Semua organisasi dalam bentuk apapun memiliki risiko untuk melakukan kecurangan (fraud). Dimana kecurangan ini akan berdampak buruk bagi organisasi terkait. Pada umumnya, kecurangan yang dilakukan merupakan kombinasi dari adanya  Dorongan (Pressure), Kesempatan (Opportunity), dan Rasionalisasi (Rasionalization) atau yang sering disebut sebagai Fraud Triangle (Sastradipraja,2013). Dengan banyaknya kasus kecurangan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) khususnya yang berkaitan dengan perkara tindak pidana, maka salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan proses litigasi.
Apa itu litigasi ?
Litigasi adalah proses menyelesaikan perselisihan hukum di pengadilan dimana setiap pihak yang bersengketa mendapatkan kesempatan untuk mengajukan gugatan dan bantahan. Selain litigasi, alternatif yang dapat digunakan dalam penyelesaian gugatan dapat pula dilalui dengan alternatif mediasi, arbitrase dan konsiliasi.
Menurut Dr. Frans Hendra Winarta, S.H, M.H dalam bukunya Hukum Penyelesaian Sengketa mengatakan bahwa secara konvensional, penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis, seperti dalam perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak dan gas, energi, infrastruktur dan sebagainya dilakukan melalui proses litigasi. Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain, selain itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultitum remidium) seteleh alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa litigasi merupakan suatu proses hukum yaitu untuk menyelesaikan masalah ke pengadilan.
Dalam hubungannya dengan penyelesaian kasus dipengadilan khususnya yang terkait dengan penyelesain sengketa dibidang akuntansi dan auditing, akuntansi forensik menjadi jalan dalam memberikan dukungan atas keahlian yang dimilikinya dalam suatu proses legal hukum untuk memberikan keterangan ahli dalam proses litigasi di pengadilan. Audit forensik adalah audit yang berhubungan dengan hukun (Soejono Karni, 2000). Audit forensik dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan ahli atau kesaksian akuntan dibidang pemeriksaan dalam penyelesain kasus pelanggaran pidana yang berujung di pengadilan. Â Kasus-kasus yang memerlukan kesaksian akuntan tersebut misalnya :
- Penggelapan pajak
- Kredit macet, mark-up investasi
- Penggelapan keuangan oleh manajemen perusahaan
- Pelanggaran peraturan pasar modal
- Sengketa hutang piutang, dan
- Sengketa antar pemegang saham
Kasus tersebut diatas ada kecenderungan diajukan ke pengadilan karena adanya unsur pidana (Ngumar, 2001).
Dalam beberapa kasus proses pengadilan, sengketa bisa saja disebabkan oleh palsunya tuduhan dan kurangnya bukti dan fakta dari pihak-pihak terkait, sehingga dibanyak kasus tuduh-menuduh atau saling menyalahkan yang hanya akan memperburuk situasi dipengadilan. Akuntan forensik dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang ahli, perlu mengumpulkan bukti-bukti yang berhubungan kasus yang terjadi. menurut M. Yahya Harahap (1993) dalam Ngumar (2001) Bukti-bukti tersebut harus merupakan bukti yang kompeten dan andal, karena bukti-bukti tersebut merupakan bukti pendukung, apabila laporan audit dipakai dalam sidang pengadilan pada perkara pidana, sistem pembuktian dalam audit forensik dikategorikan sebagai berikut :
- Covenction-in time, bahwa bukti keterlibatan terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim
- Convection-raisance, bahwa keterlibatan terdakwa selain ditentukan oleh keyakinan hakim, tetapi faktor keyakinan itu dibatasi/ didasari dengan alasan-alasan yang jelas
- Pembuktian menurut Undang-undang secara positip, bahwa kesalahan terdakwa didasarkan pada alat bukti yang sah. Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat yang ditentukan oleh Undang-undang
- Pembuktian menurut Undang-undang secara negatif, bahwa keterlibatan terdakwa didasarkan atas keyakinan hukum dan pembuktian menurut Undang-undang.
Prosedur audit forensik utamanya ditekankan pada analisis laporan /analytical review dan teknik wawancara mendalam/in depth interview walaupun demikin masih juga tetap menggunakan teknis audit secara umum pengecekan fisik, rekonsiliasi dan konfirmasi. Audit forensik difokuskan pada area tertentu yang telah dipindai atau didugatengarai telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang pihak ketiga/tip off atau petunjuk terjadinya kecurangan/red flags, maupun dengan petunjuk lainnya.
Daftar Pustaka
http://kamusbisnis.com/arti/litigasi/diakses3agustus2017