budaya mereka, memiliki sejarah panjang dan dampak sosial yang signifikan.

Referensi:

   Sumber Video: https://www.youtube.com/watch?v=Ijn9tvveS88&rco=1 

   Wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Qat

   Sumber Artikel: https://journal.unhas.ac.id/index.php/naa/article/view/26624

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun