Mohon tunggu...
Yoyok Dwi Saputro
Yoyok Dwi Saputro Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Blogger dan Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Orang Bisa Mengalami Latah Secara Berlebihan

23 November 2024   17:12 Diperbarui: 23 November 2024   20:15 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengapa Orang Bisa Latah (Sumber: Canva)

Mengapa Orang Bisa Mengalami Latah Secara Berlebihan - Pernah nggak, Kamu ketawa sambil geleng-geleng kepala lihat teman yang latahnya nggak ketulungan? Apa pun yang Kamu lakukan, entah melompat kecil atau hanya bersin, dia langsung teriak atau meniru. Seru sih, sampai akhirnya kita sadar---latah ini ternyata lebih dari sekadar kebiasaan lucu. Kalau dibiarkan, bisa jadi masalah yang nggak main-main.

Nah, hari ini, Aku mau ngajak Kamu buat ngulik lebih dalam mengapa orang bisa mengalami latah secara berlebihan. Kita juga bakal bahas bahaya ikut-ikutan tanpa berpikir panjang dan tentunya tips menghentikan kebiasaan latah yang mengganggu. Siapa tahu Kamu atau orang terdekatmu bisa terbantu, dan nggak ada lagi yang teriak tiba-tiba tiap kali ada kejadian kecil.

Yuk, langsung aja kita mulai perjalanan ini. Dijamin nggak cuma menarik, tapi juga bikin Kamu lebih ngerti soal fenomena unik ini.

Mengapa Orang Bisa Mengalami Latah Secara Berlebihan

Latah bukan sekadar kebiasaan unik yang bikin orang tertawa. Di balik respons spontan itu, ada alasan yang cukup kompleks. Banyak orang mungkin menganggap latah hanya terjadi karena kebiasaan, tapi sebenarnya ada beberapa faktor yang bisa membuat seseorang mengalami latah secara berlebihan.

Pertama, ada faktor biologis. Otak manusia punya mekanisme refleks untuk merespons kejadian mengejutkan. Pada orang yang latah, respons ini bisa jadi terlalu aktif atau berlebihan. Ini bisa dipengaruhi oleh sistem syaraf yang lebih sensitif atau kurangnya kemampuan tubuh untuk mengendalikan reaksi mendadak.

Kedua, faktor psikologis juga memegang peran besar. Trauma masa kecil, seperti sering ditakut-takuti atau dipermalukan, dapat menciptakan pola respons refleks yang sulit dihilangkan. Lingkungan yang mendorong seseorang untuk terus bereaksi latah, seperti dianggap lucu atau ditertawakan, juga memperparah kebiasaan ini.

Ketiga, ada faktor sosial. Latah sering kali berkembang karena "latihan" dari lingkungan sekitar. Ketika seseorang latah, respons mereka dianggap menghibur, sehingga lingkungan secara tidak sadar mendorong orang tersebut untuk terus melakukannya. Ini menciptakan lingkaran kebiasaan yang sulit diputus. Orang yang latah akhirnya merasa bahwa respons mereka adalah bagian dari identitas yang diterima oleh lingkungan.

Dan yang terakhir, ada pengaruh budaya. Di beberapa komunitas, latah dianggap sebagai hiburan atau bagian dari tradisi. Sayangnya, ini membuat orang yang latah merasa sulit untuk melepaskan kebiasaan tersebut, karena mereka takut dianggap tidak lucu atau tidak "unik" lagi.

Semua faktor ini bekerja secara bersamaan, sehingga seseorang tidak hanya mengalami latah biasa, tapi bisa menjadi sangat berlebihan. Hal ini tidak hanya memengaruhi hubungan sosial, tetapi juga dapat menimbulkan rasa malu, cemas, atau bahkan menurunkan rasa percaya diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun